Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Serigala Kelaparan

“Aku mohon jangan lakukan itu, Mas Reno, argh!” teriak Maya bergema saat tubuhnya dilempar kasar ke ranjang pengantin yang sudah Reno persiapkan.

“Sudah jangan berisik lagi, Maya. Kau hanya tinggal menikmati saja. Cukup kau teriakan saja namaku nanti, oke.”

Reno kini tak sungkan lagi untuk menggarap sawah Maya yang katanya belum pernah dicocok tanami. Reno merangkak saat gadis itu mencoba kabur darinya, tangan Reno dengan cepat mendorong kembali tubuhnya ke ranjang.

Tanpa Maya bisa melihat pergerakan dari Reno, dia sudah dengan cepat melemparkan baju yang dipakainya. Pintu tidak ditutup oleh Reno, dia membiarkannya terbuka hingga Rama bukan mengintip, tapi dia sedang berdiri di tengah pintu menyaksikan tontonan live yang sedang kakaknya buat.

“Jangan lakukan itu, Mas Reno. Aku mohon, Mas. Arghh!” Maya kembali menjerit.

Saat ini gaun yang dipakainya bukan dibuka, tapi disobek dengan kasar oleh Reno. Maya sedang menyilangkan kedua tangannya didada. Menutupi dua benda kenyal miliknya. Reno terus menelan air liurnya. Sejak awal tak sengaja dia melihatnya, dia sudah penasaran.

“Lepaskan May, biarkan aku melihat semua. Aku tidak ingin berbuat kasar padamu, jika kau menurut padaku. Jadi biarkan aku melihat semuanya!” Reno mencengkram tangan Maya, raungan kencang sudah memenuhi kamar.

Tubuh Maya bergetar ketakutan, dia sangat takut jika ancaman dari Reno benar benar dia lakukan.

“Aku mohon, Mas, jangan lakukan itu, huhuhuhuuu,” bukan berhenti raungannya. Maya makin kencang menangis dan mencoba membalikkan tubuhnya, agar tidak terlihat dua akses miliknya lagi.

Rama menaikan sudut bibirnya kecut. Bagi Rama juga mungkin untuk Reno itu merupakan penolakan yang akan membuat kemarahan mereka memuncak. Namun, anehnya baik Reno juga Rama saat melihat Maya seperti itu, membuat mereka semakin tertantang untuk menaklukan Maya. Dia makin penasaran dengan gadis itu, terlebih tidak ada siapapun yang berani menolak setiap keinginan mereka.

“Perlu gue, bantu? Mungkin gue pegang bagian bawahnya, lo bagian atas?”

Rama menyeruak masuk tanpa permisi diantara mereka. Baik Reno dan Rama, mereka gemas dan sedikit kesal dengan tingkah Maya. Mereka seperti serigala kelaparan yang siap menerkam Maya kapan saja.

Reno melirik Maya yang menggeleng kuat dan air matanya tak henti mengalir.

"Aku mohon Mas, aku mohon, jangan lakukan itu, aku mohon, Mas," Maya masih mengulangi perkataan sama disela tangisnya.

"Huh!" Reno membuang nafasnya kesal lalu turun dari ranjangnya. Mendorong Rama keluar dari kamarnya.

"Gue bilang, dia cuma buat gue. Sorry, lo keluar dulu. Kalau lo lapar cari aja yang lain, bukannya lo juga masih ada stok? Atau lo panggil aja Nadia kesini. Mungkin kalau gue kurang, gue bisa nambah ke si Nadia jalang itu," Reno berkata tanpa basa basi, tanpa sempat Rama menjawab, pintunya sudah ditutup dan dikunci olehnya.

Reno membalikkan tubuhnya dan sudah melihat Maya membungkus tubuhnya dengan selimut dan dia duduk di ujung tempat tidur.

"Ayo dong, May, kamu benar-benar tidak ingin menjenguk ibumu dan pulang, hah? Kalau kamu seperti ini berarti kamu sendiri yang menghambatnya. Atau kamu menginginkan aku kolaborasi dengan adikku saat melakukan itu, um?"

Kembali Maya disudutkan dengan kata-kata yang tak bisa ditolaknya. Dia tahu itu hanya sekedar rayuan pulau kelapa, tapi andaikan jika memang ancaman sebelumnya dilaksanakan, sama saja Maya membiarkan dirinya terkurung di kamar Reno selamanya.

Tidak ada pilihan yang terbaik untuknya. Keduanya tetap merugikan dirinya. Dari segi apapun, dia tetap harus menyerahkan keperawanannya pada Reno.

"Huhu-huhu, apa kau sungguh akan melepaskan dan membiarkan aku pulang setelah aku menuruti kemauannya, Mas?" sesegukan Maya sambil menatap wajah Reno.

Reno perlahan menghampiri dan duduk dipinggir ranjang, "Kemarilah, semua akan kita bahas setelah kau melakukan pertunjukannya. Aku puas atau tidak tergantung dengan penampilanmu, um."

Maya sudah terlihat frustasi gerakan tangan Reno seakan tak mengizinkan dirinya untuk menolak. Apalagi Reno menepuk tangannya agar Maya duduk dan menyerahkan diri ke pangkuannya.

"Ayo, Maya, aku hitung lagi ya sampai tiga. Kesabaranku ada batasnya loh. Saat hitungan ketiga, aku pastikan kau tidak akan mendapatkan sikap lembut ku seperti ini lagi. Jadi sebaiknya kamu bekerja sama dan mendekatlah, ayo, kesini, Maya…."

Reno masih menepuk pahanya memberikan kode agar gadis itu bergegas. Namun, Maya tetap menggeleng kuat dengan jawabannya.

"Satu dua ti-," Reno memberikan penekanan pada hitungannya. Kedua matanya menatap dan mengintimidasinya. Tangan Reno terulur pada hitungan ketiga yang belum diselesaikan olehnya.

Sesegukan tetap Maya lakukan, tapi mendengar tekanannya, mau tidak mau Maya menggerakkan tubuhnya perlahan. Dia takut, mungkin saja kalau dia sedikit menjadi lebih penurut, Reno akan segera melepaskan dan tak jadi memintanya.

Maya akan melakukan segala cara agar barang yang selama dua puluh tahun dilindungi tetap terjaga. Bahkan saat berpacaran dengan Bram pun Maya hanya mengizinkan Bram untuk menggenggam tangannya saja.

"Ayo lepaskan selimutnya, biarkan aku mengagumi dan menyentuhnya," perintah Reno, dia mulai sedikit tidak sabaran tadi saja dia meraih pinggang Maya dengan cepat agar dia duduk di pangkuannya.

"Mas aku mohon," Maya masih meminta lirih.

"Kamu pilih buka sendiri atau aku yang akan membukanya dengan paksa!" dengus Reno. Dia sudah sampai pada puncak dimana, dibalik kain segitiga miliknya sudah meronta kembali meminta dimanjakan.

Saat tak memperoleh respon Maya. Tangan Reno mencengkram selimut dan tentu saja siapa bersiap untuk membuatnya.

"Lepaskan, Maya. Aku ini sudah menjadi suamimu dan untuk semua apapun yang kamu miliki, aku berhak mendapatkan semua tanpa harus ada ditutupi seperti ini."

"Suami? Apa yang suami, Mas? Kita bahkan baru mengenalmu tadi siang,"

Bergetar tubuhnya. Tak kuasa lagi menolak permintaan sedikit mengancam dari Reno.

"Huh, kamu berpikir aku sedang berbohong? Apa kau lupa? Buku nikah kita saja sudah tercetak dengan sempurna, bagaimana bisa kamu bilang kalau aku bukan suami kamu. Lantas kalau aku bukan suamimu, apa aku bagi kamu? Apa aku hanya menjadi seseorang untuk menanggung semua biaya perawatan dan operasi ibumu, hah?"

Nadanya memang tidak tinggi, tetapi tekanan dari Reno membuat Maya kesulitan bernafas hingga tangannya pun lemas, melepaskan cengkraman di selimutnya dengan pasrah.

Huh, susah sekali merayunya. Kalau aku tidak penasaran bagaimana rasanya aku nikmati tanpa paksaan, May, mungkin sejak tadi kamu sudah aku makan habis habisan.

Kini selimut tadi perlahan turun dan sampai di perutnya. Maya sudah toples bagian atas tanpa benda penghalang. Hingga memperlihatkan apa yang sangat Reno inginkan sejak pertemuan tadi siang. Dua bongkahan kenyal milik Maya. Menantang, kencang, padat dan tentu saja siap dinikmati oleh Reno.

"Cantik dan sangat indah. Aku benar-benar menyukainya, Maya. Ucapkan namaku dan jangan sungkan mengeluarkan suara indahmu, Maya kalau kau benar-benar menyukainya nanti."

Reno memajukan kembali wajahnya. Melumat perlahan bibir mungil Maya dan tangannya sedang aktif meremas dikedua bongkahan kenyal yang sangat didambanya…

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel