Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8. Apakah masakan eyang selezat masakan bunda?

"Kalian duduklah di sini. Eyang akan berbelanja sebentar di pasar, kemudian memasak untuk kalian," ujar pak Asep dengan gembira. "Ohya, suamimu tidak ikut serta, Amy?"

Mendengar eyangnya mau memasak untuk mereka, kedua mata belo Kirana berbinar. "Apakah masakan eyang selezat masakan bunda?" Tanyanya dengan polos.

Sontak Amel menutup mulut putrinya agar tidak bertanya lebih jauh.

Pak Asep terkejut mendengar pertanyaan cucunya. "Bundamu bisa memasak, nduk?"

Kirana mengangguk kuat, kemudian mengacungkan kedua ibu jarinya seraya berkata, "Masakan bunda pokoknya lezaat banget, eyang."

Pak Asep menatap Amelia. "Jelaskan pada ayah, bagaimana mereka selama ini memperlakukanmu?" Ada nada geram di balik pertanyaan tersebut.

"Mereka memperlakukan Amy dengan baik, ayah," Amelia berusaha menutupi fakta tentang keluarga mantan suaminya. "Dan masalah suamiku-,"

Pak Asep diam, menunggu Amel melanjutkan perkataannya.

"Kami sudah bercerai, ayah. Maafkan aku tak bisa mempertahankan rumah tanggaku," tutur Amel sedih.

"Perceraian bukan sebuah aib, nak. Meski itu dibenci Allah, tapi Allah juga tidak melarang selama alasan perceraian itu tepat sesuai syari'at dan kamu sudah berusaha untuk mempertahankan pernikahan kalian. Setiap manusia memiliki takdir masing-masing. Sekarang, apa rencanamu setelah ini?" Tanya pak Asep.

"Untuk sementara aku akan tinggal di sini bersama ayah. Apakah ayah mengizinkan?" Amel meminta pendapat pak Asep.

"Nak, rumah ini akan selalu terbuka buat kalian. Tinggallah selamanya di sini," ujar pak Asep dengan gembira.

"Ohya ayah. Budhe Yanti sudah berapa lama menempati rumah kita? Berapa biaya sewanya perbulan?"

Pak Asep diam sejenak. Lalu, "Sejak awal menempati rumah itu sampai sekarang mungkin sudah hampir tiga setengah tahun, mereka tidak ada membayar sepeserpun meski akad awal bilang mau menyewa. Ayah pun tidak pernah menagih uang pembayaran sewa."

Amel sangat mengenal ayahnya. Orang yang tidak tega terhadap orang lain. Tapi kalau dipermainkan seperti itu, apa Amel harus diam saja?

"Sudah lah. Ayo kita berangkat ke pasar. Keburu dzuhur nanti. Keburu pasarnya tutup," ajak pak Asep. "Kirana, sini eyang gendong kamu, nduk."

Kirana tak menolak ketika pak Asep ingin menggendongnya. Awalnya dia takut kalau eyangnya akan seperti neneknya yang dari pihak keluarga Arifin yang tak menyukainya. Ketiganya melangkah menuju pasar.

*****

Setelah makan siang dan shalat Dzuhur berjama’ah, pak Asep melanjutkan aktivitasnya membuat sepatu.

"Ayah, kapan ayah akan berhenti membuat sepatu? Tanpa ayah bekerja pun, Amy bisa menghidupi ayah," Tanya Amelia.

"Bunda benar, eyang. Bunda memiliki rumah yang sangat beeesaaar, eyang. Juga memiliki perusahaan besar. Sebaiknya eyang tidak bekerja lagi," sambung Kirana.

Pak Asep terkekeh. "Amy, Kirana… eyang bukannya tidak ingin berhenti bekerja. Tetapi, sayangnya tidak ada yang melanjutkan usaha ini. Sayang sekali keahlian eyang dalam membuat sepatu akhirnya harus berakhir tanpa ada yang meneruskannya. Dan kamupun tak mungkin mau untuk meneruskan keahlian ini."

Amel dan Kirana tampak manggut-manggut. "Aku akan cari orang untuk melanjutkan skill yang ayah miliki," tukas Amel.

"Gimana caranya, nduk?"

Amelia tak menjawab. Melainkan melangkah masuk ke sebuah ruangan. Kemudian keluar lagi dengan membawa dua pakaian dan perlengkapannya saat siaran. Ukuran kecil diberikan kepada Kirana. Sedangkan ukuran yang sedang dipakainya sendiri.

"Ayah, silakan lanjutkan bikin sepatunya. Amy akan mencarikan ayah seorang penerus skill yang ayah miliki."

Pak Asep yang tak terlalu paham teknologi, mengangguk lalu melanjutkan aktivitasnya.

Amel segera menghubungi Safitri. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya jadwal live untuk mereka pun tiba.

"Assalamualaikum, saudara dan saudariku semuanya dimanapun kalian berada. Senang sekali hari ini kita berjumpa lagi. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Untuk live kali ini, Kiswatun Aswad akan membawakan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Ini adalah ayahku. Beliau adalah pengrajin sepatu. Saat ini, beliau hendak beristirahat dari usahanya ini. Namun karena tak ada yang meneruskan skill yang dimiliki beliau, maka beliau masih memproduksi sepatu sampai saat ini dengan tangan beliau sendiri. Adakah dari kalian yang bersedia menjadi penerus beliau?"

Live terus berlanjut dengan menampilkan pak Asep yang dengan cekatan membuat sepatu.

Sementara itu yang menonton live tersebut semakin bertambah banyak, bahkan sampai mencapai di atas tujuh juta penonton.

Beberapa di antara mereka malah ada yang bertanya harganya dan memesan beberapa pasang sepatu.

"Mohon maaf untuk semuanya. Kiswatun Aswad hanya mencari orang yang mau menerima ilmu dari ayah tentang cara pembuatan sepatu. Bukan menerima orderan hehehe," kekeh Amelia.

"Om-om, tante-tante juga kakak semua, eyangku mencari penerus bakatnya. Yang bersedia, boleh hubungi bunda," Kirana ikut menjelaskan.

Akhirnya, ada satu orang yang bersedia menerima ilmu keahlian yang dimiliki pak Asep. Setelah melakukan percakapan secara pribadi melalui chat, live pun ditutup dengan sholawat asyghil.

"Allahumma shalli ala sayyidina muhammadin, wa asyghili dzalimin bi dzalimin allahumma shalli ala sayyidina muhammadin, wa asyghili dzalimin bi dzalimin wa akhrij-na min bainihim saalimin, wa ala aalihi wa shahbihi ajmain. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Alhamdulillah, sudah dapat satu orang, ayah. Besok pagi dia akan datang ke Bandung," tukas Amel dengan berbinar.

"Alhamdulillah. Terima kasih, nduk, sudah memberikan solusi buat ayah di saat ayah bingung," sahut pak Asep dengan tangan sambil membuat pola dasar sepatu.

"Sama-sama, ayah. Aku hanya ingin ayah segera beristirahat dari pekerjaan ini. Ayah sudah sepuh. Sudah seharusnya Amy yang menggantikan tugas ayah dalam urusan mencari nafkah."

"Kiriman darimu yang diantar nak Safitri dalam setiap bulannya sudah lebih dari cukup buat ayah, Amy. Apalagi ayah hidup sendirian."

Ketiganya lanjut berbincang sambil melihat cara pak Asep membuat sepatu. Kirana sesekali bertanya. Dengan sabar, pak Asep menjawab pertanyaan yang diajukan Kirana.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam lima sore.

"Assalamualaikum," sebuah suara panggilan salam terdengar dari luar pintu.

Amel bergegas menuju pintu dan membukanya. "Waalaikumussalam warah-," Amel menggantung kalimatnya setelah tahu siapa yang datang. "Ihza?" Tanyanya dengan nada terkejut.

"Iya, ini aku. Tadi aku yang chat kamu secara pribadi untuk belajar cara pembuatan sepatu hehehe."

"Jadi, itu nama akunmu?"

"Siapa yang datang, Amy?" Tanya pak Asep dengan nada sedikit tinggi karena sedang berada di ruang agak dalam.

"Yang mau belajar bikin sepatu, Yah," sahut Amel. "Bukannya kamu bilang mau datang besok pagi?"

"Betul, itu nama akunku. Kalau aku datang besok pagi, kamu pasti akan merahasiakan dirimu yang sebenarnya hehehe. Sudah kuduga kalau Kiswatun Aswad itu adalah kamu, Amel. Suaramu dan suara Kiswatun Aswad itu sama, meski berbeda karakter. Ditambah ada anak kecil yang ikut siaran, pasti seusia Kirana. Dan instingku ternyata tidak salah. Sayangnya, Sandi membuang berliannya demi beling kaca," tandas Ihza sambil tersenyum dan sebuah tatapan yang penuh kekaguman.

"Kenapa tamunya tidak disuruh masuk, Amy?" Pak Asep tiba-tiba muncul di belakang Amel bersama Kirana.

"Assalamualaikum, bapak. Perkenalkan nama saya Ihza. Saya yang ingin belajar membuat sepatu dari bapak, sekaligus ingin mengembangkannya," Ihza mencium takzim tangan pak Asep.

"Wa'alaikumussalam, nak. Ayo, masuk dulu. Tak baik berlama-lama di luar," ajak pak Asep.

"Yakin kamu mau belajar bikin sepatu?" Tanya Amel. Bukan dia tidak tahu siapa Ihza yang merupakan salah satu sahabat suaminya. Terlebih melihat penampilan Ihza yang memakai baju stelan jas dan sangat rapi, tidak mungkin kalau berniat membuat sepatu."

"Terima kasih, pak," Ihza mengekor di belakang pak Asep. "Tentu saja bukan aku yang akan belajar membuat sepatu. Tapi aku akan membuka lowongan kerja bagi yang mau magang belajar membuat sepatu. Nah, para pemagang inilah yang nantinya akan memproduksi sepatu sesuai dengan yang bapak kamu ajarkan. Tentunya aku pun akan menambahkan kualitas dari segi bahan dan lainnya."

"Maaf, maksudnya bagaimana, nak? Bapak tidak paham," sela pak Asep.

"Begini, pak. Saya nantinya akan membawa beberapa orang untuk belajar membuat sepatu sesuai cara bapak. Nah, posisi bapak di sini semacam guru gitu, pak," Ihza menjelaskan.

"Kamu yakin mau buka pabrik sepatu? Keluargamu kan tak pernah terjun di bisnis ini?" Kembali Amel bertanya.

"Tentu saja aku yakin. Saat kamu live, dalam lima menit, aku melihat ada lebih dari lima ratus orang yang ingin memesan sepatu bikinan bapak. Bukankah ini jumlah yang sangat fantastis?" Ihza

"Kamu ngobrol lah dengan ayahku. Aku akan bikinkan kalian minum."

"Biar ayah yang bikinkan untuk tamu kita, nduk. Sekalian nak Ihza nanti makan dan shalat di sini terlebih dahulu, ya. Nanggung ini, sebentar lagi maghrib," cegah pak Asep.

Pak Asep melangkah menuju dapur yang diikuti Kirana di belakangnya.

"Aku yakin urusanmu bukan hanya sekedar urusan sepatu, kan?" Amel memelankan suaranya. Dia teringat empat tahun lalu sebelum menikah dengan Sandi, Ihza pernah menghubunginya dan meminta bantuan untuk bisa bekerja sama dengan Giffary Group, saat Amel sedang menjadi Kiswatun Aswad ketika siaran.

Ihza tersenyum. Di pandangannya sejenak wanita yang ada di hadapannya. Baru bercerai, tapi sudah banyak perubahan. Apakah ini dirinya yang sebenarnya sebelum menikah dengan Sandi? Wajahnya lebih cantik daripada saat menikah dengan Sandi yang setiap Ihza bertemu saat di rumah Sandi, Amel tampak kusam tak terawat. Begitupun bajunya yang dipakai hanya daster lusuh. Demikian juga Kirana. Sangat kontras dengan keluarga Arifin.

"Apakah kamu masih ingat dengan permohonan aku yang meminta tolong padamu, Kiswatun Aswad?" Pancing Ihza. Padahal tujuan dia sebenarnya bukan untuk hal tersebut. Melainkan untuk membuktikan kalau Kiswatun Aswad adalah Amelia Rahman.

"Tentu saja. Hanya saja waktu itu aku menolak karena aku tidak bisa menunjukkan jati diriku yang sebenarnya. Aku bisa membantu jika tujuanmu adalah itu. Tetapi dengan syarat. Saat kamu hendak bertemu pemilik Giffary group, tolong jangan pernah mengajak mas Sandi. Aku tidak ingin dia tahu siapa sebenarnya aku," tegas Amel.

"Baik. Aku setuju."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel