Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Kejanggalan

Di kamar yang terasa asing, Elle dikurung sendirian dan terus berteriak minta dilepaskan. Setelah dibiarkan suaranya didengar Elken, para penculik mengembalikan Elle ke kamar dan mengabaikan teriakannya. Dia ketakutan di sana setelah tahu bahwa saat ini menjadi tawanan. Lelah berteriak, Elle pun luluh ke lantai dan memeluk tubuhnya sendiri sambil terisak.

"Cepatlah datang, Kak. Aku takut," gumam Elle di sela tangisnya dan berharap Elken segera menyelamatkannya. Malam itu dilalui Elle dengan rasa takut dan akhirnya tertidur di lantai nan dingin. Sedangkan di ruang tengah, Tono baru saja menghubungi sang ketua yang tak lain adalah Markus untuk membahas mengenai negosiasi dengan Elken. Tentunya uang tebusan sebesar 50 Milyar bukanlah jumlah sedikit dan amat menggiurkan sehingga layak untuk dipertimbangkan.

"Jadi Bos mau melepaskan anak itu?" tanya Oday yang baru saja kembali dari pos depan bersama Ucok. Tono menatap mereka bergantian dan harus menjelaskan pada anggotanya secara gamblang.

"Begitulah yang dia bilang barusan. Awalnya hanya gertakan saja karena uang itu sangat banyak dan tak mungkin dipenuhi. Namun, sepertinya anak itu berasal dari keluarga kaya dan langsung menyanggupinya!" sahut Tono apa adanya memaparkan keputusan dari bos mereka.

"Apa kau yakin mereka akan menyanggupinya? Uang 50 Milyar sangat banyak, Ton. Bagaimana kau bisa percaya dengan mudah, huh? Kalau mereka menipu kita bagaimana?" terang Oday tak mudah percaya dengan penjelasan Tono. Hal tersebut amat wajar dan dimaklumi karena baru kali ini ada keluarga korban yang berani dengan jumlah uang segitu besar. Seketika semua terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Namun, Tono tak bisa melawan perintah dari bos mereka yang sepakat dengan keputusan itu, meski ada keraguan di hati.

"Kurasa kalian sudah tahu sekiranya apa yang bisa dilakukan jika mereka berani menipu kita!" pungkasnya tajam dengan sorot mata mengancam diikuti senyum sinis.

"Lantas, kapan transaksi berlangsung?" tanya Untung yang cenderung diam dan tak banyak bicara. Namun, di balik sifat pendiam itu, Untung dikenal bengis pada mangsanya.

"Aku akan menghubunginya lagi besok! Untuk sekarang tolong cek ruangan lain dan pastikan tambang emas kita tak ada yang melarikan diri," ucap Tono jelas dan mengatur anak buahnya. Dengan cepat, Oday dan Untung bangun dari duduknya untuk memeriksa kamar di mana bukan hanya Elle yang disekap di tempat itu. Adapun Ucok tetap berada di sana dan meraih botol minuman beralkohol. Tono menatap saksama pada Ucok yang terlibat tenang dan berujar.

"Kenapa denganmu? Ada masalah?" tanya Tono yang menaruh curiga sekiranya ada sesuatu yang dipikirkan Ucok. Dia tak segera menjawab dan tetap fokus meneguk minumannya hingga membalas pertanyaan itu.

"Aku hanya heran saja kenapa Bos mengincar anak sekolah," ucapnya sama seperti yang dikatakan pada Oday saat di pos. Tono menyimak perkataan itu dan memaklumi pendapat Oday.

"Sebenarnya aku juga bingung, Cok, tapi begitulah perintah Bos. Bahkan, dia langsung memberikan foto anak itu dan menunjuknya sebagai peran utama." Tono menjawab dengan jujur apa yang dia ketahui. Oday memicing karena kejujuran itu dan menemukan kejanggalan. Segera dia meletakkan botol ke meja dan berseru.

"Apa? Jadi Bos yang menunjuk langsung anak itu untuk diculik?" tanya Ucok tak percaya saat mendengarnya. Tono hanya mengangguk tanpa ada niat menutupi apapun darinya. Ucok kian merasa aneh dan berpikir keras. Adapun Ucok tak ikut serta saat penculikan tadi karena harus berjaga di tempat tersebut di mana ada beberapa wanita yang disekap.

"Apa kau tahu dari mana Bos tahu anak itu?"

"Entahlah karena Bos tak mengatakan hal itu padaku. Kenapa memangnya? Apa kau kenal dengan anak itu?" terang Tono dengan mengangkat bahu di mana kejujuran begitu nyata terlihat dari rautnya.

"Tidak. Aku tak pernah melihatnya. Hanya saja sepertinya aku mencium kesengajaan untuk menculik anak itu."

"Maksudmu?" sambut Tono butuh penjelasan lebih rinci dan tertarik akan analisis Ucok yang terasa menarik untuk didengar. Ucok membenarkan posisi duduk dan menatap sekitar di mana hanya ada mereka di ruangan itu.

"Sepertinya ada yang mereferensikan anak itu pada Bos!" Itulah kesimpulan Ucok yang berhasil membuat Tono mengerutkan kening. Dia mulai terpengaruh dan berpikir sekiranya hal itu mungkin terjadi.

"Iya juga, ya," imbuh Tono yang kini sejalan dengan Ucok. Dia mengingat kembali rentetan penculikan yang selama ini dilakukan dan tak pernah mengincar remaja alias anak sekolah. Selain itu, kebiasaan mereka mengincar anak kuliah atau sebaya dengan ekonomi rendah. Namun, setelah dipikir-pikir penampilan remaja yang diculik terlihat berbeda karena menunjukkan ciri dari keluarga kaya.

"Kau benar, Cok. Anak itu memang terlihat spesial. Selain cantik dan berparas bule, dia juga mengenakan pakaian mahal serta wangi. Sedangkan biasanya target berpakaian biasa dan tak wangi-wangi amat!" beber Tono yang dengan jelas melihat paras Elle dari ujung rambut hingga kaki. Tanda-tanda yang melekat pada fisik Elle cukup menggambarkan kalau dia berasal dari keluarga mumpuni.

"Nahkan! Aku curiga kalau anak itu adalah target dari seseorang yang memiliki niat buruk. Lagian janggal betul Bos menyasar pada anak remaja dan bertolak belakang dengan kebiasaan kita. Iyakan?" timpal Ucok lagi dan dibalas anggukan oleh Tono.

Sedangkan Oday dan Untung menghentikan langkah di depan sebuah pintu yang terkunci. Oday memerintahkan Untung membuka pintu dan segera menurutinya. Ketika pintu dibuka, lima orang wanita tampak ketakutan dan menatap waspada ke arah mereka. Bahkan, mereka saling berpegangan satu sama lain seolah waspada jika akan dipisahkan. Langkah Oday memasuki rumah itu bagaikan nyanyian kematian dan membuat semua ketakutan. Mereka sudah terpojok di sudut ruangan yang tampak samar karena penerangan cukup minim di sana. Tepat berjarak hanya satu meter dari mereka, Oday menghentikan langkah dan mengamati satu per satu.

"Apa kabar kalian hari ini? Betah di sini?" Pertanyaan bodoh diutarakan Oday dan tak ada yang menjawab. Tentunya mereka hanya bisa menjawab dalam hati serta memaki tanpa bisa mengutarakan dengan jujur apa yang dirasakan.

"Bagus. Aku suka kalau kalian betah di sini dan bersikaplah dengan baik atau nyawa kalian melayang jika berniat kabur. Paham?" sentak Oday dengan suara kencang nan mengancam. Kelima wanita itu hanya bisa menunduk ketakutan tanpa ada yang berani menjawab. Selanjutnya Oday berbalik badan dan menghampiri Untung yang berjaga di depan pintu.

"Apa mereka sudah dikasih makan?" tanya Oday pada Untung guna memastikan agar mereka tak mati kelaparan.

"Sudah." Selanjutnya Oday tak bicara lagi dan Untung pun kembali mengunci pintu agar tak ada yang bisa lari. Kepergian mereka membuat para tawanan bernafas lega karena setidaknya tak disakit secara fisik. Namun, Isak tangis mulai terdengar dari seorang gadis berambut panjang seraya bergumam.

"Apa kita akan mati di sini? Kenapa tak ada yang menolong kita? Hiks ...."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel