Bab 2 Negosiasi
Pria dengan mobil hitam berjenis Lexus berhenti di depan toko buku. Dia menelisik tajam untuk mencari keberadaan adik tercinta. Sayangnya, dia tak melihat sosoknya yang berkata menunggu di pinggir jalan. Maka, dia segera menelpon dan tak diangkat. Berulang kali dia melakukan panggilan dan tetap tak terjawab. Mendadak kecemasan hinggap di dada dan segera turun dari mobil. Dengan telaten, dia menanyakan para pedagang yang ada di sana seraya menunjukkan foto, tapi berakhir nihil. Putus asa dan cemas menjadi satu hingga datang seorang pria dengan jaket berwarna hijau menghampiri.
"Maaf, Mas. Sedang cari adiknya, ya?" tanya pria itu dan diyakini berprofesi sebagai tukang ojek.
"Iya, benar. Mas lihat adik saya? Dia pakai seragam sekolah!" bebernya memperjelas.
"Beberapa saat lalu memang ada remaja dengan seragam sekolah mondar-mandir di sini dan dibawa masuk oleh dua pria ke mobil!"
"Apa?" Betapa terkejut dia ketika mendengar keterangan orang itu dan rasa cemas kian mengisi hati yang sudah kacau sejak tadi.
"Apa Mas lihat berapa nomor plat-nya?" katanya lagi karena yakin sang adik dibawa orang tak bertanggungjawab. Pria asing itu coba mengingat hingga mulutnya mengutarakan sesuatu.
"B 2020 RED." Nomor itu mudah diingat dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Pria itu segera kembali ke mobil dan meninggalkan lokasi dengan kecepatan mobil cukup lambat selagi memperhatikan plat mobil di jalan sekiranya masih ada di sekitar lokasi. Dia pun langsung menghubungi seseorang melalui sambungan telpon dan direspon cepat.
"Hallo, Elken!"
"Aku butuh bantuanmu! Elle diculik!"
"Apa? Kau bercanda, ya?"
"Aku serius, bodoh! Tolong kau cek plat dengan nomor B 2020 RED dan kabari secepatnya!"
"Tunggu! Itu mobil dengan pemilik bernama Markus Red."
"Siapa dia?"
"Ketua sindikat perdagangan wanita!"
"Apa kau gila?"
"Yang gila Markus, bukan aku!"
"Ya Tuhan, jadi Elle diculik sindikat itu?"
"Kurasa begitu. Akhir-akhir ini memang sedang marak penculikan, El."
"Sial! Ya sudah, aku kumpulkan orangku dulu!"
Sambungan itu terputus dan meninggalkan rasa jengkel di hati Elken setelah mendapatkan identitas dari mobil yang membawa Elle. Dia melesat dengan kecepatan lumayan kencang hingga terhenti di sebuah rumah di mana penghuni menyambut kedatangannya dengan hormat.
"Selamat malam, Bos!" sapa seorang pria dengan tubuh tinggi besar.
"Elle diculik dan informasi yang kudapatkan pelakunya adalah sindikat Red Gun yang diketuai Markus." Elken menerangkan cukup gamblang pada anak buahnya yang telah berkumpul di sebuah ruangan dan tampak terkejut. Mereka saling tukar pandang hingga ada yang menimpali.
"Sindikat itu memang sedang naik daun, Bos. Ada saja kejadian tiap minggu dan sasarannya anak kuliah," terangnya lantang tanpa keraguan berdasarkan informasi yang didengar.
"Dan Elle menjadi sasarannya!" pungkas Elken dengan suara menggeram karena rasa kesal dan cemas yang menjadi satu. Pikirannya terus tertuju pada Elle dan berharap kondisinya baik-baik saja. Dia tak bisa bayangkan sesuatu terjadi pada Elle dan bisa membuat kedua orang tuanya cemas yang saat ini berada di Dubai.
"Mungkin Elle sudah diincar sejak lama, Bos!" kata yang lainnya dan mendapat tatapan tajam dari Elken. Bahkan, Elken tampak memicing dan menimpali.
"Kaubilang sindikat itu mengincar anak kuliah, tali kenapa justru Elle yang masih remaja menjadi sasaran?" kata Elken merasa ada yang janggal dan butuh penjelasan.
"Maaf, Bos. Yang saya ketahui memang begitu, tapi mungkin saja target mereka mulai berubah. Mungkin saja dipicu oleh permintaan pasar!" Penjelasan diutarakan dan berhasil membuat Elken menendang meja.
"Brengsek! Aku tak akan maafkan mereka jika terjadi sesuatu pada Elle. Cari Elle sampai dapat! Sekarang!" teriak Elken dengan wajah merah padam. Urat di leher seolah ingin keluar di balik kulit putihnya. Begitupula sorot mata yang tak biasa pertanda amarah sudah memenuhi hati Elken. Dia tak sendirian di sana karena tersisa seorang pria yang duduk di depannya dengan keadaan meja sudah bergeser dari posisinya akibat ditendang tadi. Keadaan Elken pun sudah kacau tanpa jas hitam yang biasanya membalut rapi tubuh kekarnya. Yang ada kemeja putih dengan lengan digulung hingga siku dan menampilkan lengan berotot disertai telapak tangan mengepal kuat.
"Apa kau sudah melaporkan hal ini pada polisi?" Sebuah pertanyaan dilayangkan seorang pria yang setia menemani di sana setelah anak buahnya tadi pergi menjalankan tugas.
"Aku tak bisa mengandalkan mereka, Ron! Terlalu lambat!" jawab Elken menyepelekan.
"Kita harus melaporkannya karena penculikan ini bukan perkara sepele dan pasti banyak memakan korban!" timpal Baron yakin dan mencoba mencari jalan keluar, meski upaya mandiri dilakuan. Namun, Elken tak menjawab di mana nafasnya tampak bergemuruh menahan amarah juga sesal. Amarah karena Elle diculik dan sesal kenapa datang terlambat.
"Apa kau sudah menghubungi nomor Elle?" tanya Baron dengan suara rendah dan coba mengajak Elken bicara.
"Tak diangkat, tapi aktif!" jawab Elken ketus dengan mengusap kasar wajahnya. Rambut yang biasa tertata rapi sudah berantakan dan duduk pun tak bisa diam.
"Coba hubungi lagi dan siapa tahu diangkat!" Elken segara merogoh saku celana di mana dia menyimpan handphone. Tangannya menyalakan handphone tersebut dan mencari kontak Elle. Tak sungkan dia melakukan panggilan dengan harapan Elle akan mengangkatnya. Tentunya Elken berharap kalau Elle tak diculik, meski sudah menelpon ke rumah yang menegaskan kalau dia belum pulang. Panggilan pertama tak terjawab dan Elken mengulanginya hingga dia terkejut saat ada suara di seberang sana.
"Hallo."
"Siapa kau?"
"Tak perlu tahu namaku dan satu hal yang ingin kusampaikan kalau adikmu sangat cantik."
"Dasar brengsek! Lepaskan dia!"
"No no no ... dia akan jadi tambang emas kami. Kujamin dia akan sangat terkenal dan jadi idola pecinta film dewasa di negeri ini. Mungkin sampai keluar negeri!"
"Jaga bicaramu! Atau akan kurobek mulutmu!"
"Hahaha ... kasar sekali kau rupanya. Aku sibuk dan jangan ganggu kami!"
"Mana adikku? Aku ingin bicara!"
"Kakak, tolong aku!"
"Apa yang kalian lakukan, huh? Jangan sakiti dia!"
"Jangan cemas, Kakak! Kami tak akan melukainya karena dia harus tetap mulus sampai proses shooting dimulai!"
"Shooting? Apa maksudmu?"
"Adikmu akan shooting film dan akan jadi peran utama. Dia akan terkenal dan melupakanmu!"
"Dasar gila! Apapun akan kuberikan, tapi jangan sakiti adikku!"
"Wow, penawaranmu terdengar menarik. Apa kau orang kaya?"
"Katakan berapa yang kau minta! Aku tak suka bertele-tele!"
"50 Milyar."
"Baik. Akan kuberikan."
"Hahaha ...."
Sambungnya justru diputus sepihak dan membuat Elken kesal. Dia memaki dengan kata kotor di mana Baron tak pernah mendengarnya selama ini dari seorang Elken yang sangat lembut juga sopan. Namun, hal itu sangat wajar karena keselamatan adiknya di ujung tanduk.
"Berapa yang dia minta?" tanya Baron yang tak dengar jawaban penculik itu.
"50 Milyar, tapi dia memutuskan sambungannya."
"Dia akan menghubungimu lagi dan pastikan Elle aman." Baron terus memberi masukan dan dipahami Elken. Dia menatap handphone yang diletakkan di meja dan menanti penculik itu menelpon. Benar, tak berapa lama handphone kembali berdering dan berasal dari nomor Elle. Elken segera menerima panggilan itu dan mendengar saksama apa yang dijelaskan dengan wajah kesal.
"Jalan Kebun Kosong No. 10 dengan uang tunai 50 Milyar seorang diri. Jika melanggar kesepakatan, tak ada kesempatan kedua, hahaha ...."