Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6

Sesuai janji Radit kepada Lia dan ketiga putranya. Sore ini, keluarga kecil yang selalu bahagia itu sudah berada di dalam mobil untuk berjalan -jalan menikmati kota besar dan memilih tempat makan untuk makan malam.

Posisi duduk di mobil pun kini telah berubah. BIasanya Lia duduk di depan di samping Radit. Namun, sejka Dion bisa duduk, ia selalu meminta duduk di depan lengkap dengan menggunakan sabuk pengaman. Sedangkan Lia duduk di kursi belakang bersama Doni dan Dino.

"Kita makan dimana sayang?" tanya Radit pada istri kecilnya sambil menatap Lia melalui kaca spion tengah. Istrinya selalu terlihat cantik dan mempesona di matanya. Setelah melahirkan, Lia pun malah semakin terlihat dewasa dan menggemaskan. Ini yang membuat Radit semakin jatuh cinta setiap hari pada Lia. Tak hanya itu, Lia perlahan tumbuh menjadi wanita dewasa yang selalu memprioritaskan suami dan ketiga anaknya.

Sejak kepindahannya ke Amerika dua tahun lalu. Lia memutuskan untuk memanggil guru privat dan tetap belajar demi masa depannya mendidik ketiga buah hatinya yang akan lahir pada waktu itu. Lia juga mengubur semua mimpinya untuk berkarir di dunia modeling hanya karena ingin mengurus suami dan ketiga buah hatinya dengan caranya sendiri.

Memang tidak ada yang instant untuk mempelajari semuanya denagn baik. Setidaknya Lia punya niat dan kemauan keras untuk berusaha menjadi wanita yang lebih baik dan berarti bagi Radit. Bukan sekedar menjadi perempuan manja yang hanya bisa menghabiskan uang suami.

"Apa ya Kak? Sushi atau bento? Kalau sushi anaknya gak bisa ikut makan, takut kurang suka. Kalau bento kan enak. Anak -anak juga suka," ucap Lia mencari solusi.

"Kamu mau sushi?" tanya Radit pada istrinya sambil mengedipkan satu matanya.

Lia mengangguk kecil Sudah lama ia tidak makan sushi di tempat favoritnya.

"Kita beli sushi di bungkus lalu kita makan di bento, biar anak -anak hepi juga. Gimana?" tanya Radit sambil mengedipkan satu matanya pada Lia dengan genit menggoda.

"Jalannya kan gak sama Kak. Satu di ujung kanan, yang satu di ujung kiri," ucap Lia bingung tapi mau.

"Soal itu gampang sayang. Apa sih yanag gak buat kamu. Kalau di suruh memberikan organ tubuh pun, Kakak adalah orang pertama yang akan memberikan semuanya untuk kamu. Kamu itu prioritas kakak. Kebahagiaan kamu itu kebahagiaan kakak juga. Senyum kamu, cerminan perlakuan kakak pada kamu. Kakak hanya ingin, kamu selalu bahagia bersama Kakak. Kakak tidak ingin kamu menyesali peernikahan kita," ucap Radit pelan.

Bagi Radit, keluarga kecilnya adalah prioritas. Kebahagiaan istrinya itu yang terpenting. Hidupnya sebuah keluarga berawal dari senyum istri yang tulus karena ia bahagia menikmati proses hidupnya.

Lia memajukan duduknya dan memegang lengan Radit lalu mencuri ciuman di pipi Radit. Radit langsung tersenyum dan tertawa kecil karena senang dengan cara Lia yang kadang membuat hati dan tubuhnya bergetar.

"Kode keras ya, Sayang?" tanya Radit lembut menarik tangan Lia dan di letakkkan di pipinya. Tangan yang dulunya halus dan lembut sekarang mulai terasa agak sedikit kasar.

"Apaan sih. Dikit -dikit kode keras. Dikit -dikit pengen," ucap Lia kesal.

"Hemmm ... Nambah atu lagi sayang. Siapa tahu perempuan. Kakak pengen punya nak perempuan biar cantiknya sama seperti kamu," ucap Radit dengan senyum menggoda.

"Gak ah. Tiga aja udah lelah, Kak," ucap Lia kembali memundurkan duduknya dan bersandar pada jok mobil. Ketiga putranya sudah terlelap dalam mimpi indah.Memang usdah menjadi kebiasaan anak -anak balita kalau di bawa jalan -jalan, tidaklama pasti tertidur.

"Satu lagi ya? Nanti malam kita eksekusi bikin," ucap Radit dengan nada memohon.

"Baru dua tahun lho Kak. Jahitannya belum kering. Sakitnya masih terasa. Emang gak kasihan lat Lia kemarin lemes begitu," ucap Lia mengingatkan Radit saat Lia akan melahirkan.

Saat itu, kota besar sedang di landa bencana hujan badai yang cukup lebat. Banyak orang tidak dapat melakukan aktivitas denana baik. Begitu juga dengan Lia dan Radit yang memilih untuk tetap tinggal di apartemen dengan segala keperluan yang sudah tersedia. Radit tak pernah membuat apartemennya kosong dengan yang namanyaa makanan. Stok makanan di lemari makanan selalu penuh dengan cemilan dan makanan kesukaan Lia.

Waktu itu, Lia mengeluh sakit perut. Awalnya sakitnya masih biasa, lama -lama sakitnya semakin menjadi. Rasa mulasnya semakin terasa sering frekuensinya. Radit mulai kebingungan, karena Lia tak hanya mengaduh kesakitan tapi juga menangis yang terkadang histeris. Radit cemas dan panik bukan main. Ini adalah kali pertamanya ia melihat orang hamil yang akan melahirkan.

Kalau ingat waktu itu, rasanya Radit hampir gila melihat Lia yang begitu pucat dan lemas. Tubuhnya begitu lemah tak berdaya. Perutnya yang besar terlihat keras dan begitu kaku sekali.

Lia langsung mendapat penanganan di rumah sakit setelah Radit membawa Lia ke rumah sakit terdekat.

"Sabar ya, Sayang. Kamu harus sabar dan kuat. Ini demi kita dan anak kita,"ucap Radit yang begitu takut sekali melihat Lia sudah masuk ke ruang operasi.

Radit takut, jika Lia mengalami hal yang sama seperti Zanna. Setelah melahirkan pendarahan hebat langsung tak sadarakan diri dan akhirnya nyawanya tak bisa di tolong.

Untung saja, Radit memiliki mertua yang sangat perhatian dan begitu bai seperti Rey. Walaupun usia mereka tak begitu jauh berbeda. Tapi Radit ettap sopan dan bersikap hormat kepada Rey.

Buah kesabaran Radit akhirnya menuai hasil yang baik. Ktiga bayi lelakinya terlahir dengan selamat tanpa ada ekkurangan apapun. Bayinya begitu sehat dan sangat lucu menggemaskan. Lia pun sehat dan langsung pulih kembali.

"Kak ... Kakak melamun?" tanya Lia yang sejak tadi mengamati suaminya dari belakang.

"Ekhemm ... Enggak sayang. Lagi fokus sama jalan," jawab Radit berbohong.

"Kalau ajak Mama dan Papa seklaian dinner gimana? Boleh gak?" tanya Lia memohon.

"Good idea sayang. Kita meluncur ke rumah Papa dan Mama. Kebetulan sudah lama kita gak berkunjung kesana," ucap Radit denagn senang.

Radit pun langsung membelokkan mobilnya menuju jalan ke rumah Rey dan Clara. Ketiga anak lelakinya pasti senang bertemu dengan om dan tante kecilnya.

"Papa ... Mama ... Dinoo ... Doni ... Dion ...," teriak Dira yang begitu antusias melihat mobil Radit terparkir di depan rumah mereka.

Radit dan Lia sudah turun denagn menggendong ketiga putranya. Radit menggendong Dion dan Doni sedangkan Lia menggendong Dino.

Rey dan Clara langsung membuka pintu rumahnya dan emmeprsilahkan anak, menantu dan ketiga cucunya yang super aktif untuk masuk ke rumah.

"Hello baby aktif," ucap Rey langsung menyapa ketiga cucunya sambil mengajak ketiga bayi itu ber -tos ria sebagai ucapan selamat datang.

"Grandpa ... Emmm ... Kue ... kue ...," teriak Dino yang lebih senang bersama Rey.

"Uhhh ... Dino mau kue? Come on ... Grandpa punya biskuit cokelat. Ada lagi, grandpa punya mainan baru. Ya kan sayang?" tanya Rey pada Dira dan Raka yang terus mengangguk senang.

"Auu .. au ... Kue. Mainan apa grandpa," tanya Dion penasaran.

"Ayo ikut grandpa," aja Rey penuh semangat.

Kelima balita yang usianya tidak jauh itu pun berlarian mengejar grandpanya menuju halaman belakang. Ternyata Rey baru saja membuat kolam ikan dan sudah ada beberapa ikan hias di dalamnya. Ia sengaja membuat kolam ikan untuk bermain kedua putra putrinya yang masih kecil dan ketiga cucunya yang lucu -lucu mengegmaskan.

Suara riang kelima balita itu sudah seperti berada di playground. Ramai sekali. Tapi keseruan itu tak akan mungkin bisa terulang lagi jika semuanya telah dewasa.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel