4
"Sayang!! Ya ampun ini kamar apa kapal pecah. Baru di tinggal sebenatr ke salon udah begini," ucap Lia yang baru saja masuk ke dalam kamar tidur dan emnadapati kamar tersebut berantakan bagai kapal pecah. Bantal dan guling berserakan hingga bulu -bulu di dalamnya keluar. Mungkin tadi semapt terjadi smack down antar balita -balita kecil.
"Mamiiiii ..." teriak si bungsu Dino dengan wajah memelas.
Lia langsung meraih Dino. Dino memang paling dekat dan paling manja dengan Lia di bandingkan kedua abang kembarannya. Selain bungsu, Dino selalu menjadi tumbal untuk disalahkan oleh kedua abangnya.
"Dinoo ... Mana yang lain? Papi kemana?" tanya Lia pada putra bungsungnya.
Dino mengucek kedua matanya dan menoleh ke arah lemari pakaian besar yang ada di pojok kamar dan menunjukk ke arah sana.
"Itu di dalam," ucap Dino lirih.
"Didalam lemari?" tanya Lia menatap lekat Dino.
Dino mengangguk -anggukkan kepalanya pelan tanpa ragu.
"Dion Raffasya Adra! Doni Raffan Adra!" teriak Lia lantang membuat kedua putranya yang bersembunyi di antara tumpukan handuk pun saling menatap satu sama lain.
"Sana keluar, mami sudah panggil kalian," bisik Radit kepada dua putranya.
Dua lelaki itu menggelengkan kepalanya cepat.
"No. Papi harus ikut keluar. Dion gak mau lihat tanduk Mami sendirian," ucap Dion mantap dengan suara cadelnya yang belum jelas bicara di ikuti anggukan kepala Doni memantapkan jawaban Dion.
Radit hanya menutup wajahnya dengan telapak tangannya dan berusaha membuka pintu lemari besar itu.
Saat pintu lemari itu di buka Lia dan Dino sudah berada di depan lemari dengan tangan di pinggang.
"Bersihkan kamarnya atau tidak ada makan siang," ucap Lia ketus sambil berbalik dan menggendong Dino.
Ketiga putranya baru berusia dua tahun. Tapi ketiganya begitu sangat aktif di tambah memiliki sosok Ayah yang memang fun boy dan senang mengajak ketiga putranya bermain.
Radit, Dion dan Doni menatap Lia yang pergi dari kamar itu tanpa bicara lagi. Lihat saja kamar yang bentuknya sudah berantakan dan seperti sudah berubah fungsi.
Radit merangkak keluar dari lemari pakaian dan mengeluarkan kedua balitanya untuk duduk di kasur.
"Let's go kita bereskan. Jangan buat Mami kamu tanduknya bertambah. Ayo brother," ucap Radit sambil tersenyum kepada Dion dan Doni. Kedua putranya hanya mengacungkan jempolnya dan ikut tertawa sambil berguling -guling di kasur.
Namanya juga anak -anak masih usia dua tahun pula. Mereka belum paham dan bisa di ajak bekerja sama. Mereka hanya tahu Papinya itu baik dan Maminya itu suka marah -marah.
Satu jam berlalu, acara membersihkan kamar akhirnya selesai juga. Radit menggandeng kedua putranya keluar dan mendudukkan keduanya di kursi makan karena sudah waktunya untuk makan siang. Dino sudah duudk di kursinya sendiri sambil menikmati kue yang di berikan Lia.
Dion yang paling iseng pun mengambil kue itu dan langsung menghabiskannya sendiri membuat Dino marah dan akhirnya menangis.
Huaaaaa ... Huaaa ...
"Dion!" teriak Lia yang masih menggoreng nuget.
Lumayan ada peningkatan setelah memiliki anak. Lia bisa menggoreng nugget atau telor. Klaau menggoreng ayam atau ikan, Lia masih perlu pakaian khusus agar tidak terkena cipratan minyak.
Radit langsung menuju lemari es dan emngambil beberapa kue untuk ketuga putranya agar di bagi rata.
"Sudah jangan menangis. Ini kue kalian. Setelah ini kita makan lalu nanti sore jalan -jalan. Mau?" tanya Rdait pada ketiga putranya.
"Mauuuuuu Papiii ..." jawab ketiganya serempak.
Radit mengangguk dan menghampiri istrinya lalu mengambilkan piring untuk memindahkan nugget yang sudah matang lalu memeluk Lia dari belakang.
"Capek ya sayang. Marah -marah terus," ucap Radit lembut sambil menciumi rambut Lia yang wangi hair tonic.
Radit memang menyuruh Lia untuk tetap pergi ke salon seminggu sekali. Melakukan treatment sambil luluran agar tidak terlalu stres mengurus ketiga bayinya. Selain itu, agar Lia tetap terlihat cantik mempesona.
"Kak Radit tuh bikin kesel terus. Lihat kamar berantakan," ucap Lia kesal.
"Udah di beresin sayang. Nanti malam dinenr ya sekalian mampir ke kantor ada kerjaan barunya katanya. Ikut ya sayang," pinta Radit pada istrinya.
"Anak -anak?" tanya Lia kemudian.
"Dibawa dong. Terus mereka di rumah sama siapa? Kan kamu yang gak mau pakai pengasuh. Padahal kalau ada pengasuh, ada aasisten, kamu gak perlu capek begini. Kita bisa malam pertama terus," ucap Radit berharap.
"Pikirannya gitu terus ih ... Nyebelin. Lagi pula, mau sampai kapanpun Lia gak mau pakai pengasuh dan asisten. Banyak tuh contohnya majikan selingkuh sama asistennya. Jangan -jangan Kak Radit mau begitu ya?" tuduh Lia kesal.
"Duh ... Malaha nuduh. Enggak lah. Punya istri kayak kamu aja udah cukup dan gak akan habis. Ngapain juga cari kesenangan yang lain, mending kamu yang Kakak rawat biar cantik terus, langsing terus, wangi terus, biar bisa nganu -nganu terus," tawa Radit begitu keras membuat Lia kesal dan memasukkan satu nugget langsung ke mulut Radit.
"Uhukk ... Lia, Kakak lagi ngomong malah dimasukkin nugget. Gimana sih? Nanti tersedak terus innailahi. Mau gitu?" ucap Radit merajuk.
"Ya gak lah. Itu bukti cinta sayang. Dikasih enak kan," bisik Lia kemudian mematikan kompor dan membawa nugget serta kentang goreng ke meja makan.
"Mami ... Makan ... Makan ..." teriak Dino kegirangan melihat makanan kesukaannya ada di meja makan.
"Siapa mau makan ..." tanya Lia sambil mengambilkan piring khusus untuk ketiga putranya.
"Mau .. Mau ... Mau sama Papi," ucap Dion menatap Radit.
"Oke ... Hari ini Papi suapin dan kita makan di samping sambil lihat kelinci. Setuju?" ucap Radit penuh semangat.
Mengurus ketiga putranya ini sejak lahir hingga usia mereka dua tahun tidaklah susah tapi juga tidak gampang.
Ada keseruan dan kenikmatan yang mungkin tidak bisa di rasakan oleh orang lain. Radit begitu menikmati hari -harinya bersama Lia dan ketiga putranya. Walaupun usianya tak lagi muda, tapi jiwa mudanya masih bergelora.
Lia menatap Radit yang begitu bertanggung jawab dan menyayangi ketiga putranya. Lia tak hanya beruntung mendapatkan Radit yang memiliki hati yang baik tapi Radit juga selalu mencukupi dan membahagiakan Lia.
***
"Kamu ngapain disini? Keluar!!" teriak Abigail mengusir Zia yang sudah berada di kamarnya dan ikut tidur di samping Abigail.
Zia membuka kedua matanya dan menutup mulutnya dengan jari telunjuk.
"Gak usah teriak -teriak. Zia cuma numpang tidur," ucap Zia santai.
"Dasar wanita gila. Papa dan Mama bisa berpikir yang tidak -tidak kalau begini," ucap Abigail langsung bangkit dari tempat tidurnya dan ingin pergi dari kamar itu. Namun sayang, Zia lebih licik dari yang Abigail pikir. Pintu kamar itu sudah terkunci dan anak kuncinya tidak ada.
Zia bangkit dari tidurnya dan tersenyum lebar.
"Mau kemana Bi? Lebih baik diam dan tidur lagi. Itu lebih aman dan ikuti semua rencanaku," ucap Zia dengan senyum licik.
"Gak!! Mama!! Papa!! Tolong Abi, Ma!! Pa!!" teriak Abigail dengan suara keras sambil menepuk -nepuk pintu kamar itu.