3
"Argh!! Kamu kenapa sih, Bi!! Bukannya belain Zia!!" ucap Zia dengan wajah yang sangat marah.
Abigail tak peduli pada Zia dan tetap fokus berjalan di trotoar menuju ke rumahnya.
Zia nampak sangat kesal sekali, ia berlari mengejar Abigail dan berdiri tepat di depan Abigail untuk menghadang langkah Abigail.
Abigail menghentikan langkahnya. Kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana panjang dan menatap Zia tajam seperti ingin mengusir gadis itu dari pandangannya.
"Kamu denger Zia ngomong gak sih Bi? Ngomong dong!! Jangan cuma diam saja. Zia ini jadi korban lho. Heh ... Ternyata sikap gadis labil itu memang bar -bar dan gak sopan!" umpat Zia sambil membuang muka dari pandangan Abigail.
Abigail tetap diam dan menatap Zia yang treus bicara sesuka hatinya. Tangan Abigail mengepal di dalam saku celananya. Ada rasa kesal juga tapi Abigail harus tetap tenang dan seolah tidak terjadi apa -apa.
"Untung saja kamu sudah bisa melupakan dia, Bi. Zia seneng banget hari ini," ucap Zia lembut lalu ingin memeluk Abigail. Abigail langsung memundurkan langkahnya saat kedua tangan Zia akan melingkarkan kedua tangannya ke pinggang lelaki itu.
Zia melotot saat tangannya tak langsung bisa mengapai tubuh kekar Abigail.
"Kenapa? I'm your girlfriend?" tanya Zia memastikan. Kedua mata Zia menatap tajam Abigail.
Dengan cepat Abigail menggelengkan kepalanya pelan.
"Sorry Zia. Kamu lupa? Atau emang mau melupakan? Kedekatan kita hanya sandiwara saja," ucap Abigail lantang lalu berjalan lagi meninggalkan Zia yang berdiri mematung di tempat yang sama.
Zia menatap ke bawah menahan air matanya keluar dari kedua kelopak matanya. Inikan penilakan tegas Abigail? Mencintai sendirian itu ternyata menyakitkan sekali. Tidak ada effort, tidak ada feed back.
Zia membalikkan tubuhnya dan berteriak dengan sangat keras sekali.
"Tega kamu, BI!! Bisa kamu permainkan perasaanku!! Kamu anggap aku wanita apa?!" teriak Zia lantang penuh emosi.
Air matanya terus luruh jatuh ke pipinya. Zia memang tidak pernah lupa akan perjanjian akan kedekatan hubungan mereka. Zia pikir trik ini bisa di pakai untuk merebut hati Abigail yang begitu dingin dan beku. Nyatanya, sama sekali tidak.
Abigail berpura -pura tak mendengar dan terus berjalan ke arah rumahnya yang tinggal beberapa langkah lagi. Soal Zia? Abigail tak memiliki rasa apapun terhadap gadis itu. Walaupun gadis itu lebih unggul dari Dara untuk hal lainnya.
"Abi pulang ...," ucap Abigail yang langsung naik ke atas menuju kamar tidurnya.
"Zia mana Bi? Kok belum pulang?" tanya Nita celingukan mencari sosok Zia yang biasa ngintil di belakang Abigail.
"Ada dibelakang," jawab Abigail singkat.
"Mana? Gak ada," ucap Nita bingung.
Arga langsung bergerak menuju pintu dan membuka pintu untuk melihat keberadaan Zia. Maklum, Martin menitipkan Zia pada Arga. Mau tidak mau, Arga harus tetap ikut menjaga Zia apapun situasinya.
***
Dara sudah merebahkan tubuhnya di kasur sambil memainkan ponselnya. Nomornya sudah lama ganti dan Dara tidak memiliki satu pun nomor -nomor teman -teman lamanya dulu.
Dara pun menjadi orang baru di negara ini. Semua media sosial Dara juga di hapus akunnya oleh Lio.
Cekrek ...
Dara mengambil foto dirinya yang sedang berada di atas kasur. Wajahnya tidak seceria dulu saat ia masih tinggal di Indonesia. Mnecoba menata hati, ternyata hari ini Dara harus melihat sesuatu yang lebih menyakitkan dari kejadian dua tahun lalu.
"Kenapa harus cemburu sama Kak Zia? Toh, Dara dan Kak Abi tidak ada hubungan apapun," ucap Dara lirih sambil mengunggah fotonya di salah satu aplikasi media sosialnya dengan caption ''I Need a Friend to chat.'
Tak membutuhkan waktu lama, tap love dan beberapa komentar manis langsung memenuhi kolom komentar tersebut. Notifikasi seketika banjir.
Ting!
"Hai manis belum tidur? Ngobrol yuk."
"Wajahnya teduh amat, lagi galau ya."
"Yuk mojok dimana nih?"
Dara hanya membaca dan menscroll sampai bawah tapi tak ada satu pun komentar yang membuatnya ingin membalas ocehan tersebut.
"Lihat kamu seperti menghafal rumus matematika."
Satu akun baru masuk ikut berkomentar di kolom komentar Dara dan langsung meminta pertemanan di media sosial tersebut.
Kata -kata itu begitu aneh dan membuat Dara penasaran. Dara membalas komenatr tersebut.
"Rumit dong!"
"Sangat."
"Memang suka matematika?"
"Suka banget."
"Rumus kuadrat sempurna apa?"
"Ini, ax²+bx+c=0. Betul gak?"
"Betul."
"Kamu tahu rumus baru gak?"
Dara membaca balasan komentar itu samabil tertawa kecil. Rumus apa yang tidak di ketahui Dara. Secara hampir semua rumus matematika ia kuasai dengan baik.
"Rumus apa? Baru denger ada rumus baru."
"Rumus cinta sempurna itu apa?"
"Hemm ... Ini bukan rumus matematika. Konsepnya rumus matematika."
"Rumus cinta sempurna juga perhitungannya dari rumus matematika. Biasanya jodohnay akan muncul."
"Oh ya? Mau tahu dong."
"Pecahkan sendiri ya. a²=ab+ad."
" ....?"
"Coba dulu. Jangan nyerah. Selamat ngulik rumus."
Akun itu pun seketika langsung offline dan Dara masih membaca rumus aneh itu.
Abigail tersenyum kecut. Ia merasa hidupnya di permainkan. "Kenapa aku masih memikirkannya?" ucap Abigail melemah.
Semua terjadi karena dua tahun lalu. Saat lomba olimpiade matematika itu sudah selesai. Abigail menelepon Dara. Kebetulan Dara pergi bersama Dimas dan ponselnya tertinggal di mobil Dimas, sedangkan Dara sedang belanja di minimarket.
"Dara ... Selamat ya," ucap Abigail penuh semangat saat itu. Padahal ia masih merasakan sakit karena masa penyembuhan dari alergi yang kambuh.
"Ini Dimas bukan Dara. Tolong jangan ganggu Dara lagi. Dara milik Dimas," pinta Dimas tegas.
"Dimas? Gak salah?" tanya Abi penasaran.
"Gak salah. Kita sudah beberapa bulan jadian. Memang Kak Abi gak tahu kabar bahagia ini?" ucap Dimas denagn anda sombong.
"Tahu. Terus kenapa? Ini moment bahagia untuk Dara. Hanya ingin mengucapkan selamat saja, apa itu salah?" ucap Abi tegas.
"Salah. Karena Dimas pacar Dara. Dimas berhak membatasi pertemanan Dara dnegan siapapun!" ucap Dimas lantang dan menutup ponsel Dara lalu menghapus semua isi chat dan panggilan dari Abigail agar Dara tidak tahu.
Sejak saat itu, Abigail kacau. Abigail yang tak bisa melupakan Dara, cinta sejatinya sempat terpuruk dan mengurung diiri di kamar. Hidupnya hanya belajar dan belajar tanpa mau berinteraksi dengan orang lain.
Zia adalah gadis ceria yang selalu menaruh perhatian lebih untuk Abigail. Zia berusaha mengembalikan keceriaan Abigail dengan mengajak bicara dan menjadi teman baik.
Abigail memegang ponselnya dan terus menatap beberapa foto Dara yang terlihat semakin cantik dan dewasa.
"Kamu masih bersama Dimas? Sampai tega bialng bahwa kita tidak kenal? Itu sangat menyakitkan hatiku Dara ..." ucap Abigail lirih.
Abigail menutup kembali ponselnya dan mulai memejamkan kedua matanya.