Bab 9 Pengalaman Pertama
Bab 9 Pengalaman Pertama
"A-apa yang kau lakukan." Susan memaksa tubuhnya menjauh walaupun pria itu masih memeluknya pinggangnya dengan erat.
Ya, sudah satu minggu sejak dia bertemu dengan pria ini. Dan beberapa jam lalu, mamanya tiba-tiba bersorak gembira memberitahunya bahwa pria ini kembali menyewanya dan memintanya ke tempat ini lagi. Tempat terakhir kali dia tertidur dengan keadaan pingsan saat itu.
Usahanya kemudian berhasil, wajah pria itu menjauh dari telinganya. Hal itu membuat Susan sedikit bernapas lega. Susan mendengar desahan lelah dari sampingnya. Dia tidak tau pria itu sedang berekspresi apa saat ini. Jadi, percuma bukan walaupun wajahnya menghadap pria itu, tetapi dia tetap tidak bisa melihat apapun.
"Apa kau baru pulang bekerja?" tanya Susan mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Hmm," balas Tora dengan deheman.
Susan tiba-tiba merasa tidak enak. Dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Susan kemudian bertanya, "apa di sini ada dapur?"
"Ya, ada di ujung ruangan. Kenapa?" Tora mengernyit bingung. Tidak mungkin bukan gadis ini akan memasak dengan keadaannya yang seperti ini.
"Kau bisa mandi lebih dulu. Aku bisa memasakkanmu sesuatu untuk kau makan." Susan berujar dengan tenang.
"Kau..."
"Tenang saja, aku tidak akan membuat hotel ini mengalami kebakaran, jika kau menunjukkan detail letaknya." Susan tersenyum tulus, berusaha membuat Tora percaya.
"Aku tidak bermaksud menyinggungmu," ucap Tora berharap Susan tidak tersinggung dengan apa yang dimaksudnya.
"Tidak. Tidak. Aku mengerti," ucap Susan.
Tora menganggukkan kepalanya, walaupun dia tahu Susan tidak akan melihatnya, tetapi dia tetap melakukannya.
"Baiklah, ayo. Aku akan memberitahumu letaknya." Tora berdiri terlebih dulu, dan memeluk pinggang Susan untuk membawanya ke arah dapur.
"Aku...." Susan berusaha melepas tangan Tora yang ada di pinggangnya. Dia merasa sedikit tidak nyaman.
"Ayolah, aku hanya ingin membantumu," ucap Tora semakin mengeratkan pegangan tangannya di pinggang gadis itu.
Susan kemudian mengangguk, tidak bisa menolak lagi. Lagipula jika dia menolak bagaimana dia akan mengetahui letak dapurnya. Saat berada di dapur, dengan lihai Tora menjelaskan letak kompor, wastafel, dan semua yang ada di sana. Dia membawa Susan ke tempat-tempat yang sedang dijelaskannya, sehingga Susan bisa langsung menyentuhnya. Hal itu juga membuat Susan cepat hapal dan mengerti, jadi Tora tidak perlu memberitahunya berulang kali.
Setelah selesai menjelaskan semuanya, Tora pamit ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang terasa sedikit lengket. Tetapi belum satu langkah ucapan Susan membuat langkahnya terhenti.
"Om, kau belum menunjukkan letak kulkasnya." Susan terdengar ragu-ragu.
Tora lantas mendekat, dan mendengus di depan Susan. "Aku sudah bilang bukan, jangan memanggilku om. Aku bukan om-om dan bukan juga om mu."
Wajah Susan seketika berubah, ekspresinya memperlihatkan rasa bersalah. "Maafkan aku. Apa aku harus memanggilmu Pak?" tanya Susan memastikan.
"Tora. Panggil aku Tora, Susan." Tora mengatakannya dengan tegas. Tetapi tangannya mengelus pipi chubby Susan dengan sangat lembut. Oh, astaga. Ada apa dengannya, setiap kali dia melihat wajah Susan, dia sangat ingin merasakannya.
Tetapi kemudian Susan mundur, membuat tangan Tora menggantung di sana. Tora menyunggingkan senyum khasnya. "Baiklah, aku akan mandi dulu," ucapnya berbalik lagi.
"Kau belum memberitahuku letak kulkasnya," ucap Susan buru-buru.
"Kulkasnya tepat berada di sampingmu," ujar Tora dan langsung pergi dari sana.
Susan menganggukkan kepalanya. Tanpa membuang waktu, gadis mungil itu mulai menyiapkan bahan-bahannya dengan meraba isi kulkas dengan perlahan. Dia berniat akan membuat pasta, semoga saja pria itu menyukainya.
Susan memang sudah terbiasa melakukannya. Di rumah di selalu memasak untuk ibunya. Tidak peduli dengan matanya yang sudah tidak bisa melihat, tetapi dia yakin, dia bisa melakukannya. Matanya tidak akan menghalanginya untuk melakukan sesuatu yang di sukainya. Ya, Susan suka memasak dan dia sangat pintar memasak.
Beberapa menit berkutat dengan alat-alat dapur, dan berada di depan kompor membuat Susan banjir keringat. Walaupun nyatanya dia hanya memakai dress di atas paha tanpa tali di bahunya, tetap saja dia berkeringat di depan kompor.
Saat ini makanannya sudah siap dan sudah tersaji di atas meja. Dia bisa menghapal letak semua tempat itu hanya dengan penjelasan Tora. Dan itu memang salah satu keahliannya.
Tidak lama setelah itu, Susan mencium bau sabun tepat di depannya. Untuk memastikan apakah itu Tora, Susan mengangkat tangannya dan mencoba meraba apa yang saat ini di depannya.
Tiba-tiba dia menarik tangannya dengan cepat, ketika merasakan sebuah pahatan yang masih basah. Itu pasti dada Tora. Kenapa pria itu tidak memakai baju, gerutu Susan dalam hati.
Tora mengabaikan wajah Susan yang memerah. Matanya lebih fokus pada makanan yang kini berada di meja bar.
"Apa kita bisa langsung memakannya?" tanya Tora yang diangguki oleh Susan.
Tora membantu Susan untuk duduk di sebelahnya. Menyantap masakan yang dibuat oleh Susan dalam diam.
"Kau sangat..."
Perkataan Tora terhenti ketika dia mendapati Susan yang sudah terlelap di samping makanannya yang belum habis. Tora sedikit terkejut dengan hal itu, karena dia pikir gadis itu diam untuk menikmati makanannya. Tetapi justru dia tidur dengan bumbu pasta yang menempel di bibirnya.
Tora sedikit membasahi tenggorokannya. Hal yang begitu sederhana dari gadis itu sudah membuatnya terangsang. Bagian bawahnya bahkan sudah mengeras hebat, dan terasa sedikit ngilu.
Menepis hal itu, dia segera berdiri dan mengangkat gadis itu perlahan. Dia membawanya ke arah kamar yang sudah tidak asing lagi baginya. Kamar hotel ini memang khusus dibelinya untuk dirinya sendiri. Untuk hal-hal seperti ini tentu saja.
Tora lalu membaringkan tubuh Susan di atas ranjang dengan pelan. Bukannya menjauh, tetapi Tora justru memposisikan dirinya di atas tubuh Susan.
Demi Tuhan, dia sudah tidak tahan lagi. Semakin lama dia memandang wajah bulat Susan, maka gairahnya semakin terbakar. Hasratnya sebagai laki-lagi meningkat lebih besar saat melihat wajah gadis mungil ini.
Tangannya kemudian mengelus pipi Susan, menjauhkan rambut gadis itu yang menutupi sebagian wajahnya. Tangannya kemudian turun ke arah bibir tipis Susan, mengelusnya dengan pelan. Bumbu pasta masih menempel di bibirnya, dan dengan gerakan pelan Tora mendekatkan wajahnya hingga dia bisa melumat bibir tipis yang sudah menggodanya itu.
Lidah Tora menjilatnya. Tetapi karena tidak tahan lagi, dia melahap bibir tipis Susan dengan mulutnya. Saat lidahnya masuk ke dalam mulut Susan, dia merasakan bumbu pasta dan rasa manis yang bercampur menjadi satu. Sangat nikmat.
Saat gairah sudah menguasainya dia tidak bisa berpikir lagi. Tangannya mulai meraba bahu Susan yang tidak tertutupi apapun. Perlahan tangannya semakin turun dan sampai pada bukit yang masih berlapis kain. Tora meremasnya, masih terasa sangat padat dan kenyal.
Kakinya juga tidak tinggal diam, dia menyisipkan sebelah kakinya untuk membuat kaki Susan terbuka. Tangannya kini sudah beralih ke paha mulus Susan. Dia meremasnya dengan keras yang kemudian membuat Susan melenguh.
Tora menjauhkan wajahnya, karena merasa Susan terbangun dari tidurnya. Terbukti dengan tangan gadis itu yang mencoba menjauhkan tangan Tora dari pahanya dan merapatkan kakinya.
Tapi tidak, Tora menahannya.
"A-apa yang kau lakukan," ucap Susan gugup. Bahkan dia sedikit ketakutan.
"Aku sudah tidak bisa menahannya. Kau sudah membuatku tidak fokus akhir-akhir ini. Dan aku ingin kau bertanggung jawab karena hal itu." Tora berbisik serak tepat di telinga Susan. Dia juga menjilat lubang telinga Susan yang membuat gadis itu merasa geli.
"Tapi aku belum siap," cicit Susan. Suaranya terdengar seperti akan menangis.
Tora segera mengelus kepalanya mencoba menenangkan. "Aku akan pelan-pelan." Tora meyakinkan.
Sebelum Susan menjawab Tora lebih dulu mengulum bibir Susan, melumatnya dengan perlahan. Susan sedikit menjerit ketika Tora dengan sengaja menggigit bibir bawahnya, dan hal itu dimanfaatkan Tora untuk memasukkan lidahnya ke dalam mulut Susan. Dia membelit lidah Susan, mengajaknya beradu di dalam sana.
"Balas ciumanku Susan," ucap Tora di sela-sela ciumannya.
Susan mengikuti perintahnya. Dia menghisap bibir tebal Tora, membelainya dengan lidahnya. Tangan Tora tidak tinggal diam, dia meremas payudara Susan dengan keras.
"Hmm." Susan menggeram kecil. Dia merasakan sakit ketika remasan Tora cukup kuat.
Susan kemudian merasakan tangan Tora meraba pahanya, menaikkan dress yang dikenakannya. Karena merasa kesulitan Tora sedikit bangkit dan dengan cepat merobek dress yang dipakai oleh Susan.
Saat Susan ingin protes, Tora lebih dulu melumat bibirnya lagi. Kali ini pria itu melakukannya dengan kasar, sehingga Susan juga sedikit kewalahan untuk membalasnya. Di sela-sela ciumannya, tangan Tora bergerak untuk melepas kaitan bra yang ada di punggung Susan. Setelahnya, Tora melempar benda itu menjauh dari tubuh Susan.
Tangannya kemudian menangkup sebelah payudara Susan. Meremasnya dengan pelan dengan bergantian. Tidak lupa dia juga kadang mencubit puting kecil Susan yang berwarna merah muda.
"Aah..."
Tora menekan tubuh bawahnya ketika mendengar desahan kecil dari mulut Susan. Dia ingin Susan tahu bahwa di bawah sana, dia sudah tidak bisa menahannya lagi.
"Kau merasakannya? Aku sudah menahannya selama seminggu ini. Dan kali ini, aku tidak akan menundanya lagi." Tora berucap suara yang sangat dalam di samping telinga Susan.
Tangannya bergerak pelan semakin bawah, dia memutar jari-jarinya di pusar Susan. Melakukannya dengan sengaja agar membuat Susan semakin bergairah. Tangannya kemudian beralih ke paha Susan, bergerak ke atas hingga kini berada di antara paha Susan. Dia meraba pelan daerah sensitif Susan, dan menekan satu jarinya di sana.
"Aahh... Jangan a-aku ma...lu." Susan berusaha menghentikan tangan Tora di sela-sela desahannya.
"Kau sudah sangat basah sayang. Biarkan aku melihatnya," ucap Tora.