Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 Pertemuan Kedua

Bab 8 Pertemuan Kedua

"Huuh." Tora mendesah frustasi saat dia baru saja masuk ke dalam ruangannya. Dia melonggarkan dasinya dengan perasaan yang jengkel. Setelahnya dia membuka jasnya dan melemparnya dengan kasar ke arah sofa yang ada di ruang kerjanya.

Sejak dia berada di ruang rapat pikirannya terasa tidak tenang. Fokusnya bahkan hilang selama rapat berlangsung. Marvin, sekretarisnya pun beberapa kali harus menyadarkan dirinya yang melamun.

Kepalanya kemudian menunduk, menatap ke arah belahan pahanya yang saat ini menggembung. Tidak. Tidak. Hal itu bahkan sering terjadi akhir-akhir ini. Setelah pertemuannya dengan gadis mungil beberapa hari lalu, dia merasa resah yang tidak beralasan di dalam hatinya. Rasa tidak terpuaskan lebih tepatnya.

"Sial!" umpatnya kesal. Dia sudah berusaha menahannya, tetapi bayangan-bayangan kotor itu selalu menempeli pikirannya.

"Kau harus membayarnya nona kecil." Tora menggeram dengan suara seraknya. Tangannya kemudian merogoh saku celananya, mengambil ponselnya dan mencari nomor seseorang.

Sebelum dia berhasil menemukan nomor tersebut, tiba-tiba suara ketukan pintu dari luar menghentikan jarinya yang sedang bergulir di layar ponsel.

"Masuk!" perintahnya sambil menatap ke arah pintu.

"Pak, Tuan Haryono sudah menunggu anda di ruang rapat," ucap Marvin saat dia berada di depan Tora. Tubuhnya sedikit membungkuk tanda kehormatannya kepada Tora.

Tora menganggukkan kepalanya sekali. "Bawa dokumen yang ada di atas mejaku," ucapnya sambil berdiri dari duduknya. Dia memperbaiki dasi dan memakai jasnya kembali.

Setelahnya dia melangkah keluar dari ruangannya. Tetapi sebelum dia mencapai pintu, langkahnya tiba-tiba terhenti membuat Marvin yang ada di belakangnya refleks ikut berhenti. Tora kembali mengambil ponselnya, mengetikkan sesuatu dan menekan tanda send tanpa ragu. Setelah pesan itu terkirim, dia menyeringai puas, dan bergumam, "aku tidak akan membuatmu menghindar kali ini."

Lalu setelahnya dia kembali melanjutkan langkahnya. Marvin yang tepat berada di belakangnya hanya bisa mengerutkan kening. Bingung dengan sikap bosnya beberapa hari ini. Tetapi kemudian dia menggelengkan kepalanya, tidak ingin memikirkan hal-hal aneh tentang bosnya.

Saat Tora sampai di ruang rapat, seorang pria paruh baya sedikit tersenyum melihat kedatangannya. Pria itu segera berdiri dan menjabat tangan Tora sebagai sikap formalitas. Sedangkan Tora, tanpa perlu basa basi lagi dia melangkah ke ujung meja dan berdiri dengan tegap di sana untuk memulai mempresentasikan bisnis baru yang akan dibuatnya.

Rapat kali ini berjalan dengan sangat lancar. Tora sendiri memaksa pikirannya untuk tetap fokus di tempat ini. Dan dia berhasil melakukan itu, walaupun kadang bayangan itu terus terlintas, tetapi dengan cepat dia menepisnya. Dia tentu tidak akan menghancurkan bisnisnya demi selangka wanita.

"Pak Haryono terlihat sangat puas dengan apa yang anda usulkan, Pak." Marvin berucap dengan semangat ketika mereka keluar dari ruang rapat.

Tora menyunggingkan sudut bibirnya. "Harusnya memang begitu."

Ya, tidak ada alasan bagi pria paruh baya itu untuk menolak rencana briliant yang sudah dipersiapkannya. Dia sangat percaya pada kemampuannya, dan dia juga sangat yakin tidak ada yang bisa menolak semua rencana dan keinginannya. Ya, tidak ada yang bisa menolaknya, tidak terkecuali gadis mungil yang selalu menganggu pikirannya itu.

Berbicara mengenai gadis mungil yang dia ketahui bernama Susan, Tora teringat dengan sesuatu. Pria itu tersenyum miring memikirkan apa yang akan di lakukannya. Tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, Tora mempercepat langkahnya dan melewati ruang kerjanya.

"Pak, anda mau ke mana? Jadwal anda siang ini akan bertemu dengan klien kita dari luar negeri." Marvin segera mengejar Tora dan berjalan di samping pria dingin itu.

"Batalkan."

Hanya satu kata yang keluar dari mulut Tora, dan itu membuat Marvin kelabakan. Pasalnya kliennya ini sangat penting dan mereka jauh-jauh datang kesini dari luar negeri untuk bertemu dengan bosnya.

"Tapi, Pak...," ucapan Marvin tiba-tiba terputus karena Tora yang sudah masuk ke dalam lift dan menutup pintu lift dengan cepat. Marvin mengumpat kesal. Ingin rasanya dia memaki bosnya itu. Tetapi jangankan memaki, berbicara dengan suara yang lebih keras saja sudah membuat bosnya itu melotot ke arahnya.

Marvin hanya bisa menghela napasnya. Dia berbalik dan berjalan ke arah ruangannya. Melakukan perintah yang sudah dikatakan oleh bosnya. Di lain tempat, Tora kini sudah berada di dalam mobilnya. Mengendarai mobil itu keluar dari area perusahaan, melaju dengan cepat membelah jalan raya.

Setelah kurang lebih tiga puluh menit lamanya, dia sampai ke tempat tujuannya. Sebuah bangunan mewah yang bertingkat, Tora menyewa salah satu kamar di tempat itu, dan tempat itulah satu-satunya tujuan Tora saat ini.

Saat sampai di depan kamarnya, Tora menggesek kartu khusus miliknya untuk membuka pintu. Kakinya kemudian melangkah masuk ke dalam ruangan, saat dia baru saja sampai di ruang tamu, Tora sudah di sambut oleh seorang wanita yang sedang duduk dengan tenang di sofa ruang tamu.

Sebenarnya dia belum pantas disebut wanita, dia lebih pantas disebut sebagai seorang gadis. Ya, gadis mungil yang berpenampilan seperti wanita penggoda. Dress di atas paha dan tanpa lengan. Bukankah itu terlihat seperti penggoda.

Tentu saja. Karena Tora pun sudah berhasil tergoda oleh gadis itu sekarang. Tora tersenyum miring, dan mendekat ke arah gadis itu tanpa membuat suara dari langkah kakinya. Saat dia berada tepat di depan gadis itu, dia sengaja berdehem dengan keras dan membuat gadis itu terkejut.

"Apa kau sudah lama menunggu?" tanya Tora mengabaikan gadis itu yang masih belum sadar dari keterkejutannya.

"Kau membuatku terkejut," protes gadis itu yang membuat Tora terkekeh kecil.

"Sengaja," ucap Tora membuat gadis itu mendengus.

Tora kemudian duduk di sebelah gadis itu, tanpa membuat jarak diantara tubuh mereka.

Hal itu membuat gadis itu sedikit menggeser tubuhnya, agar tidak bersentuhan dengan tubuh Tora. Tetapi percuma saja, karena Tora kembali mendekat dan memeluk pinggangnya dengan keras sehingga dia tidak bisa bergerak.

"Kamu sudah makan siang?" tanya Tora mencoba berbasa basi. Sangat bukan karakter Tora yang sebenarnya. Gadis itu menggeleng. "Mama memintaku cepat kemari, tidak membiarkan aku makan sedikit pun," ucap gadis itu polos.

"Kebetulan, aku juga belum makan," ucapnya sambil menatap wajah bulat di depannya.

"Aku tidak bertanya." Gadis itu menepis kasar tangan Tora dan memalingkan wajahnya.

Tora tidak membalas. Mata tajamnya memperhatikan wajah gadis itu dari samping. Lama menatapnya membuat Tora tidak sadar kini kepalanya semakin mendekat ke arah wajah gadis itu. Dia sedikit menggeser kepalanya hingga bibirnya kini tepat berada di telinga gadis itu.

"Aku juga sangat lapar Susan," bisiknya dengan suara seraknya. Wajah Susan berubah tegang mendengar bisikan pria yang pernah ditemuinya seminggu lalu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel