Bab 4 Sial
Bab 4 Sial
“Atau kau memang tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk menerimaku di dalammu?!”
Seketika tubuh Susan membeku mendengar suara berat nan dalam itu. Jadi, sejak tadi dia tidak berjalan ke arah pintu, tetapi justru kaki sialannya ini membawanya ke arah orang yang akan dihindarinya.
‘Sekarang kau tidak bisa ke mana-mana Susan!’ rutuk Susan yang masih tidak bergerak dari posisinya.
“Lihat, kau bahkan sudah mulai menggodaku.” Tora menatap tajam wajah putih Susan. Dia bisa melihat mata bulat dengan warnanya yang coklat, ditambah lagi dengan alisnya yang sedikit tebal. Jangan lupakan bibir tipis gadis itu yang berwarna merah yang sengaja dipoles oleh lipstik.
Susan lantas menjauhkan tangannya dengan gerakan cepat dari dada pria yang tidak diketahuinya itu. Ya, dia yang mengira tangannya menyentuh dinding keras nyatanya adalah dada bidang pria asing yang membawanya ke kamar ini. Pantas saja dia merasakan ada kotak-kotak yang beraturan, bukannya dinding yang sengaja dibuat untuk dekorasi ruangan seperti yang ada di pikirannya..
“Apa maksudmu!” ucap Susan tidak terima dan sedikit menjauhkan badannya. Hidungnya sedikit terganggu dengan bau sabun yang menguar dari tubuh pria itu.
“Oh, ya. Aku lupa jika kau tidak bisa melihatnya.” Tora tersenyum sinis melihat wajah Susan yang menjadi memerah karena ucapannya.
Susan tidak membalas. Bahkan tidak berniat untuk itu. Ucapan pria itu memang fakta, dan bertahun-tahun dia sudah menerima keadaannya. Tetapi ketika ada orang yang sengaja mengatakannya, kenapa hatinya begitu sakit seakan tidak setuju dengan fakta itu. Hatinya terasa penuh, seperti ditekan kuat oleh benda berkarat yang bisa menggoresnya.
“Apa yang akan kau lakukan?!” Susan bergerak mundur ketika mencium bau sabun yang mendekat ke arahnya. Ekspresi wajahnya berubah menjadi was-was.
“Menurutmu apa yang akan aku lakukan, hmm?!” Tora semakin melangkah mendekat, membuat gadis yang hanya sebatas dadanya itu mau tak mau juga memundurkan badannya.
Napas Susan tercekat. Dalam kepalanya sudah terbayang apa yang akan dilakukan oleh pria itu. Seketika badannya terasa dingin ketika membayangkan seoarng pria tua yang akan mengambil mahkotanya. Susan menggelengkan kepalanya kuat. Tidak. Dia tidak ingin badannya disentuh oleh siapapun, tidak terkecuali oleh pria yang saat ini bersamanya.
“Om, Saya mohon, saya tidak bisa melakukan ini. Anda bisa mencari wanita yang lebih berpengalaman dari saya,” ucap Susan berubah formal, berharap pria itu mengasihaninya. Dia berusaha keras agar suaranya tidak terdengar bergetar karena ingin menangis.
“Aku lebih suka gadis yang polos.”
Susan menelan salivanya sulit. Dadanya sudah bergemuruh mendengar perkataan pria itu. Sungguh, dia belum siap melakukannya dan mungkin tidak akan pernah.
Tiba-tiba Susan menjatuhkan badannya, membungkuk hingga dahinya bersentuhan dengan lantai.
“Om, saya benar-benar memohon, jangan lakukan itu. Saya akan melakukan apa pun jika om tidak melakukan itu kepada saya. Saya berjanji.” Suara Susan berubah serak karena tidak bisa menahan tangisnya lagi. Dia bersujud tepat di depan kaki Tora yang refleks terhenti karena gerakan mendadaknya. Entahlah, dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain memohon agar pria itu tidak menyentuhnya. Dia sudah merasa jijik dengan bayangan-bayangan pria tua itu yang akan menyentuh seluruh tubuhnya.
Tora lantas berjongkok, dia hanya menatap bahu gadis mungil itu yang sudah bergetar, tanpa berniat untuk membantunya untuk bangun.
“Kau tidak perlu berjanji untuk apa pun. Lakukan saja tugasmu malam ini dengan baik.”
Tubuh Susan semakin berguncang mendengar perkataan dingin dari Tora. Tetapi, untuk apa seorang Tora peduli dengannya.
“Untuk apa aku mengeluarkan uang untuk menyewamu jika kau tidak ingin melayaniku,” lanjut Tora tanpa menghilangkan nada dingin di setiap perkataannya.
“Tidak bisakah kau bisa menganggapnya sebagai rasa kemanusiaan.” Susan bangun dari sujudnya dan sedikit berteriak karena amarah yang tiba-tiba muncul di hatinya. Bahkan ucapannya tidak lagi seformal sebelumnya. “Apa kau akan tega menyetubuhi seorang gadis buta yang tidak berdaya sepertiku?! Apa kau tidak punya hati?!”
Sebelah bibir Tora terangkat, membentuk senyum sinis ketika mendengar luapan amarah gadis di depannya.
“Dan kau pikir aku peduli?!” Nada bicara Tora berubah tajam. “Aku hanya mengeluarkan uang untuk menyewamu agar bisa memenuhi kebutuhan hasratku. Bahkan jika kau tidak memiliki kaki dan tangan, kau harus tetap melayaniku.”
Ekspresi Susan seketika berubah. Wajahnya memerah dengan tatapan kebencian. “Kau! Kau pria tua jahat. Tidak tahu malu! Pria bejat!” Susan berteriak keras sambil menggerak-gerakkan tangannya mencoba mencari wajah Tora, berniat mencakarnya. Dia tidak habis pikir, kenapa pria itu sangat kejam. Tidak hanya perkataan dinginnya setiap kali berbicara, bahkan sikapnya pun benar-benar mencerminkan pria yang sangat buruk, pikir Susan.
Tora lantas sedikit menjauh ketika tangan gadis itu hampir saja menggapai wajahnya. Gadis itu tidak lagi mengeluarkan air mata, tetapi aura kebencian yang benar-benar sudah tidak bisa ditahannya.
Dengan sekali gerakan, Tora dapat menangkap tangan gadis itu dan dengan segera mengangkat tubuhnya dan membawanya ke arah ranjang. Tora mengabaikan tubuh gadis itu yang mencoba untuk berontak. Tetapi tidak, bagaimana dia bisa melawan tenaga Tora yang sangat berbeda jauh dengan kekuatan tubuhnya yang kecil.
“Lepas! Lepaskan aku brengsek!” Susan menggeliat mencoba melepaskan tangan kekar nan besar yang merengkuh tubuh kecilnya. Sungguh, dia benar-benar panik saat ini. Dia sangat ketakutan jika bayangan-bayangan yang sejak tadi di pikirannya akan menjadi kenyataan. Tidak. Dia tidak akan membiarkannya terjadi.
“Diam!” Tora mendesis tajam.
Susan menggeleng keras dengan air matanya yang kembali keluar dengan deras. “Tidak. Tidak. Aku tidak…. AAAA”
Tora membanting tubuh mungil Susan ke atas ranjang dengan keras dan dengan cepat menindihnya, hingga membuat gadis itu berteriak karena kaget.
“Tolong om, jangan laku—“
“Berhenti memanggilku om. Aku bukan om-mu,” potong Tora yang membuat Susan diam seketika.
Susan mengangguk pelan, dan berkata, “baiklah, aku tidak akan memanggilmu om. Tetapi tolong lepaskan aku. Aku mohon, aku belum siap melakukannya.” Susan berbicara dengan suara yang melemah ditambah dengan suaranya yang serak karena dia kembali menangis.
“Tidak! Kau tetap harus melayaniku malam ini gadis kecil,” ucap Tora sambil mengelus pipi Susan dengan pelan. Tubuh bawahnya bahkan sudah sedikit menekan tubuh Susan yang sengaja ditindihnya.
Susan menggeleng keras. Air matanya kembali mengalir dengan deras. Mulutnya sudah tidak sanggup untuk mengeluarkan satu patah kata pun.
“Ssstt. Ini tidak akan sakit,” ucap Tora berbisik tepat di telinga kanan Susan. “Tidak. Tidak. Hanya sedikit sakit diawalnya saja,” lanjut Tora semakin menekan tubuh bawahnya.
Saat tangannya sudah berada di bahu gadis itu untuk menurunkan tali dress yang melekat di tubuhnya. Tiba-tiba ucapan gadis itu selanjutnya membuat Tora menggeram marah dengan wajah memerah.
“Aku… Aku sedang datang bulan.”