Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Pertemuan

Bab 3 Pertemuan

Susan sangat terkejut ketika mendengar suara pintu yang tiba-tiba terbuka. Setelah supir yang entah dia tidak tahu namanya itu membawanya pergi dari rumah. Dia kemudian dibawa ke tempat yang Susan pun tidak tahu di mana tepatnya. Hanya saja dia sempat masuk ke dalam lift tadi, cukup lama dan akhirnya supir itu membawanya ke sini, dan setelahnya pergi entah kemana. Susan pun tidak berniat untuk menanyakan hal itu.

Ya, faktanya bahwa dia tidak bisa melihat. Buta. Dia adalah gadis buta.

“Siapa di sana?!” ucapnya ketika mendengar suara derit pintu yang terbuka. Tangannya bertaut, sedikit bergetar karena takut dan gugup yang bercampur menjadi satu. Jangan-jangan hantu atau bisa saja penculik, atau bahkan pembunuh.

Membayangkan hal itu membuat Susan seketika merinding. Matanya bahkan sudah berkaca-kaca karena merasa takut.

Tiba-tiba derap langkah kaki terdengar mendekat ke arahnya. Susan semakin gemetar. Di dalam hatinya, tidak henti-hentinya dia meminta tolong pada Tuhan. Dia sadar tidak ada lagi yang bisa membantunya selain Tuhan.

Suara langkah kaki itu kemudian berhenti tepat di dekatnya. Bau parfum yang sangat lembut seketika menyeruak ke dalam indera penciumnya. Hampir saja dia pingsan karena aroma memabukkan itu jika saja tangan kasar dan besar tiba-tiba mengelus pipinya.

Refleks dia menghempas tangan besar itu menjauhi pipinya. Setelahnya, suara kekehan serak dan dalam terdengar di telinganya.

“Siapa kau?!” teriak Susan tidak bisa menahan tangisnya lagi karena merasa sangat ketakutan. Pipi yang sudah terpoles dengan make up, kini basah karena air matanya yang mengalir deras.

“Aku tidak mau tidur denganmu. Aku tidak ingin melayanimu. Aku juga tidak butuh uangmu…” Susan menangis sejadi-jadinya. Tangannya bergerak-gerak ke segala arah, mencoba meraih pria itu untuk memukulnya. Bahkan jika bisa dia akan mencakar wajah pria itu.

“Apa kau tidak malu dengan umurmu. Bagaimana mungkin kau akan menggauli anak kecil sepertiku?” Susan berteriak histeris mengeluarkan semua kekesalan dan kemarahannya. Mungkin sebelumnya dia bersyukur tidak bisa melihat seperti ini, karena dia akan terbebas dari tekanan mamanya untuk menjadi wanita malam. Tapi ternyata tidak, mamanya tetap melakukan niat awalnya di saat keadaannya bahkan seperti ini.

“Apa kau tidak lihat, aku ini buta? Kau tidak jijik hah?!”

“Aku mohon, lepaskan aku. Aku tidak bisa. Aku…” Susan tidak bisa melanjutkan ucapannya. Tangisnya kembali pecah mengingat nasib buruknya. Kenapa takdirnya sangat buruk seperti ini.

“Aku—”

Ucapan Susan terpotong saat tangan besar itu kembali menyentuhnya. Tapi kali ini tangan mungilnya di tarik hingga mau tidak mau dia berdiri karena tarikan itu.

“Kau akan membawaku ke mana?!” tanya Susan yang kembali ketakutan. Dia bahkan mencoba menarik tanganya dari tangan pria yang menariknya itu. Tetapi, tenaganya tidak mampu melawan tenaga besar dari pria asing itu.

Beberapa menit Susan menunggu, tetapi tidak ada jawaban apa pun yang di dengarnya. “Lepaskan aku!” teriak Susan saat mendengar pintu terbuka dan tertutup kembali, bahkan dia mendengar suara kunci yang mungkin jika dia menebak, pria itu sengaja mengunci mereka berdua di sebuah ruangan.

“Lepaskan ak—”

“Apa kau tidak bisa diam!” potong pria itu dingin.

Susan mematung, bagaimana pria itu bisa tiba-tiba berubah dalam sekejam. Beberapa menit lalu suaranya terdengar seksi di telinga Susan. Tetapi tiba-tiba berubah menjadi sangat dingin.

Baiklah Susan tidak bisa memungkiri bahwa suara pria yang menariknya ini terdengar seksi. Wajar bukan, walaupun tubuhnya mungil tetapi umurnya sudah sembilan belas tahun, jadi dia bisa membedakan hal-hal seperti itu.

Pria itu kembali menariknya dan sedikit mendorongnya hingga tubuhnya jatuh ke benda empuk yang diyakininya adalah kasur.

Sadar dengan pemikirannya, Susan lagi-lagi merasa takut. Dia sudah bersiap untuk protes, tetapi terpotong ketika lagi-lagi pria itu berujar dingin.

“Diam atau aku akan menyeretmu bersamaku saat ini juga.”

Benar saja. Susan seketika bungkam tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun. Tubuhnya bahkan tidak bergerak, masih dengan posisi terbaring karena dorongan pria itu.

Lama terdiam, tiba-tiba suara langkah kaki semakin menjauh dari pendengaran Susan. Refleks dia menghembuskan napasnya sedikit tenang. Mungkin pria itu berubah pikiran dan tidak akan menyentuhnya.

‘Syukurlah’ batinnya.

Tetapi kemudian suara cucuran air terdengar tidak jauh dari tempat Susan saat ini. Dia bisa pastikan bahwa pria itu sedang mandi saat ini. Mungkin dia baru pulang kerja dan ingin menyegarkan badannya, pikir Susan dalam hati.

Satu pikiran kemudian terlintas dalam kepala Susan. Apa yang akan di lakukan pria itu setelah selesai mandi?

Dengan gerakan cepat Susan duduk dengan tegak di kasur itu. Apa pria itu akan melakukan ‘itu’ kepadanya setelah mandi?

Tidak. Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Dia harus segera pergi dari sini. Ya dia harus pergi.

Susan kemudian berdiri dari duduknya. Mengangkat kedua tangannya untuk meraba benda di sekitarnya. Jauh di lubuk hatinya dia sangat ingin cepat-cepat kabur dari tempat ini, terlebih dari pria bernada dingin itu. Dia sedikit takut dengan nada bicara pria itu, serak, dalam dan sangat dingin. Benar-benar tipe suara monster.

Susan terus melangkah dengan pelan, tangannya bergerak-gerak takut jika dia tiba-tiba menabrak sesuatu.

Dia hanya tidak tahu saja, bahwa pria yang dianggapnya seperti suara monster itu sejak tadi sudah melihat gerakannya. Tangan pria itu terlipat di depan dada sambil bersandar di daun pintu kamar mandi. Dia memperhatikan jalan Susan yang sedikit membungkuk, lebih terlihat seperti siput, sangat lamban.

Pria itu menggelengkan kepalanya. Membiarkan gadis mungil itu berjalan ke segala arah. Bagaimana dia bisa mencapai pintu jika arahnya saja tepat ke arah sang pria. Benar-benar bodoh. Ada baiknya juga dia menyewa gadis buta, jadi dia tidak akan bisa kabur seperti yang di lakukan oleh gadis yang kini semakin mendekat ke arahnya.

Susan bergerutu kesal, karena tidak bisa menemukan pintu yang akan membawanya keluar dari tempat ini. Dia juga baru sadar pasti dia sedang berada di hotel saat ini. Bukankah pria-pria hidung belang selalu melakukannya di hotel.

Tidak menyerah Susan terus saja berjalan dengan tangannya yang sudah terasa pegal karena mencoba meraba benda di sekitarnya. Hingga tiba-tiba langkahnya terhenti, tangannya meraba sesuatu yang basah. Susan mencoba merabanya dengan kedua tangannya, dahinya mengernyit ketika benda itu terasa seperti pahatan kotak-kotak yang sedikit besar.

“Mungkin temboknya sengaja tidak diratakan,” ucapnya pelan bahkan terkesan berbisik. Dia kemudian lebih mendekat, masih mempertahankan tangannya pada benda berpahat itu.

Hingga saat tangannya meraba naik, dia merasakan sebuah getaran, lebih tepatnya adalah detakan. Susan lantas mematung, tidak mungkin bukan tembok bisa berdetak seperti detakan jantung manusia.

“Kau salah jalan nona.”

Suara itu, suara serak itu membuat tangan Susan berhenti bergerak meraba benda berdetak itu. Bahkan ucapan selanjutnya dari pria yang mengerikan itu membuat Susan membeku.

“Atau kau memang tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk menerimaku di dalammu?!”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel