Bab 14 Paksaan
Bab 14 Paksaan
"Hiks...hiks...." Susan meringkuk dengan tubuh yang masih polos di atas ranjangnya. Pria itu sudah pergi sejak satu jam yang lalu, meninggalkan Susan yang tidak berhenti nangis sejak kedatangannya. Susan mengusap seluruh tubuhnya dengan kasar, mencoba menghapus bekas sentuhan pria asing tadi.
Gadis itu merasa jijik, dan sangat kotor. Dia mengira mamanya akan puas jika dia sudah kehilangan keperawanannya. Tetapi dengan keegoisan wanita itu dia menjual tubuhnya pada om-om.
Susan kembali terisak mengingat tubuhnya telah dijamah oleh seorang om-om. Dia merasa kesal, kecewa dan sangat marah pada dirinya sendiri.
'Kenapa aku, Tuhan?!' batinnya berteriak.
Gadis itu kemudian bangkit, mengubah posisinya menjadi terduduk dengan kepala yang menunduk. Bahunya masih bergetar karena dia tidak bisa menghentikan tangisannya. Sedetik kemudian melempar semua barang yang ada di dekatnya untuk melampiaskan amarahnya.
"Apa yang kau lakukan?!" Suara seorang pria tiba-tiba menghentikan gerakan Susan yang melempar gulingnya hingga hampir mengenai lampu tidur kamarnya.
Susan diam. Dia mengenal suara itu. Gadis itu kemudian buru-buru meraba pinggir ranjang, mencoba untuk turun dari sana.
"Lucky... Lucky... Tolong aku, aku tidak ingin di sini. Tolong bawa aku pergi dari sini. Aku mohon," ucap Susan dengan cepat ketika dia tahu bahwa pria itu adalah Lucky, pria yang menemaninya di danau sekaligus supir yang diperintahkan Tora untuk menjemputnya.
Lucky dengan cepat mendekat ke arah Susan. Membawa gadis yang tidak mengenakan sehelai benang pun di tubuhnya itu kembali duduk di pinggir kasur. Sebenarnya Lucky sedikit risih melihat penampilan gadis itu sekarang. Dengan inisiatif di kepalanya, pria itu kemudian memungut selimut yang tergeletak di di lantai dan menutupi seluruh badan Susan dengan selimut itu.
"Apa yang terjadi denganmu?" tanya Lucky khawatir saat melihat Susan yang terlihat kesulitan saat berjalan berjalan tadi. Bukan hanya itu, dia bahkan mendengar ringisan kecil dari bibir gadis itu saat dia bergerak tadi.
"Aku mohon, bawa aku pergi dari sini. Aku tidak ingin di sini. Tolong bawa aku ke mana pun." Susan lagi-lagi terisak. "Mamaku meminta om-om untuk menghamiliku, pria itu tadi... Pria itu memaksaku... Dia...." Susan tidak bisa melanjutkan ucapannya, dia tidak bisa mengatakannya. Dan jujur saja dia tidak ingin melakukan itu.
Tiba-tiba tangan Lucky mengepal kuat, membuat buku-buku jarinya sedikit memutih.
Marah?
Ya, dia marah. Sangat. Dia tidak menyangka seorang ibu melakukan hal sekeji itu demi uang.
Tetapi Lucky juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak memiliki apa pun untuk membantu Susan. Bahkan kalaupun dia ingin, dia tidak bisa membawa Susan dalam keadaan seperti ini. Faktanya dia tidak memiliki rumah, Tora menempatkannya di rumah pria itu, lebih tepatnya di rumah kecil khusus untuk para karyawan yang bekerja untuk pria itu.
Saat Lucky ingin membuka suara, tiba-tiba Mama Lidya datang dan membuat Lucky mengurungkan niatnya untuk mengeluarkan suara.
"Kau bisa menunggunya di luar. Aku akan menyiapkannya dengan cepat." Mama Lidya berucap seolah Susan hanya barang yang akan dipaketkan. Lucky tentu kesal, tetapi lagi-lagi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Pria itu hanya mengangguk, dan mengikuti ucapan Mama Lidya untuk menunggu di luar.
Setelah Lucky tidak terlihat lagi, Mama Lidya mendekat ke arah Susan. Tanpa berkata wanita itu menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh polos Susan.
"Apa yang mama lakukan?" Kaget Susan dengan perlakuan Mamanya. Jejak air mata di pipinya masih terlihat jelas, bahkan saat ini dia berusaha untuk tidak menangis di depan mamanya. Dia masih ingat betul, mamanya tidak suka melihatnya menangis.
"Tentu saja mendandanimu," ucap Mama Lidya enteng tanpa beban.
"Mendandaniku? Aku tidak akan ke mana-mana Ma. Aku akan tidur sebentar lagi. Lagipula aku--"
"Siapa bilang kau akan tidur?" Potong Mama Lidya yang membuat Susan mengerutkan keningnya.
"Maksud Mama?"
Mama Lidya tidak menjawab, wanita itu justru terkekeh. Dia lalu membawa Susan berjalan ke arah meja rias. Memaksa gadis itu bergerak ketika dia mencoba untuk menolak tarikan mamanya.
Sebelum duduk di kursi yang ada di meja riasnya. Mama Lidya terlebih dulu membantu Susan memakai sebuah dress pendek, bahkan terlalu pendek saat dress itu melekat di tubuh mungil Susan.
Setelahnya dia menuntun Susan untuk duduk, dan mulai memoleskan sedikit make up di wajah gadis itu.
"Pria itu sedang menginginkanmu. Dan kamu harus ke tempatnya sekarang juga. Supirnya datang ke sini untuk menjemputmu."
Susan menahan napasnya. "Apa Mama menyetujuinya?" tanya Susan hati-hati. Jauh di lubuk hatinya dia ingin Mamanya akan mengatakan tidak. Tetapi ucapan Mamanya selanjutnya benar-benar membuat hatinya hancur, sehancur-hancurnya.
"Tentu saja. Dia bahkan sudah mentransfer uangnya."
Mendengar perkataan enteng yang keluar dari mulut mamanya, amarah Susan meluap, dan dengan sekuat tenaga dia menggebrak meja riasnya. Dia berdiri dengan wajah memerah, setelahnya dengan satu gerakan dia menghempaskan semua make up yang ada di atas meja riasnya.
Matanya mungkin tidak berfungsi lagi, tetapi ingatannya tentang letak semua makeup miliknya melekat dalam kepalanya.
"Apa mama tidak punya hati! Baru saja Mama menjualku kepada om-om, dan sekarang Mama ingin aku melayani pria itu lagi. Apa Mama gila, hah?!" Susan berteriak dengan marah. Bagaimana mungkin mamanya bisa seegois itu mengeksploitasi tubuhnya.
Mama Lidya yang mendengar teriakan Susan yang membentaknya. Wajah wanita itu seketika memerah karena marah. Dia lantas menarik bahu Susan menghadap ke arahnya dengan keras. Dan...
PLAK
"Beraninya kau membentak Mama, hah!" Mama Lidya menarik rambut panjang Susan dengan keras, sehingga membuat kepala Susan mendongak dengan paksa. Tak urung Susan juga meringis kesakitan karena kepalanya yang terasa sakit.
"Kau pikir kau siapa berani membentakku seperti itu!"
"Aku... Aku putrimu Ma," isak Susan. Dalam hati Susan merutuki air matanya yang keluar tanpa permisi. Dia benci dengan dirinya yang lemah.
"Aah... Sakit Ma." Susan memegang tangan Mamanya yang semakin menarik rambutnya.
"Kau pikir aku peduli, hmm. Kau pikir dengan kau menjadi putriku aku akan memanjakanmu?!" Mama Lidya berujar sinis di dekat telinga Susan. "Justru kau harus membayar semuanya. Kamar ini, makan yang kau makan, dan...,"
Susan tidak berani bergerak saat Mamanya menjeda ucapannya.
"Kau harus membayar kematian suamiku!" Mama Lidya mengucapkannya dengan desisan yang tajam dan menghempaskan kepala Susan.
"Ma, aku tidak pernah membunuh papa," ucap Susan lemah tanpa tenaga. Entah sudah berapa kali dia menjelaskannya, tetapi mamanya tetap tidak ingin menerimanya dan justru selalu menyalahkannya.
PLAK
"DIAM!" bentak Mama Lidya lagi-lagi menampar Susan untuk kedua kalinya. "Jangan menyangkalnya sialan!"
Mama Lidya menarik tubuh Susan agar kembali duduk di kursi meja rias. Tidak peduli lagi dengan isakan bahkan ucapan Susan. Sebelum dia melanjutkan kegiatannya untuk merias wajah Susan, dia kembali berkata dengan nada ancaman, "jangan pernah mencoba membantahku jika kamu tidak ingin aku benar-benar membawamu ke rumah bordir. Apalagi jika aku tahu kamu berniat untuk kabur dari sini, maka detik ini juga aku akan melemparmu kepada pria-pria tua di luar sana!"
Susan seketika bungkam dengan ancaman mamanya. Tidak tahu harus bereaksi apa dengan ancaman kejam itu. Haruskah dia menangis lagi. Tetapi bukankah sejak tadi dia sudah melakukannya. Lalu dia harus bagaimana.
Setelah cukup lama terdiam hingga Mama Lidya selesai merias wajahnya, dia tidak berniat memberontak lagi. Dia pasrah, benar-benar sangat pasrah kali ini.
"Baiklah, mama rasa cukup untuk membangkitkan gairah seorang CEO tampan," ucap Mama Lidya memuji penampilan Susan saat ini.
"Layani dia sebaik mungkin."
Susan tertawa di dalam hati. Mamanya memberi semangat seolah-olah dia akan mengikuti sebuah lomba.
Mama Lidya kemudian membawanya keluar dari kamar. Berjalan pelan menuruni tangga hingga sampai di depan rumah. Di sana Lucky sudah menunggunya, sebelum pria itu mendekat untuk menjemput Susan, Mama Lidya berbisik kecil.
"Jika dia sampai menyewamu lagi. Mama akan percaya jika kamu bukan pembunuh suamiku," bisik Mama Lidya sebelum Susan dibawa pergi oleh Lucky.