Bab 13 Kejutan Mama
Bab 13 Kejutan Mama
Lucky berdiri dengan canggung di depan mama Susan. Awalnya di takut jika wanita paruh baya itu akan marah karena Susan terlambat pulang. Tetapi mendengar pertanyaannya, dia kelihatannya akan lebih marah jika bosnya gagal meniduri putrinya. Benar-benar kejam, pikir Lucky.
Lucky kemudian menoleh ke arah Susan yang saat ini bungkam, wajahnya sedikit memerah. Merasa dia tidak punya keperluan lagi, Lucky lantas pamit dan pergi dari sana.
"Aku akan kembali, selamat sore," pamit Lucky. Setelah mendapat anggukan singkat dari Susan, laki-laki itu berbalik dan pergi dari rumah Susan.
Susan meraba pintu kayu rumahnya, dia berniat ingin masuk, mengabaikan pertanyaan mamanya beberapa menit lalu. Tetapi sebelum itu terjadi, mamanya lebih dulu mencekal tangannya dengan keras, menghentikan kakinya yang baru saja melangkah memasuki rumahnya.
"Apa kamu tuli! Mama bertanya padamu!" sentak Mama Lidya. Dia bersikeras menahan Susan agar tidak bisa masuk ke dalam rumah, sebelum putrinya itu menjawab pertanyaannya.
Susan mengangguk dalam diam, mengakui bahwa Tora, pria yang dimaksud ibunya benar-benar telah mengambil kesuciannya.
"Kamu tidak berbohong kan, Susan?!" Mama Lidya menatap Susan penuh selidik.
"Mama tahu aku tidak akan melakukan itu," jawab Susan dengan lemah. Jika sudah berada di depan mamanya, segala kekuatannya lenyap seketika. Ketakutannya justru lebih mendominasi ketika dihadapkan dengan ibu kandungnya sendiri.
"Aaaaa... Astaga, ini kabar baik. Kita harus merayakannya. Baiklah, sebagai imbalan mama akan membuat makanan kesukaanmu hari ini, bagaimana?" Dalam sekejap Mama Lidya berteriak girang, dia merasa sangat-sangat senang sekarang.
Mama Lidya kemudian menarik tangan Susan dengan semangat dan membawanya memasuki rumah. Setelahnya dia mendudukkan putrinya di sofa ruang tamu, memandang Susan dengan wajah yang berseri-seri. Terlihat jelas bahwa wanita paruh baya itu benar-benar bahagia hari ini.
"Maa, Susan mau ke kamar. Susan lel--"
"Tunggu, tunggu. Ceritakan pada mama, apa dia merasa puas denganmu? Kau melayaninya dengan baik kan?" Mama Lidya buru-buru memotong ucapan Susan.
Sedangkan Susan, wajah gadis itu kini memerah mendengar pertanyaan Mamanya. Belum lagi bayangan-bayangan Tora saat melakukan hal itu padanya. Entah berapa kali Tora melakukannya, jika dia ingat Tora juga selalu mengeluarkan cairannya di dalam perut Susan.
Mengingat hal itu, justru membuat wajah Susan kian memerah dan merasa panas hingga ke telinganya. Apakah Tora puas atau tidak, dia pun tidak mengetahuinya.
"Dari wajah kamu yang memerah, Mama bisa menyimpulkan kalau kalian berdua pasti menikmatinya," ucap Mama Lidya girang.
"Maa...," rengek Susan malu. Yang benar saja, Mamanya menanyakan hal itu dengan sangat enteng. Tidak tahukah dia kalau Susan masih canggung dengan hal itu.
Mama Lidya terkekeh, "baiklah, baiklah. Sekarang kamu boleh istirahat dulu."
Susan mengangguk lalu berdiri dari sofa. Mama Lidya membantunya berjalan hingga dia sampai di depan kamarnya.
"Masuklah, mama akan antarkan makananmu sebentar lagi," ucap Mama Lidya saat dia membukakan pintu untuk Susan.
Susan mengangguk dengan patuh, tidak berusaha untuk menolak. Lagipula mamanya sudah berbaik hati untuk membuat makanan untuknya. Sangat jarang sekali mamanya melakukan hal itu. Jadi, tentu dia merasa sedikit senang dengan perubahan sang mama.
Saat Susan akan menutup pintu kamarnya, ibunya lagi-lagi bersuara.
"Oh, ya. Mama sampai lupa memberitahumu."
"Ada apa Ma?" tanya Susan sedikit bingung.
"Mama ada kejutan untukmu malam nanti. Huh, mama tidak sabar untuk memberikannya padamu."
"Kejutan?"
Susan mengerutkan dahinya. Dia tidak bisa tidak terkejut dengan tingkah mamanya yang dalam sekejap bisa berubah drastis. Mungkin dia bisa lebih menerima jika ibunya mau membuat makanan untuknya. Tetapi untuk kejutan, dia tidak pernah berpikir sejauh itu. Lagipula, hari ini juga bukan ulang tahun ataupun hari spesial menurutnya.
"Tunggu saja, kamu pasti akan menyukainya," ujar Mama Lidya dan setelahnya dia pergi dari sana.
Susan pun mengedikkan bahunya acuh. Walaupun dia masih penasaran kejutan apa yang dimaksud mamanya. Tetapi akan lebih baik jika dia menunggunya, dan lihat kejutan apa itu. Sekarang dia hanya butuh istirahat, mungkin tidur beberapa jam akan membuat tubuhnya bertenaga lagi setelah bangun nanti.
Malam pun tiba. Mama Lidya benar-benar melakukan apa yang dikatakannya. Dia membuat makanan kesukaan Susan dan bahkan sampai menyuapi gadis itu hingga makanannya habis. Sebenarnya Susan sedikit curiga atas perlakuan mamanya, tetapi dengan segera dia menepisnya dan berpikir hal itu wajar dilakukan seorang ibu kepada anaknya.
Tetapi yang membuat Susan kembali bertanya-tanya, secepat itukah mamanya berubah. Setelah dia tahu Susan sudah kehilangan keperawanannya dia tiba-tiba menjadi sangat perhatian. Dia bahkan membantu Susan mandi, dan memperlakukannya dengan sangat lembut. Susan sempat bingung, apakah dia sedang berada di dalam mimpi. Tetapi tidak, nyatanya dia masih merasa sakit ketika dia mencubit dirinya sendiri.
Mamanya sudah pergi beberapa menit yang lalu. Meninggalkan Susan yang saat ini sedang duduk di meja riasnya dengan handuk yang masih melilit di tubuh mungilnya.
Susan menghela napas, memikirkan kejutan yang sejak tadi disebut oleh mamanya. Ya, mamanya pamit untuk mengambil kejutan itu.
"Tenang Susan. Ini hanya kejutan," ucapnya pelan untuk menenangkan dirinya yang tiba-tiba merasa gelisah. Perasaannya sedikit tidak enak, tapi dia yakin mamanya tidak akan melakukan hal yang akan membahayakannya. Ya, dia yakin. Sedikit.
"Aku kira kita akan berbasa basi dulu, sebelum kita memulainya. Tapi tidak apa-apa jika kau mau kita langsung melakukannya."
Saat Susan sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba suara seorang pria dan usapan di bahunya membuatnya sangat terkejut. Dengan cepat Susan menghempas tangan orang itu. Wajah gadis itu menjadi pucat.
"Siapa kau?!" tanya Susan dengan suara yang gemetar.
Orang itu terkekeh. "Apa Lidya belum memberitahumu?"
"Apa maksudmu?!" Susan berdiri dan sedikit berteriak. Dia benar-benar ketakutan saat ini. Gadis itu memegang ujung meja rias dengan tangan yang semakin gemetar.
"Ayolah, apa om harus menjelaskannya. Itu akan memakan banyak waktu. Bagaimana jika kita langsung melakukannya. Aku benar-benar tidak tahan melihatmu hanya terlilit dengan handuk itu. Biarkan om membantumu untuk melepasnya." Pria itu mendekat dan mencoba menarik handuk yang ada di tubuh Susan.
"Tidak! Jangan coba-coba mendekat atau aku akan berteriak," ancam Susan yang justru membuat pria asing itu tertawa terbahak-bahak.
"Kau mengharapkan mamamu untuk datang?" tanya pria itu dengan nada mengejek. "Justru dialah yang meminta om menemuimu gadis kecil. Jadi ayo, jangan buang-buang tenagamu untuk berteriak, karena mamamu tidak akan datang kemari."
Om?
Susan tidak bisa membendung air matanya lagi. Dia menangis. Apa ini kejutan yang dimaksud mamanya. Membiarkan dirinya digauli oleh om-om. Jika iya, mamanya benar-benar jahat. Susan membencinya. Sungguh.
Susan kembali berteriak ketika laki-laki itu menariknya dengan paksa dan langsung memeluknya. Tidak ada gunanya memberontak karena tenaga pria itu benar-benar besar dan tidak bisa membuatnya bergerak di dalam pelukannya.
"Mamamu memintaku untuk menghamilimu. Jadi, bagaimana? Apa kau sudah siap sayang?" Pria itu berbisik dengan suara serak di telinga Susan, pria itu bahkan sempat menjilat lubang telinganya.
Susan menggeleng keras dengan air mata yang mengalir deras. Apa mamanya gila, dia tidak ingin hamil. Tidak akan.
"Jangan lakukan itu. Aku tidak mau hamil. Lepaskan aku. Ku mohon."
"Tidak sayang. Om sudah mengeras sejak tadi. Om tidak mungkin pulang dengan keadaan yang seperti ini. Kau mau menyiksa Om, hmm?" Pria itu semakin memeluk Susan dengan erat. Menekan tubuh bawahnya tepat di daerah kewanitaan Susan. Seakan memberitahu Susan bahwa dia sudah tidak bisa menahannya.
Belum sempat Susan berbicara lagi, pria itu mengangkat tubuh Susan dan melemparnya ke ranjang dengan keras, sehingga membuat handuk yang dipakai oleh gadis itu menjadi longgar dan sedikit melorot, memperlihatkan sedikit payudaranya.
Susan mendengar gesekan gasper yang terbuka. Dia lantas menggeleng keras, berusaha bangkit dan merangkak ke pinggir ranjang dengan meraba kasurnya.
Belum sempat Susan mencapai pinggir kasur, pria itu kembali memaksanya berbaring dan menindih tubuhnya.
"Tidak. Tidak. Jangan lakukan itu. Aku mohon," ucap Susan parau.
Pria itu tidak menjawab. Susan justru merasakan handuk yang dipakainya ditarik dengan paksa dan pria itu lagi-lagi menindih tubuhnya.
"Tida... AAAHH," jerit Susan saat merasakan pria itu memaksa kejantanannya memasuki kewanitaan Susan.
"Aahh...Aku tidak menyangka kau sesempit ini. Aaahh," desah pria itu yang mulai menggoyangkan pinggulnya.
Susan menjerit tertahan. Daerah kewanitaannya benar-benar terasa perih, dan sangat sakit. Susan tidak pernah membayangkan dia akan merasa sesakit ini. Saat dia melakukannya dengan Tora, dia tidak merasakan sakit saat pria itu bergerak memaju mundurkan pinggulnya. Tetapi kenapa saat pria ini memasukinya rasanya sangat sakit.
"Jangan menangis. Nikmati saja. Jangan khawatir Om akan memberimu uang tambahan setelah kita selesai nanti," ucap pria itu sambil menggoyangkan pinggulnya. Mengabaikan Susan yang sejak tadi menahan rasa sakit di pangkal pahanya.
"Tolong hentikan. Sakit...," pinta Susan memohon dengan suara lemah. Sungguh, dia tidak bisa merasakan kenikmatan apapun seperti yang dilakukan Tora.
"TIDAK! AKU TIDAK AKAN BERHENTI. KAU PIKIR AKU AKAN MEMBUANG UANGKU DEMI JALANG SEPERTIMU, HAH!"
Pria itu berteriak keras dan kembali menghujam pangkal paha Susan dengan kasar.