Bab 15 Melakukannya Lagi
Bab 15 Melakukannya Lagi
Sepanjang perjalanan Susan tidak membuka suara. Gadis itu diam dengan satu posisi duduk tegak di kursi penumpang. Begitu juga dengan Lucky, entah sudah berapa kali dia melirik Susan dari kaca spion dengan tatapan khawatir.
Sejak keberangkatannya tadi, Lucky sangat ingin menghibur gadis itu. Tetapi dia merasa bukan waktu yang tepat untuk mengajak gadis itu bercanda saat ini. Jadilah dia ikut diam hingga sampai di hotel yang sudah sangat tidak asing lagi baginya.
Setelah memarkirkan mobil di basement hotel, Lucky keluar dari mobil dan berdiri tepat di pintu penumpang. Sebelum membukanya, pria itu menghela napasnya pelan dan menghilangkan perasaan kasiannya. Ya, dia harus profesional, ini saatnya dia bekerja.
"Ayo, kita sudah sampai," ajak Lucky saat sudah membuka pintu mobil. Susan sedikit terkejut mendengar suara Lucky yang tiba-tiba terdengar di sampingnya. Entahlah, sepanjang jalan tadi pikirannya kosong.
Saat mendapat anggukan dari Susan, dengan lembut Lucky membantu gadis itu keluar dari mobil. Lucky lagi-lagi menatap kasihan ketika melihat Susan yang berjalan dengan gerakan tertatih.
"Aku bisa membantumu jika kau mengizinkan."
Susan tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika mendengar ucapan Lucky. Dia tau benar yang dimaksud pria itu, dan jujur saja dia merasa malu saat ini.
"Apa terlihat sangat buruk?" Suara Susan memelan.
Lucky mengangguk, walau dia tahu gadis di sampingnya ini tidak bisa melihatnya. "Yeah, hmmm sedikit," ucap Lucky ragu-ragu, takut Susan akan tersinggung dengan ucapannya.
Dengan ide yang tiba-tiba melintas di kepalanya, Lucky berbalik ke arah mobil tanpa mengatakan apapun kepada Susan. Susan yang merasa ditinggal pun sedikit panik. "Lucky, Lucky. Kau mau ke mana?" Susan meraba-raba dengan tangannya, berusaha mencari keberadaan Lucky.
"Hey, aku di sini. Tenanglah, aku tidak akan meninggalkanmu." Lucky kembali dengan memakaikan sebuah jaket kebesaran yang mampu menenggelamkan badan mungil Susan.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Susan bingung dan sedikit lega karena Lucky tidak meninggalkannya.
"Tentu saja membantumu," jawab Lucky dengan senyum di bibirnya. Dia sedikit puas dengan idenya. Dengan jaket itu orang-orang tidak akan melihat Susan dengan tatapan aneh nantinya.
Susan yang mengerti atas tindakan Lucky pun tersenyum lebar. Lega rasanya ada yang bisa membantunya. Dia sudah berpikir aneh tentang Lucky tadi, tetapi nyatanya dia salah. Lucky tidak mungkin membiarkannya di sana sendiri.
"Terima kasih, Lucky." Susan mengucapkannya dengan tulus yang lagi membuat Lucky ikut tersenyum karenanya.
"Tidak masalah, ayo."
Lucky kembali menuntun Susan berjalan memasuki hotel. Setelah beberapa menit menunggu lift berjalan untuk membawanya ke lantai paling atas, ahirnya dia tiba fi depan pintu yang sangat tidak asing lagi.
Begitupun dengan Susan, dia merasa perjalanannya untuk ke tempat ini seperti sudah biasa karena beberapa kali dia sudah ke tempat ini. Ya, walaupun dia tidak bisa melihatnya, tetapi suasanya terasa sama.
Saat pintu terbuka, Lucky langsung membawa Susan ke arah kamar hotel, sesuai intruksi bosnya. Lucky tau apa yang akan terjadi setelah Susan masuk ke kamar. Dia mengetahuinya karena inilah pekerjaannya, menjemput seorang gadis untuk melayani bosnya. Awalnya dia memang sedikit risih, tetapi lama-kelamaan dia menjadi terbiasa.
Lalu entah kenapa, kali ini dia merasa sedikit berat hati membiarkan seorang gadis jatuh ke pelukan bosnya. Lucky merasa tidak tega. Tetapi tetap saja, dia tidak akan bisa mencegahnya.
Sebelum mengetuk pintu, buru-buru Lucky melepas jaket yang di pakai Susan. Takut jika bosnya akan salah paham dengan yang dilakukannya.
"Maaf, aku hanya tidak ingin terjadi kesalahpahaman," ucap Lucky memberi penjelasan terhadap Susan. Dan gadis itu hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
Setelahnya Lucky mengetuk pintu. Memberitahu bosnya bahwa Susan sudah ada di sini sekarang.
"Kau boleh pergi!" Suara dengan nada yang dalam itu kembali memasuki telingan Susan. Entah kenapa badannya menjadi panas ketika mendengar suara itu. Gadis itu sampai berpikir bahwa dia sakit.
Lucky mengangguk dan pamit dengan berbisik pelan kepada Susan. Kemudian pria itu pergi dari sana, meninggalkan dua makhluk yang kini masih terhalang oleh pintu kamar saja.
Susan masih berdiri dengan bingung di depan pintu. Dia tidak tahu akan berbuat apa, karena pria yang ada di dalam pun tak kunjung membuka pintunya.
Saat Susan berniat melemaskan kakinya yang sedikit pegal, tiba-tiba sebuah suara membuatnya terkejut bukan main.
"Sampai kapan kau akan berdiri di sini?!" Tora menatap Susan dengan matanya yang tajam.
"Kau membuatku terkejut," protes Susan refleks dengan suara yang keras sambil mengelus dadanya.
Bukannya membalas ucapan Susan, Tora justru menarik tangan gadis itu yang membuatnya mau tak mau mengikuti langkah Tora yang lebar.
"Awhh...," ringis Susan saat dia merasakan daerah kewanitaannya perih karena langkahnya yang tergesa-gesa mengikuti langkah lebar Tora.
Tora seketika berhenti, dan menatap Susan dengan alis yang terangkat. Dia memandang Susan dari atas hingga bawah, merasa tidak ada yang salah dengan gadis itu.
Tetapi saat matanya menatap wajah gadis itu, pandangannya terfokus pada bekas merah yang masih terlihat di pipi Susan walaupun sudah ditutupi dengan make up.
"Ada apa dengan pipimu?" tanya Tora bingung.
"Aku... Aku..."
"Kau...?" Tora mendekati tubuh Susan hingga sedikit lagi dada telanjangnya akan bersentuhan dengan wajah Susan. Ya, dengan tubuh Susan yang mungil, tingginya hanya bisa mencapai dada Tora, tidak lebih.
"Jangan mendekat!" peringat Susan sambil mengangkat tangannya yang justru menyentuh dada Tora yang tanpa pakaian.
Saat Susan merasa tangannya menyentuh sesuatu yang salah, dia buru-buru menarik tangannya. Tidak lupa dengan wajahnya yang kini memerah, karena malu.
Susan kemudian sedikit berdehem, "maaf."
"Kenapa kau meringis?" tanya Tora lagi mengabaikan permintaan maaf Susan. Susan diam. Tidak tahu harus menjawab apa.
Tora semakin mendekat mengikis jarak diantara mereka. Susan yang sadar melangkah mundur.
"Jawab aku!" Tegas Tora dengan suaranya yang menajam. Dia bahkan menarik Susan hingga menempel pada tubuh telanjangnya.
Ya, sejak tadi Tora tidak memakai sehelai benang pun di tubuhnya. Jika Susan bisa melihatnya, maka gadis itu pasti akan sangat terkejut melihat penampilan pria itu sekarang. Belum lagi, kejantanannya yang sudah mengeras tanda dia sudah bergairah.
"A-apa yang kau lakukan?" Susan bergerak cemas, tangannya berusaha keras melepaskan tangan Tora yang menahan punggungnya. Gadis itu merasa sedikit tidak nyaman merasakan kejantanan Tora yang menyentuh daerah kewanitaannya dari luar. Dia bahkan tidak bisa memungkiri bahwa badannya kini semakin panas.
"Aku meminta jawaban. Bukan pertanyaan Susan!" Desis Tora lagi semakin menempelkan tubuh mereka.
Susan menahan napasnya ketika ujung hidungnya menyentuh dada Tora.
"Kau tidak ingin menjawabnya?!"
"Mmm selangkangku sakit..."
"Kenapa bisa?" Tanya Tora yang kini mulai melebarkan kedua kaki Susan dengan bantuan kakinya. Hal itu tentu membuat Susan kembali meringis.
"Sshh...." Susan memejamkan matanya dengan keras. Dia bahkan kini mencekeram lengan Tora dengan keras untuk menyalurkan rasa perihnya.
"Siapa yang melakukannya?" Tora berbisik di telinga Susan. Mencoba menggoda gadis itu. Salah satu tangannya sudah berada di sela-sela paha Susan. Meraba bagian sensitif gadis itu yang lagi-lagi membuatnya meringis bahkan sedikit menjerit karena rasa sakitnya.
"J-jangan menyentuhnya. Sakit...." Mata Susan sudah berkaca-kaca. Bisa dipastikan sebentar lagi gadis itu pasti akan menangis. Lagi.
Jari Tora yang tadinya mengusap kewanitaan Susan dari luar dalamannya seketika berhenti. Dia menatap wajah Susan yang terlihat tersiksa. Jelas gadis itu merasa kesakitan. Tetapi bukannya berhenti seperti yang dikatakan Susan. Tora justru merobek baju yang dikenakan Susan dalam satu hentakan. Dia mengabaikan wajah Susan yang terkejut atas tindakannya. Mengangkat tubuh Susan dan membawanya ke ranjang dengan sangat pelan.
"Tentu saja aku tidak setuju. Aku tidak akan membuang uangku sia-sia," ucap Tora mulai menindih Susan. Tangannya juga sudah mulai melepas kain yang tersisa di tubuh Susan.
Susan menelan salivanya sulit. Seolah saliva yang ditelannya terasa seperti bongkahan batu yang tertahan di tenggorokannya.
Perkataan Tora membuatnya mengingat ucapan om-om yang beberapa waktu lalu menyetubuhinya. Susan tidak bisa menahan rasa sakit yang muncul di hatinya. Lagi-lagi dia menyetujui ucapan Lucky saat mereka di danau. Ya, semua orang memang jahat.
Susan tidak melawan. Tenaganya lenyap karena rasa sakit di hatinya. Saat ini gadis itu sedang mempersiapkan dirinya untuk menahan rasa sakit lagi seperti yang dirasakannya saat om-om itu menyatukan tubuhnya.
Mata Susan terpejam kuat saat tangan Tora mulai meraba kewanitannya. Susan sampai menggigit bibir bawahnya karena tidak tahan dengan rasa sakit dan perih yang tiba-tiba dirasakannya.
"Sakitnya akan hilang. Tenang dan nikmati!" Nada suara Tora benar-benar terdengar seperti perintah yang harus dipatuhi Susan.
Dalam hati Susan juga kesal, dan merutuki Tora. Apa dia pikir semudah itu, coba saja pria itu ada di posisinya sekarang. Susan ingin mengatakannya, tapi mulutnya malas untuk mengucapkan satu kata pun.
"Aahh..." Satu desahan lolos dari bibir tipis Susan.
Saat ini Tora sedang memijat dan menjilat putingnya dengan sapuan lidah basahnya. Susan tidak bisa menahan geli pada ujung payudaranya.
Belum lagi saat ini daerah kewanitaannya merasa berkedut karena jari Tora yang keluar masuk di lubangnya. Susan benar-benar merasa gila. Bagaimana Tora bisa memperlakukannya seperti ini, dia ingin lebih, sungguh. Di dalam hatinya Susan juga bingung ke mana rasa sakit itu pergi.
"Aahhh... Ohhh...." Susan menggeliat saat Tora mempercepat gerakan tangannya di bawah sana. Tubuh atas Susan terangkat, membuat Tora memperdalam lumatannya di payudara Susan.
"Ak-aku.... Ahhh... Tidak tahan... Hmmh."
"Aaahh..." Susan mendesah panjang saat dia mencapai pelepasannya hanya dengan jari Tora.
"Toraa... Ku mohon ja-jangan..." Tangan Susan mencekeram pergelangan tangan Tora yang saat ini berada di dadanya. Berusaha menahan pria itu agar tidak memasukkan kejantanannya yang kini sudah sengaja digesekkan di kewanitaan Susan. Dia masih merasa takut. Takut merasakan sakit yang sama seperti beberapa waktu lalu.
"Jangan khawatir. Ini tidak akan sakit lagi. Percaya padaku, hmm." Tora mengelus bibir tipis Susan, mengecupnya sebentar untuk menenangkan gadis itu. Tanpa Susan tahu, Tora mengerti apa yang sedang dialaminya. Tora bahkan tahu, Susan telah disetubuhi dengan paksa sehingga gadis itu merasa sakit dibagian intimnya.
Merasa Susan lebih sedikit tenang, Tora kembali menggesekkan kejantanannya tepat di bibir kewanitaan Susan. Menggoda gadis itu agar tidak merasakan sakit lagi. Setelah dirasa cukup, dengan gerakan pelan Tora menekan kejantanannya dalam satu kali hentakan.
"Aawh," ringis Susan.
Sesaat setelah mendengar ringisan Susan, Tora dengan cepat menempelkan bibirnya di bibir tipis Susan. Melumatnya dengan sangat pelan, meresapi rasa manis dari bibir gadis itu. Tidak sampai di situ, Tora mulai meremas puncak payudara Susan. Memainkan puting gadis itu yang mengeras.
"Hmmh... Ahh..." Susan mulai mendesah lagi saat Tora menggerakkan pinggulnya perlahan.
"Sebut namaku Susan... Ahh."
"Toraa... Aah... Ah...."