Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 3

HAPPY READING

***

Pevita baru saja menyelesaikan pemotretan pada salah satu brand kecantikan ternama. Lumayan melelahkan karena pemotretan beberapa kali sesi berganti pakian. Jujur beberapa bulan ini ia memang tidak mengambil job banyak, karena ini ada hubungannya dengan pekerjaan di kantor karena mengharuskan dirinya membantu ayah, bukan berarti ia meninggalkan pekerjaanya di dunia entertaiment. Untuk sekedar mengisi iklan pemotretan, ia masih menyanggupi untuk lebih dari itu ia tidak bisa. Lagi pula, kekasihnya Tobias melarangnya untuk bekerja terlalu keras.

Pevita sudah lama terjun di dunia entertaiment, ia tahu kalau mau kaya tidak harus menjadi artis, namun ia akui kalau bakat dan minatnya ada dunia ini, mungkin sudah diturunkan oleh sang mama yang dulunya memang seorang artis papan atas. Tapi keuntungan lainnya, yang ia bisa rasakan, ia lebih mudah dalam berbisnis karena factor ketenaran dan kekayaan. Dengan penghasilannya, ia bisa berbisnis dan lebih mudah dalam mempromosikan bisnisnya ke media.

Tahun kemarin ia sudah menyelesaikan S2 nya di Universitas Bina Nusantara, walau tidak cumlaude. Sejujurnya dengan ia kuliah lagi ia dapat menginspirasi banyak orang, terutama betapa pentingnya pendidikan.

Resiko menjadi artis kehidupannya itu lumayan besar, ia akan menjadi sorotan oleh banyak media, lalu dikepoin oleh masyarakat seIndonesia. Ia menjalin hubungannya dengan Tobias tiga tahun lamanya, ia akui kalau ini hubungan terlama yang pernah ia alami sepanjang hidupnya. Walau mereka pacaran hingga detik ini, tidak ada satupun wajah Tobias menghiasi akun social medianya. Mungkin factor utamanya karena Tobias salah satu pemilik stasiun TV swasta terbesar di Indonesia, jadi media ingin meliputpun agak sulit dilakukan, pernah beberapa kali orang memposting dirinya di media ketika sedang berkencan, namun berita itu tidak akan pernah lama beredar, lalu akun itu hilang bak ditelan bumi, semua itu karena kekuatan Tobias di media.

Jujur, Tobias dulu bukan tipe pria idamannya, karena segudang lebel tersemat pada pria itu mulai dari penjahat klamin hingga playboy. Ia juga tidak memiliki tipe khusus untuk pasangan, ia akan nyaman dengan orang yang sefrekuensi dengannya. Memiliki topik pembahasan yang luas, se-tipe dalam humor dan lain sebagainya.

Setelah ia mengenal Tobias ternyata orangnya tidak neko-neko, tidak banyak basa-basi. Awalnya ia pikir Tobias itu datar, bicara seadanya, setelah berkenalan dengannya ternyata dia memiliki selera humor yang baik.

Waktu itu ketika ia kuliah ujian semester tiba ada salah satu mata kuliahnya tidak lulus. Yang dilakukan oleh Tobias merayakan ketidak lulusannya. Alasannya karena menurutnya hidup itu harus seimbang, bukan hanya kesuksesan yang harus diapresiasi, melainkan kegagalan juga. Oke, ia tidak jadi merasa gagal olehnya.

Tobias cukup sibuk dengan pekerjaanya, Senin hingga Jumat waktunya sangat padat. Biasa kalau ketemu ketika hanya bisa Sabtu Minggu mereka itu dilakukan me time. Saat pulang kerja seperti ini, mereka menyempatkan waktu dinner di restoran. Satu hal yang ia sukai lagi dari Tobias, kadang tiba-tiba dia mengirim buket bunga ke apartemen di sela-sela kesibukannya, sebenarnya ada sisi romantisnya, tapi kebanyakan tidaknya.

Mungkin Tobias tau, kalau sifatnya ini kadang tidak jelas, bunga yang dia kirim seperti moodboster. Awalnya Tobias bukan tipe pasangannya, namun sekarang setelah dijalani bertahun-tahun lamanya dia menjadi tipe pasangannya. Ia kadang tidak habis pikir, hubungan mereka sudah sejauh ini, ternyata nyaman ya sama Tobias dan ia juga bahagia..

Kedua orang tua dirinya dan Tobias sudah saling kenal, sesuai dengan kesepakatan orang tua, akhirnya mereka memutuskan untuk menikah, karena buat apa lagi pacaran terlalu lama. Ia dan Tobias mengambil keputusan akhirnya memilih menikah saja.

Jujur ada perasaan deg-degan menunggu hari H itu tiba. Ia hanya tidak menyangka kalau hubungannya dengan Tobias berjalan dengan sangat lancar. Ia tidak tahu apakah ini ada campur tangan Tuhan atau tidak, yang jelas ia merasa sangat dimudahkan dalam hubungan mereka.

Alasannya memutuskan untuk menikah dengan Tobias, karena Tobias sangat cerdas secara finansial, dia tidak fanatic dalam urusan kepercayaan. Dia itu koleris bisa mengimbanginnya yang sanguinis. Dia komunikatif, karena bakat alamiahnya dominan koleris. Mereka pernah berdiskusi punya atau tidak punya anak ia tidak masalah keduanya sama saja, yang penting mereka berdua happy, walau Tobias mengharapkan mereka memiliki anak.

Entah kenapa bertahun-tahun lamanya mereka berhubungan intim, walau ia tidak menggunakan pengaman, tetap saja mereka belum dikaruniai anak, dirinya juga tidak ada tanda-tanda kehamilan. Padahal Tobias pikir ia meminum obat kontrasepsi, namun nyatanya tidak.

Setelah menikah nanti ia berencana akan ke dokter obgyn memeriksa kesehatannya, karena sahabat Tobias, Ben sudah memiliki anak, jadi sepertinya kekasihnya itu mendambakan seorang anak. Walau dia mengatakan kalau tidak apa-apa kalau dirinya belum hamil dan tidak memiliki anak. Namun tatapan itu tidak bisa bohong kalau Tobias sangat menginginkannya.

Dengan pertimbangan yang matang, akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Karena tidak ada lagi yang ia pikirkan dalam hubungan, ia juga tidak memiliki cita-cita terlalu tinggi dengan kehidupan, akhirnya yasudah menikah saja, walau ia tidak tahu apa yang akan ia hadapi ketika menikah nanti.

Pevita mengenakan jas nya, ia melihat jam melingkar di tanganya menunjukkan pukul 16.30 menit, ia masih berada di studio bersiaps-siap untuk pulang. Ia mengucapkan terima kasih kepada crew yang bertugas.

Pandangannya teralihkan pada sosok pria yang menatapnya dari kejauhan, pria itu mengenakan kemeja berwarna putih dengan lengan yang tergulung hingga siku. Dia adalah kekasihnya, sedang menjemputnya, pulang kerja mereka akan makan bersama.

Vita tersenyum dan melangkah mendekati sang kekaish yang sudah menunggunya,

“Udah selesai?” Tanya Tobias menatap sang Vita yang sudah berada di hadapannya.

Pevita mengangguk, “Iya sudah.”

Tobias lalu merangkul bahu Vita mereka keluar dari studio. Vita merasakan kecupan di puncak kepalanya.

‘’Niva sudah deal dengan tim wedding organizer,” ucap Vita membuka topik pembicaran.

“Oke, pakai WO siapa?” Tanya Tobias, ia mengeluarkan kunci mobil dari saku celananya.

“Big Exercise. Aku lihat sih WO ini lumayan punya nama. WO ini sudah sangat banyak nangani pesta pernikahan. Mereka sangat pengalaman dalam urusan ini.”

“Itu wedding organizer yang dipakai oleh Ben dan Clara kan?”

“Bukan, beda lagi, kita cari vendor lain.”

“Terpercaya?”

“Sangat.”

“Besok kita fitting baju pengantin di studio Christie Basil.”

Tobias mengerutkan dahi, “Bukannya kamu mau pakai Yefta Gunawan?”

“Kebetulan wedding organizernya kerjasama dengan Christie Basil, jadi katanya kita tidak repot lagi mencari desainer. Christie Basil lumayan punya nama untuk wedding dress, dia juga seorang konten creator juga, banyak yang kagum hasil rancangannya, karena banyak cerita dari gaun pengantin yang dia buat.”

“Aku tadi sudah lihat beberapa videonya di salah satu platform, dia membagikan cerita di balik penggarapan setiap karyanya, mulai dari daily wear hingga wedding gown yang cantik. Dia sangat detail mewujdkan gaun pengantin impian, moment brainstorming, pembuatan sketsa desain, hingga tantangan menuju hari H. Secara keseluruhan aku suka, walau aku tidak kenal dengannya,” Vita menjelaskan kepada Tobias.

“So, kamu mau pakai dia?”

“Why not.”

“Oke, aku ikut saja.”

Tobias mengelus punggung Pevita, ia menekan central lock, dan lalu mereka masuk ke dalam mobil. Pevita mendaratkan pntatnya di kursi, tidak lupa memasang sabuk pengaman. Ia melirik Tobias menghidupkan mesin mobil, dan mobil bergerak meninggalkan area studio.

“Kamu mau makan apa sayang?” Tanya Tobi ia memanuver mobilnya membelah jalan, seperti biasa jam pulang kerja itu di kota Jakarta penuh kemacetan.

“Yang dekat dari sini aja, sambil nunggu macet.”

“Kalau nggak salah di depan ada restoran Jepang, kamu mau makanan Jepang nggak?”

“Boleh.”

“Kita berhenti di Okuzono Japanes Dining.”

Pevita mengangguk, “Yaudah kalau gitu.”

Beberapa menit kemudian mobil Tobias kini sudah terparkir di plataran restoran. Mereka lalu memarkir mobilnya di sana, Tobias menatap sang kekasih,

“Capek?”

Pevita tersenyum, “Lumayan, tapi seru sih.”

“Jangan terlalu capek ya, kalau udah jadi istri aku.”

Pevita mengangguk, “Iya,” ia merasakan ketenangan.”

Pevita dan Tobias keluar dari mobil, menuju lobby restoran, “Kamu tahu nggak kalau Ben sekarang sedang merencanakan anak ketiga lagi.”

Alis Pevita terangkat, “Bukannya baru melahirkan kemarin?”

“Anaknya udah satu tahun sayang sudah bisa jalan. Mereka mau merencanakan anak ketiga lagi.”

“Bukannya kemarin maunya hanya adiknya Robert.”

“Kata Ben dia mau mengikuti standar berlaku dikehidupan normal, tambah satu lagi biar pas aja berlima.”

“Kalau Clara nya mau?”

“Mau dong. Lucu tau anaknya, aku harap kamu juga akan segera menyusul Clara,” ucap Tobias.

“Semoga saja. Kayaknya kamu pingin banget ya punya anak.”

Tobias tersenyum, ia merangkul bahu sang kekasih yang hingga sekarang belum ada tanda-tanda kehamilan, padahal mereka memenuhi kebutuhan biologis yang sehat dan mereka melakukan dengan normal.

“Aku serahin sama kamu, kamu yang punya body sayang.”

“I know, tetep aja kamu pengen. Iya kan.”

Tobias menarik nafas, ia melihat iris mata Pevita, “Alasannya hanya satu, ingin menjadi orang tua yang baik. Lagi-lagi pilihan hidup, jika kamu tidak mau ya tidak apa-apa, karena menambah anak juga akan menambah kerepotan hidup.”

Pevita lalu terdiam menatap iris mata Tobias, ia tahu kalau kekasihnya itu sangat menginginkan anak, apapun alasannya. Terlihat bagaimana dia bersemangat membicarakan anak Ben yang sudah bisa berjalan menyebutkan mami, papi dengan sangat baik. Walau Ben sangat menyukai anak kecil, dia bahkan bisa bermain berjam-jam lamanya menggendong anak Ben. Ia berharap bahwa setelah menikah nanti ia langsung hamil.

Tobias dan Pevita di sambut hangat oleh staff yang berjaga, staff itu mengantar kan mereka ke salah satu table kosong. Tobias dan Pevita duduk saling berhadapan. Restoran jepang ini sangat comfy, konsep restoran ini open kitchen. Ia memandang Staff menyerahkan buku menu kepada mereka,

“Kamu pesan apa?” Tanya Tobias melihat ke arah menu.

“Aku pesen chaba beef marinated, salmon ikura don, strawberry milk pudding.”

“Kalau aku pesan unagi don set, hotate kakiage soba. Untuk minumnya air mineral saja,” ucap Tobi.

“Sudah itu saja pak?”

“Iya, sudah.”

Setelah itu staff pergi meninggalkan mereka. Tobias menatap Pevita, ia pandangi wajah cantik itu.

“Tadi wedding organizernya gimana?”

“Intinya besok kita fitting baju.”

“Wedding dressnya, kamu mau seperti apa?”

“Yang simple aja sih, nggak mau banyak payet.”

“Kamu sudah dihubungi oleh pihak WO?”

“Belum, karena ini urusannya sama Niva dulu katanya. Besok kita kenalan denggan ownernya langsung, agar lebih nyaman komunikasinya.”

“Untuk penawaran harga sudah deal?”

Pevita mengangguk, “Iya, sudah, harganya masuk dengan budget yang sudah kita perhitungkan, lagian kita tidak terlalu banyak mengundang orang.”

“Tapi kamu bisa kan besok fitting?”

“Bisa dong sayang.”

Tobias tersenyum, ia pandangi wajah cantik Pevita, wanita itu menatapnya balik,

“Kamu happy mau nikah?”

Pevita tertawa, “Lebih ke arah deg-dean gitu, mungkin terlalu excited kali ya. Kayak dikasih kejutan, berasa mimpi, tau-tau kita udah mau nikah aja.”

Tobias tertawa, “Semoga pernikahan kita diberi kemudahan.”

“Semoga saja sayang.”

“Ingat loh, kalau nikah jangan terlalu kerja keras.”

“Iya.”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel