BAB 2
Happy Reading
***
Niva memandang wanita bernama Raisa dengan intens, ia seperti mengenal wanita itu dengan baik, entah di mana ia lupa. Ia mencoba berpikir sejenak, ah ya ia baru ingat kalau wanita di hadapannya ini dulunya seorang artis, hanya saja namanya tenggelam tidak terdengar lagi. Dia cantik mengenakan blezer berwarna beige dan celana jins, rambutnya diikat ke belakang. Ia baru tahu ternyata Raisa yang dulunya seorang artis memiliki bisnis ini. Ia membutuhkan wedding organizer karena sekeluarga memang tipikal orang yang terima beres, sibuk kerja, hingga tidak ada waktu mengurus pritilan pernikahan, kita tinggal request maka it’s done. Dengan adanya wedding organizer tidak ada namanya crash antara keluarga pihak laki-laki dan perempuan. Apalagi akan gampang stress dengan pritilan-pritilan yang ada.
“Ibu Raisa mau pesan apa?” Tanya Niva, ia melihat buku menu, sementara server berdiri di samping mereka, sambil mencatat pesanannya.
“Saya pesan udang gulung tempoe doeloe, claypot tofu seribu rasa dan ice tea. Kalau ibu Niva apa?”
Niva melihat menu di hadapannya, “Saya pesan udang sambel tauco, cumi bakar, sapo tahu dan water sparkling,” ucap Niva.
“Udah itu saja bu pesanannya.”
“Iya, untuk sementara itu saja.”
Setelah itu server pergi meninggalkan mereka. Selama ia terjun dunia wedding organizer, ia banyak sekali kenal dengan klien. Awal-awal bantu mama ngurus wedding planner ini, jujur ia banyak ngeluhnya karena memang tidak terbiasa. Ia mendapat tugas morning call, ia harus bangunin keluarga pengantin via telfon, untuk ngetuk kamar hotelnya untuk di rias, ia harus stand by nemenin nginfoin waktunya berapa lama ke periasnya.
Tapi sejak ia menangani ini, banyak serunya dibanding dukanya. Ia benar-benar bikin acara pernikahan jadi sangat berkesan. Ia ingat ada client pakai guest star DJ, gaul banget. Tim WO nya bikin dance choreography, habis itu ngajakin bridermaid dan tamu undangan buat dance bareng. Pengantinnya tidak tinggal diam, mereka juga ikut dance. Jadilah semua orang ngumpul bak lagi party.
Ada juga kliennya seorang dokter kecantikan sangat baik sekali, jadi kebagian skincare dan perawatan di klinik kecantikan mereka. Jika ada problem sekecil apapun mulai dari loading dan dekor gedung atau acara di mulai. Tim nya sebisa mungkin tetap nyiapin plan baru buat back up plan pertama. Anak-anak WO di tempat kerjanya itu jago-jago comumunication skill, lobbying dan sama mengambil keputusan, karena mereka sudah bertahun-tahun lamanya menangani hal ini.
Tim nya memang sangat luar biasa, berusaha untuk menciptakan momen sekali seumur hidup yang tidak dilupakan. Istilahnya memang kerjaan WO itu buat meke your wedding dream come true. Intinya kerja di sini itu no time for our egos and feelings, mau itu lagi badmood, senang sampe jingkrak-jingkrak, kecewa, sedih, tetap harus memakai satu topeng senang, atau topeng hangat dan ramah. Karena mereka itu berurusan dengan orang di bidang jasa dan pelayanan. Bagaimana cara memanusiakan manusia itu sudah jadi makanan mereka sehari-hari.
Ketemu dengan berbagai karakter klien setiap hari, membiasakannya kadang dituntut menjadi bunglon jika sudah bergaul dengan klien sendiri. Dan satu hal lagi, berhubung ini bukan jasa manufaktur, jadi bekerja tidak mengenal waktupun kadang terjadi. Bahkan kerja sampai tengah malam itu sudah biasa.
“Kalau first meeting seperti ini biasa pembahasannya apa ya bu Raisa? Maklum saya baru pertama kali bertemu dengan wedding organizer.”
“Kalau boleh tau budget ibu Niva berapa dan tema pernikahan apa yang ibu inginkan?” Tanya Raisa, ia membuka buku agendanya.
“Kalau budget kita ikut saja berapa biayanya kita tidak masalah soal itu, kalau tema maunya yang classic.”
Raisa langsung mengerti dengan keinginan klien nya, ia mengelurkan map berbahan kulit itu dihadapan Niva, dia membuka beberapa foto klien, memberikan beberapa contoh pesta pernikahan bertema classic,
“Classic itu tema yang cocok dengan pasangan yang romantis. Banyak pasangan memilih tema ini, karena simple dan elegan. Untuk venue, cocok di ballroom, function hall atau restoran berbintang,” ucap Raisa menjelaskan.
“Tema klasik tidak lekang oleh waktu dan selalu cocok dengan pasangan. Di tambah dengan personal pengantin, tema klasik ini paling banyak digemari oleh pasangan pengantin, karena terkesan formal, dokorasi, bunga hingga mendapat nuansa romantisnya.”
Niva melihat beberapa foto pernikahan classic romantis di hadapannya, matanya terpana dekorasi pernikahan diadaptasi dari gaya klasik Eropa dengan tampilan lebih modern. Unsur klasik tergambar dari kursi-kursi kayu yang dipadukan dengan pernak-pernik yang modern seperti lampu dan bunga.
“Saya mau yang seperti ini, tapi bunganya di dominasi warna putih dan kuning, latar panggungnya berwarna krem. Dan diatas ini aku pengen ada unsur crystal string dan dedaunan hijau yang menggantung, tambahannya kursi putih atau perak.”
Raisa buru-buru mencatat apa yang menjadi keinginan kliennya, “Nice, saya juga suka dengan pilihan ibu Niva, pemilihan warna juga menarik.”
“Untuk tamu nya?”
“Kurang lebih 200 undangan.”
“Sama seperti klien saya yang ini, 200 undangan berarti kita hitung 400 orang, perkiraan sekitar budget 600 juta. Mulai dari catering, dekorasi, MUA dan baju, venue di hotel bintang lima, entertainment, dokumentasi, dan crew wedding organizer.”
“Kalau boleh tau ibu Raisa ini selaku wedding planner atau wedding organizer?”
“Sebenarnya saya ini dua-dua, tim saya ada dua. Wedding planner yang ikut menyusun rencana sedari awal merancang dan memilih vendor, kalau ibu Niva sibuk, ibu bisa menggunakan wedding planner. Sedangkan tim wedding organizer membantu proses persiapan, penyusunan acara berdasarkan kesepakatan mendapatkan service hingga hari H.”
“I see. Saya sudah lihat portofolio big exercise, dan review klien nya sangat bagus.”
“Terima kasih, karena tim kita kita menjaga nama baik dan tidak akan membuat klien kami kecewa.”
“Untuk wedding dress nya bagaimana?” Tanya Niva penasaran.
“Kita kerja sama dengan Chhristie Basil untuk saat ini semua include, jika saat fitting nanti ada penambahan biaya, kita akan limpah kepada klien. Untuk rinciannya akan kita serahkan kepada ibu Niva nantinya.”
“Baik.”
“Kira-kira ibu Niva kapan akan menikah.”
Nive menarik nafas, “3 bulan lagi. Rencananya 9 Agustus sesuai kesepakatan kedua belah pihak.”
“Langsung menikah? Atau ada acara tunangan?”
“Langsung menikah.”
Raisa mengambi mengeluarkan surat kontrak kerja sama di dalam tas, lalu menyerahkan kepada Niva, “Kalau ibu deal dengan harganya, ibu bisa tulis data ini, dan lalu tanda tangan di bawah ini. Berhubung waktunya sudah sangat singkat, persiapan 3 bulan, jadi tim kita nanti akan memberi rundown kepada ibu Niva secepatnya.”
“Mulai dari venue, production meeting, checklist, biaya, materi promosi, time line, koordinasi talent, kita akan sepakati bersama di Minggu ini.”
“3 bulan itu termasuk cepet ya?”
Raisa mengangguk, “Iya, ibu termasuk cepat dalam pernikahan. Kadang banyak klien saya 6 bulan sebelum pernikahan di mulai.”
“Oke, setelah itu? Di sini apa saya harus membayar DP?”
“Iya, sesuai dengan kesepakatan bersama, klien harus membayar DP yang tertera di dalam surat perjanjian.”
Niva melihat nominal yang tertera di sana, ia lalu membayar DP dan menantangani surat perjanjian itu. Ia menatap Raisa dan memperlihatkan bukti pembayarannya.
“Sudah saya bayar.”
“Terima kasih ibu Niva, nanti staff saya akan memberi invoice kepada. Proses kerja samanya akan kita proses secepatnya, per minggu ini.”
“Baik ibu Raisa, senang kerja sama dengan ibu.”
“Saya yang senang kerja sama dengan ibu Niva.”
Makanan mereka pun datang, server meletakan makanan yang mereka pesan di meja secara sistematis. Raisa memasukan barang-barangnya kembali ke dalam tas. Ia suka klien seperti Niva ini, dia tipe klien loyal, tidak bertele-tele apalagi klien yang suka membandingkan dengan WO lain.
“Silahkan di makan makanannya ibu,” ucap Niva.
Raisa meneguk minumannya secara perlahan, ia menatap Niva mulai menyantap hidangannya, “Kalau boleh tau calon suami ibu Niva tidak ikut first meeting, biasa lebih enak diskusinya?”
Niva tersenyum, ia memasukan makanan ke dalam mulutnya, “Bukan saya yang nikah ibu, tapi saudara saya, hanya saja, saya ikut menjadi seksi repot di acara pestanya,” Niva tertawa.
“Yang nikah ini adik ibu niva atau kakak?”
“Kakak saya, maklum kakak saya sibuk, cuma dia mempercayakan saya untuk memilih vendor pilihan saya. Kemarin sempat diskusi kalau dia mau tema clasik sebagai pesta pernikahannya.”
Raisa mengangguk paham, ia makan dengan tenang, “Saya pikir ibu yang nikah. Kapan tim kita akan bertemu dengan calon pengantinnya bu? Agar enak kita koordinasi, biasa klien kami untuk wedding dress itu fitting memakan waktu 4-6 bulan.”
“Saya hubungin dulu saudara saya, kapan dia punya waktu untuk fitting.”
Niva melihat ke arah layar ponselnya, ia meletakan ponsel di telinga, sambil menunggu sang pemilik ponsel mengangkat panggilannya.
“Iya, Niva,” ucap seorang wanita dibalik speaker ponselnya.
“Vit, ini gue udah deal sama wedding organizernya, udah deal juga. Lo mau sama desainer Christie Basil nggak? Soalnya mereka kerja sama dengan Christie Basil, lo mau?”
“Kemarin gue rencananya mau Yefta Gunawan. Christie Basil oke juga.”
“Christie Basil aja ya. Jadi nggak repot lagi pilih desainer. Soalnya fitting itu harus jauh-jauh hari sih, harus cepet katanya, biasa kalau klien yang lain 4-5 bulan sih soal fitting. Lo bisanya kapan nih fitting? Besok bisa nggak? Soalnya jadwal lo pesta termasuk cepet gitu kata owner-nya.”
“Gue bisa malam pulang kerja, besok bisa pas jam pulang kerja sama Tobias.”
“Yaudah kalau gitu, gue konfrim sama ownernya langsung nih. Besok ya.”
“Iya.”
Niva lalu mematikan sambungan telfonnya, “Besok malam bisa bu? Desainer nya bisa nggak?”
Raisa mengangguk, “Bisa bu. Kita bertemu besok di butik bagaimana?”
“Iya kita bertemu di sana, nanti saudara saya bawa calonnya juga.”
“Baik.”
“Kira-kira venuenya ibu mau di mana?” Tanya Raisa penasaran.
“Pilihannya apa saja?”
“Hotel bintang lima. Seperti The Langham, InterContinental, Hotel Mulia, tergantung pengantin dan jadwalnya. Semoga jadwal pesta pernikahannya tidak bentrok dengan jadwal pengantin yang lain, karena itu problem yang sering terjadi di lapangan.”
Niva menarik nafas, “Semoga saja.”
“Nanti admin saya, akan memberi informasi kepada ibu Niva selengkapnya tentang jadwal pesta di bulan Agustus, kemungkinan bisa maju dan mundur kalau ambil weekend.”
“Yaudah tidak apa-apa. Nanti ibu Raisa bisa berhubungan langsung dengan pengantinnya. Soalnya bukan saya yang nikah,” ucap Niva terkekeh.
“Iya.”
“Ngomong-ngomong, ibu Niva sendiri tidak mau nyusul nikah juga?” Tanya Raisa membuka topik pembicaraan mencairkan suasana.
Niva tertawa, “Calon saya saja tidak punya, gimana mau nikah.”
“Serius? Masa secantik ibu Niva masa nggak ada.”
“Ada, cuma pilih-pilih, habisnya orang tua saya ini pemilih.”
“Serius?”
“Cocok-cocokan sih, yah kalau nggak dapat jodohnya nanti minta jodohin aja,” Niva terkekeh.
“Kalau dijodohin, biasanya sih sudah oke, nggak ribet.”
“Nah itu enaknya. Tapi tergantung, siapa yang mau sama saya,” Niva tertawa geli.
“Banyak pastinya, tinggal seleksi aja.”
***