Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Pernikahan Subroto Batal

“Gila kamu.” Bude As menunjuk wajah Subroto yang sudah mulai pucat. “Tania itu kan menantu kamu sendiri. Pantas saja Tania tidak betah disini, kamu bikin ulah,” kata Bude As.

Subroto yang mulai pucat itu hanya diam saja, Jaka langsung saja mengajak Mira masuk ke dalam kamar tidak ingin mendengar pembicaraan mereka lebih lama lagi. Jaka kecewa dengan perilaku Bapaknya itu, yang sudah bikin malu keluarga.

“Aku malu Dek, apalagi ada keluarga kamu juga disana. Mau ditaruh mana muka Mas, keluarga kamu pasti malu juga lihat kelakuan Bapakku.” Jaka mengusap kepalanya yang tidak pusing itu.

Mira hanya bisa menenangkan suaminya itu, dia juga tidak menyangka kalau Bapak mertuanya seperti itu. Malu pasti ada, tapi semua sudah terlanjur terjadi tidak bisa diulang lagi.

Suasana ruang tamu sudah sepi, tinggal Subroto seorang diri. Semua orang sudah pulang, Serra sudah kembali ke dalam kamarnya.

“Sial! Sarmila menjebakku, jika dia tidak tahu perihal celana dalam itu pasti aku bisa tidak menikahi dia.” Subroto kesal akan sikap Sarmila. Dia akan mencari cara agar dia tidak menikahi wanita matre dan suka gonta-ganti pasangan itu.

Pagi ini Mira dan Jaka pulang setelah mereka sarapan. Serra sebenarnya takut jika hanya tinggal berdua dengan Bapaknya. Tapi mau tidak mau dia harus tetap tinggal bersama Bapaknya. Serra melihat Bapaknya pergi, dia sedikit tenang.

Subroto pergi menemui Sarmila, ternyata Sarmila masih melayani tamunya. Subroto marah, dia tidak akan mau menikahi Sarmila jika dia masih menjadi pelacur. Sedangkan Sarmila tidak mau meninggalkan pekerjaan dia itu. Bagi Sarmila pekerjaan itu adalah sumber dia agar bisa hidup senang.

“Ingat Mas, aku tidak akan meninggalkan pekerjaan ini. Dari pekerjaan ini aku bisa membeli semuanya. Kalau kamu meminta aku untuk berhenti, lebih baik kita tidak usah menikah saja.” Sarmila marah pada Subroto yang dianggap terlalu mengatur hidupnya.

“Baiklah itu lebih baik, aku juga tidak suka punya istri pelacur murahan kayak kamu.” Subroto tidak mau kalah dengan perkataan Sarmila.

Subroto keluar dari rumah Sarmila dengan perasaan senang karena dia akhirnya terlepas dari Sarmila. Subroto menuju ke rumah temannya untuk berjudi. Karena dia terlalu senang, Subroto menghabiskan uangnya di meja judi. Awalnya dia menang tapi lama kelamaan dia kalah terus.

Subroto sudah kalah judi dia segera pulang. Dia meminta uang pada Serra namun Serra tidak punya uang. Dia marah dan memukul Serra, hingga Serra menangis. Serra merasa Bapaknya tidak lagi menyayangi Serra lagi, buktinya dia sering memukul Serra.

“Kamu bisanya minta uang, mulai sekarang kamu yang harus kerja buat Bapak. Ingat dulu kamu selalu minta uang Bapak. Sekarang kamu sudah besar, jadi gantian Bapak yang minta uang sama kamu.” Subroto menunjuk Serra yang masih menangis.

“Serra harus kerja apa Pak? Serra selama ini nggak pernah kerja?” tanya Serra. Dia tidak pernah kerja karena Ibunya melarangnya bekerja. Tapi kini Bapaknya menuntutnya untuk bekerja.

“Terserah yang penting dapat uang,” jawab Subroto. “Kalau tidak Bapak akan marah dan mukulin kamu terus.” Subroto masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamar. Kekalahan di meja judi membuat Subroto tidak bisa mengendalikan dirinya.

Serra akan mencoba mencari pekerjaan, mungkin jaga toko atau apa yang bisa dikerjakan secara shif. Serra tidak ingin membuat Bapaknya marah lagi. Dia akan merasa tidak berguna jika hanya mengandalkan Bapaknya. Serra mulai mencari informasi lowongan pada teman-temannya, ada yang mengajak dia bekerja di toko baju. Besok Serra akan menemui temannya itu sekalian menitipkan lamarannya.

Bude As datang lagi, kali ini dia diantar oleh anak bungsunya namanya Sari. Bude As langsung masuk ke kamar Subroto, mereka tampak mengobrol serius. Sari duduk dengan Serra di ruang tamu. Mereka jarang sekali bertemu, bahkan Sari sering bersikap cuek pada Serra.

“Broto, kamu di telfon tadi bilang, kamu tidak akan menikahi Sarmila? Kenapa?” tanya Bude As penasaran padahal semalam Subroto memutuskan menikahi Sarmila.

“Dia tidak mau meninggalkan pekerjaan Mbak, jadi aku batalkan saja pernikahan aku sama dia. Dia juga tidak keberatan, karena dia memilih pekerjaannya itu.” Subroto berdiri dari duduknya.

Mereka berdua sama-sama senang pernikahan itu gagal. Bude As memberi nasehat agar berhati-hati dalam memilih istri dan bertindak. Bude As juga menyuruh Subroto berhenti berjudi. Subroto hanya diam saja mendengar nasehat Kakaknya.

Sari putri bungsu Bude As sudah bekerja di salah satu koperasi. Dulu Serra sudah diajak kerja tapi Dewi tidak boleh. Akhirnya Serra menurut saja pada Ibunya. Namun, kini Ibunya sudah tiada dan Bapaknya menuntut untuk dia bekerja.

“Sar, di tempat kamu kerja, apa masih ada lowongan?” tanya Serra sedikit kikuk karena mereka jarang mengobrol dan kali ini mereka hanya duduk berdua.

“Maaf Ser, untuk saat ini belum ada.” Sari terlihat begitu cuek. Mereka hanya berdua saja tapi Sari sama sekali tidak mengajak Serra mengobrol. Mungkin Sari masih kesal dengan kejadian dulu saat Serra tidak jadi kerja bersama dia.

Bude As sudah keluar kamar Subroto, dia segera mengajak Sari untuk pulang. “Ser, Bapakmu tidak akan menikah dengan Sarmila jadi kamu tenang saja.” Bude As lalu pergi bersama Sari. Serra merasa senang jika pernikahan itu batal, jujur saja Serra tidak ingin mempunyai Ibu tiri seperti Sarmila.

Serra masuk ke dalam kamarnya, menyiapkan lamaran untuk besok pagi. Serra sudah punya foto dan juga foto copy KTP jadi Serra tinggal membuat lamaran. Terdengar deru sepeda motor Subroto meninggalkan rumah. Entah mengapa setiap Subroto pergi Serra terlihat senang. Dia lebih suka di rumah sendirian daripada berdua dengan Bapaknya.

Subroto sampai di tempat berjudi, kali ini dia membawa uang hanya sedikit. Dia langsung main, dia tidak mau tahu dia harus menang dan menghasilkan uang banyak. Hampir satu jam Subroto bermain di meja judi tapi kemenangan tidak berpihak padanya. Hingga uangnya habis dan salah satu temannya meminjamkan uang. Awalnya menang tapi lama kelamaan Subroto kalap main terus hingga uang yang dia pinjam habis tak tersisa. Subroto meminjam teman yang lain lagi dia bermain judi lagi. Hingga malam dia tidak pulang, padahal besok adalah waktu dia untuk bekerja.

Serra sudah tidur ketika Subroto pulang, Serra juga tidak peduli dengan kegiatan Bapaknya diluar sana. Karena bagi dia Bapaknya sudah berubah, semenjak Dewi sakit.

**

Pagi ini Serra sudah menyiapkan sarapan untuk Bapaknya. Karena Subroto tidak kunjung bangun, Serra langsung saja berangkat menggunakan sepeda motor milik Ibunya. Sesampainya di rumah temanmu, dia memberikan lamarannya, berharap di akan diterima kerja.

“Aku turut berduka cita ya Ser, atas kepulangan Ibu kamu,” kata Bela. Bela merupakan teman SMA Serra, teman paling akrab dengan Serra.

“Terimakasih Bel,” jawab Serra. Serra segera pulang agar Bapaknya tidak marah. Dia takut jika Bapaknya bangun dan dia tidak ada di rumah.

Di rumah ternyata Subroto belum bangun, Serra merebahkan diri diatas ranjang. Dia lalu bangkit, karena lupa belum mencuci baju. Saat Serra mencuci baju Subroto bangun, dia nampak cuek pada Serra. Subroto langsung sarapan, kopi yang dibuat Serra mungkin sudah dingin tampak tidak dihabiskan Subroto.

“Sudah dapat pekerjaan?” tanya Subroto mendekati Serra yang sedang mencuci baju. Serra melihat kearah Subroto, pria itu menatap Serra tajam.

“Baru ngelamar Pak di toko baju tempat Bella kerja.” Serra melanjutkan pekerjaan dia karena cucian hari ini banyak sekali. Serra sudah du hari tidak mencuci, karena sibuk mengurus acara tujuh harian Ibunya.

Mendengar jawaban Serra Subroto hanya diam saja,hari ini Subroto tidak berangkat kerja. Serra yakin alasannya adalah bangun kesiangan. Tapi Serra juga nggak akan berani jika disuruh membangunkan Subroto.

Seperti biasa Subroto pergi ke tempat judi, kali ini dia hanya menonton karena tidak punya uang. Teman-temanmu selalu mojokin dia agar berjudi, bahkan ada yang rela meminjamkan dia uang untuk berjudi tapi dia menolak.

“Kamu kan punya anak gadis, suruh dia kerja buat kamu. Lihat tuh si Omar anaknya sekarang jadi istri orang kaya. Omar hidupnya makmur, kamu juga bisa begitu.” Pak Lukman mulai mengompori Subroto.

“Dia sudah mau bekerja di toko baju, aku pasti dikasih uang.” Subroto yakin dengan jawabannya tapi justru Pak Lukman dan temannya yang lain menertawakan dia. Pak Edi memberikan saran pada Subroto agar Serra menjadi pelacur saja. Awalnya Subroto menolak tapi dia terhasut karena Pak Edi menjelaskan gadis perawan harganya mahal.

Subroto pulang, dia segera mencari Serra. Ternyata Serra sedang menyetrika baju, Subroto memanggil Serra sehingga Serra menghentikan aktivitas dia dan mendekati Bapaknya.

“Ada apa Pak?” tanya Serra penasaran soalnya raut wajah Bapaknya terlihat seneng tidak seperti biasanya yang selalu marah ketika pulang.

“Bapak punya satu permintaan buat kamu,” kata Subroto semakin membuat Serra penasaran. “Jadilah pelacur!” Subroto berkata dengan tegas. Seketika Serra kaget, dia tidak menyangka Bapaknya akan menyuruhnya melakukan hal kotor itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel