Kehilangan
Subroto mendekati Serra, dia menyeret tangan Serra lalu memukulnya. Serra merasakan sakit dibagian tubuhnya, Dewi mendekati Serra dan memeluknya. Namun, Subroto bukannya berhenti memukul malah semakin membabi buta.
“Pak, sudah cukup,” kata Dewi melihat Serra kesakitan dengan luka lebam dibagian wajah karena pukulan Subroto tadi.
Serra ketakutan dan berlari ke kamar, dia sangat merasakan ngilu disekujur tubuhnya. Ini adalah pertama kalinya Subroto memukul Serra. Pukulan pertama yang akan selalu diingat Serra sepanjang hidupnya. Akibat kekerasan yang dilakukan Subroto, Serra merasakan trauma yang begitu dalam.
“Ibu, Maafkan Serra tidak bisa membantu Ibu,” ucap Serra menangis sesegukan di dalam kamarnya. Sementara Subroto tampak pergi keluar rumah dan meninggalkan Dewi seorang diri.
Serra baru berani keluar setelah mendengar sepeda motor Bapaknya pergi. Dia menghampiri Dewi yang tampak kesakitan diatas sofa.
“Bu, kita ke klinik ya,” kata Serra ketika melihat Ibunya memegangi perutnya yang sakit. Serra benar-benar tidak tega dengan keadaan Ibunya.
Serra segera mengambil air minum ke dapur untuk Ibunya, ketika dia kembali Dewi sudah tergeletak dilantai. Serra panik sekali, dia tidak mungkin menelfon Bapaknya. Dia meraih ponselnya dan menelfon Jaka.
“Kak Jaka, Ibu pingsan cepat Kakak kemari,” kata Serra panik saat sambung telfon sudah diangkat oleh Jaka di seberang sana.
Jaka langsung meluncur ke rumah Ibunya bersama Mira karena sudah sore hari jadi Mira di rumah. Sesampainya disana, Mira dan Jaka membawa Dewi ke rumah sakit terdekat. Di rumah sakit Dewi langsung ditangani Dokter, sementara itu Mira, Jaka dan Serra menunggu di kursi tunggu.
“Sabar ya Dek,” ucap Mira saat melihat Serra masih menangis karena takut Dewi kenapa-kenapa. Mira melihat luka lebam di wajah dan tangan Serra.
Dokter yang menangani Dewi sudah keluar dari ruangan. Jaka mendekati dokter itu dan menanyakan keadaan Dewi saat ini.
“Bu Dewi ternyata telah lama punya penyakit kanker, tapi sepertinya belum pernah diobati. Apa pihak keluarga tidak ada yang tahu?” tanya Dokter tadi.
“Maaf Dok, kami selaku putra putrinya tidak pernah tahu jika Ibu kami sakit kanker. Beliau tidak pernah bercerita pada kami,” jawab Jaka.
Semua tampak kaget mendengar penuturan Dokter, selama ini Dewi tidak pernah mengeluh sakit apapun. Dia selalu bersikap baik-baik saja, baru hari ini terlihat sangat pucat. Jaka mencoba menghubungi Bapaknya tapi tidak kunjung diangkat. Sedangkan Dewi butuh penanganan cepat. Akhirnya Jaka mengambil keputusan setelah berunding dengan Ibunya.
“Jaka, biarkan Ibu dirawat di rumah saja. Percuma saja Ibu dirawat karena penyakit Ibu sudah tidak bisa disembuhkan. Daripada menghabiskan biaya mendingan Ibu dibawa pulang saja. Ibu tidak mau merepotkan Bapak dan kalian semua,” ucap Dewi.
Dengan sangat terpaksa Jaka membawa pulang Dewi, sesampainya di rumah Subroto sedang asyik tidur. Jaka dan Serra nampak kecewa pada Bapaknya yang tidak memperhatikan kesehatan Ibunya.
Dewi dibaringkan di dalam kamar, sementara Mira mengambilkan Dewi makanan. Namun Dewi sudah tidak mau makan. Dewi juga tidak mau meminum obatnya. Melihat keadaan Dewi yang sudah tidak bisa apa-apa Subroto malah tersenyum.
“Percuma saja kamu berobat, hidupmu nggak akan lama lagi,” kata Subroto. Jaka ingin memukul Bapaknya tapi ditahan oleh Mira. Jaka kecewa sekali mendengar ucapan Bapaknya yang tidak ada rasa simpati sama sekali.
Subroto mendapatkan telfon dari seseorang, dia keluar dari kamar dan mengangkat ponselnya. Entah siapa yang menelfon Subroto dia tampak senang sekali. Bahkan dia tertawa seperti orang yang tidak punya dosa. Sedangkan Dewi di dalam kamar merasakan kesakitan yang amat dalam.
“Ibu, Ibu kenapa?” tanya Serra saat melihat Dewi nafasnya sudah mulai tersendat. Jaka dan Mira juga panik dengan keadaan Dewi. Jaka keluar kamar memanggil Subroto namun tidak dihiraukan. Dengan kasar Jaka merebut ponsel Bapaknya. Barulah Subroto mau mendengarkan ucapan Jaka.
Serra dan Mira di dalam kamar tampak teriak histeris, Jaka dan Subroto langsung berlari ke dalam kamar. Dewi sudah sangat parah sakitnya, nafasnya sudah tersendat dan dia memegangi perutnya terus.
“Ibu sudah tidak kuat,” ucap Dewi memegangi perutnya terus. Dewi sudah kesulitan untuk bernafas, apalagi menelan makanan. Mereka bergantian menunggui Dewi, sedangkan Subroto asyik tidur di sofa.
Pagi sekali Mira sudah bangun dan memasak sedangkan Serra mengurus keperluan Dewi. Dewi menangis saat melihat Serra merawatnya. Serra merawat Dewi dengan telaten.
“Serra, Ibu mau minum,” kata Dewi. Serra segera mengambil air minum Dewi ke dapur karena air yang ada di kamar sudah habis. Serra kaget saat kembali, Dewi sudah terjatuh di lantai. Jaka dan Serra segera membantu Dewi dan membaringkannya diatas ranjang kembali. Serra memberikan air minum pada Dewi.
Jaka dan Mira makan terlebih dahulu, sedangkan Serra menunggui Dewi di kamar. Serra memijat kaki Dewi, hingga akhirnya Dewi terlelap. Serra ke dapur untuk makan.
Subroto tidak terlihat, mungkin sudah pergi kerja. Serra tampak tidak berselera makan. Mira nampak kasihan melihat adiknya itu. Serra yang biasa dengan Ibunya kini harus melakukannya sendiri.
“Mira, Serra sini,” teriak Jaka dari dalam kamar Dewi. Serra langsung meletakkan sendoknya dan berlari kearah kamar Ibunya. Sesampainya di dalam kamar terlihat Dewi sudah memejamkan mata. Jaka memaparkan bahwa Dewi sudah tidak bernafas lagi. Jaka dam Mira sudah mengeceknya berkali-kali tapi terap sama hasilnya.
“Innalillahi wa Innalillahi rojiun,’’ ucap Mira pelan. Mendengar ucapan Mira, Jaka dan Serra serentak menangis. Jaka lebih tegar daripada Serra. Serra menangis histeris hingga para tetangga datang. Jaka menelfon Bapaknya dan mertuanya.
Serra tidak sanggup melihat jenazah Ibunya lagi, Serra akhirnya jatuh pingsan. Terpaksa Mira mengurus Serra sedangkan Dewi diurus oleh para tetangga yang datang lebih awal.
Subroto sudah datang, tetapi tidak ada perasaan sedih sedikitpun dia malah tersenyum sinis. Melihat sikap Bapaknya Serra yang sudah sadarkan diri sangat kecewa.
“Akhirnya kamu pergi juga,” ucap Subroto ketika melihat jenazah Dewi yang sudah ditutup kain dari ujung kaki sampai ujung kepala. Jaka mengepalkan tangannya mendengar ucapan Bapaknya. Subroto seakan sangat menginginkan kematian Dewi.
Setelah itu Dewi dimandikan dan dikafani, oleh para tetangga. 15 menit kemudian siap untuk dimakamkan karena sudah dishalati. Serra sangat kehilangan Ibunya, karena selama ini Serra terlalu manja dengan Dewi.
Sesampainya di rumah, ada tamu seorang wanita yang tidak dikenal Serra. Wanita itu tampak akrab dengan Subroto.
“Sayang, akhirnya dia meninggal juga,” kata wanita itu pada Subroto. Serra kaget mendengar wanita itu memanggil kata sayang pada Bapaknya. Serra menjatuhkan gelas yang dia bawa, sehingga mereka berdua menoleh kearah Serra. Tatapan wajah Subroto seketika berubah jadi sangat ganas.