Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Nikmatnya tubuh pelayanku

“Brak!” Saking terburu-buru sampai terdengar sedikit keras. Sarinten masih bersembunyi di belakang punggung Devan, wanita itu malah merangkul pinggang Devan sambil mengusap-usap rudal di balik celana si majikan.

Yuyun langsung berbalik dan mengetuk pintu kamar mandi. “Mas! Tok, tok, tok! Mas Devan di dalam? Buruan keluar, anak-anak harus ke sekolah. Aku mau pergi ke kantor!” Teriak istri Devan dari luar pintu.

“Ukhhhh! Keras Yun, aku masih buang air, keras sekali, uukhh!” Devan memencet batang hidungnya sambil berpura-pura mengejan.

“Ya sudah, nanti pokoknya jangan lupa anter anak-anak.”

“Iya Yun, kamu berangkat saja dulu.. akhh, aku sudah mau selesai!” Sahutnya dari dalam kamar mandi.

“Mas, pinter banget ngeles..” bisik Sarinten sambil mencubit mesra pipi Devan.

“Ten nanti malam kalau ada waktu aku datang ke kamar kamu ya?” Pinta Devan pada Sarinten.

“Mas nggak tahan ya? hihihi!” Sarinten terkekeh geli lantaran tonggak milik Devan kembali mengeras akibat sentuhan jemarinya sekarang. Wanita itu masih berdiri di belakang Devan sambil terus menyentuh kejantanan Devan dari belakang punggung pria tersebut.

“Iya, habisnya kamu seksi sekali. Dadamu juga lebih besar dari Yuyun, apalagi pepekmu ini sangat nikmat sekali kenyotannya!” Serunya Devan dengan penuh nafsu.

“Ah, Mas Devan mujinya kelewatan, nanti Rinten terbang Mas. Jangan gitu ah, punya Mas Devan ini bikin Rinten nggak tahan juga. Besar dan panjang sudah gitu tahan sampai berjam-jam!” Serunya dengan gaya menggoda. Mendengar langkah kaki Yuyun semakin jauh, Sarinten segera menyelinap keluar dari dalam kamar mandi tersebut untuk melanjutkan tugasnya membangunkan Darto di dalam kamarnya.

Dengan gemas Devan mencubit bongkahan pinggul Sarinten saat wanita itu melenggang di depan matanya.

“Akh, Mas!” Sarinten memekik pelan sambil menggoyangkan pinggulnya.

“Awas kalau lupa!” Ucap Devan lagi.

“Nggak mungkin Rinten lupa, sudah Mas sana sarapan!” perintah wanita itu sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Devan.

Sarinten berjalan menuju ke kamar Darto, rupanya aksi panas Darto dan Amina masih belum selesai.

Sarinten hampir mengetuk pintu buru-buru menarik tangannya, dia melihat dari celah pintu gerakan liar pinggul Amina di atas Darto yang kini sedang terlentang di atas ranjang.

“Astaga! Pak Darto ternyata juga memiliki senjata sebesar itu, seukuran dengan punya Mas Devan. Pantas saja Bu Amina selalu lama saat tinggal di dalam kamar.” Ucapnya sambil menelan ludahnya ketika menyaksikan adegan panas plus-plus di dalam kamar.

“Pak, ouh, enak, Pak, ouuh, Pak! Ah, ah, aku muncrat Paak! Paaaaak!” Jerit Amina pada Darto, sudah tiga kali Amina mengeluarkan cairannya sejak awal permainan. Sementara Darto belum sama sekali.

“Giliranku Bu! Ah, ah, ah, ouh, Bu, ah, basah dan licin.” Darto menggenjot Amina dari bawah, sementara Amina bertelungkup di atas tubuh Darto. Pria itu meremas-remas pinggul Amina yang kini tersentak naik berkali-kali akibat sodokan darinya.

“Paak, ouhh, enak Pak!” Amina mengerang nikmat seraya menciumi bibir pria berkumis itu.

Sarinten meraba liang intim miliknya sendiri yang kini sudah basah semenjak melihat adegan itu lima menit yang lalu.

“Ten! Kopiku mana!” Tegur Anto si supir Amina, pria itu berdiri di ambang pintu ruang tengah.

“Ssstttt! Diam kamu!” Sarinten memberikan isyarat pada Anto agar tidak membuka suara keras-keras. Sarinten lupa dengan tangannya yang lain yang masih tinggal di selangkangannya sendiri. Anto hanya bisa menunjuk jemari Sarinten di dalam rok. Sarinten malu sekali, wanita itu buru-buru menurunkan ujung dasternya lalu menarik lengan Anto menuju ke dapur.

“Kamu ngapain? Basah ya?” Sindir Anto sambil menelan ludahnya sendiri melihat paha mulus milik pembantu rumah tersebut. Dengan santai Anto mengusapnya saat Sarinten menariknya menuju dapur. “Ten, tembem dan lebat..” seru Anto dengan napas memburu.

“To, jangan, nanti istrimu marah sama aku.. ahhh, To,” Rintih Sarinten sambil mengusap lengan Anto yang kini sibuk menggelitik dan mengusap organ intim di balik dasternya. Mereka berdua sudah tiba di dapur. Sarinten melepaskan usapan lengan Anto karena harus mengambil air dalam panci kecil lalu menyalakan kompor.

“Jangan ngadu dong, Ten. Masa kamu tega sama aku..” Anto menggila dan malah membuka rok daster Sarinten lalu berjongkok di depan Sarinten untuk menciumi liang basah itu dengan bibirnya sambil mengocoknya menggunakan jemarinya.

“Tooo, oukh, To, jangan, nanti ketahuan, ouhh, To, geli sekali. Emh, enak Ton.” Seru Sarinten pada supir tersebut.

“Ten, dari belakang ya? Aku minta sebentar saja, sepuluh menit.” Rayu Anto pada Sarinten.

“Iya, deh, oukkh, To! Too, akh, uh, enak, To, aahh, terus Tooo!” Sarinten membungkuk berpegangan dengan meja dapur, Anto menyodoknya dari belakang.

“Ten keluarkan Ten, ouhh, Ten, enak, ouhh, tembem sekali Ten!” Tono menekan-nekan tonjolan area intim Sarinten menggunakan telapak tangannya dengan cepat dan liar. Menekan dan mengusapnya dengan kasar dan cepat. Cairan Sarinten sampai berceceran di lantai dapur.

“To, aku aakhh, enak sekali To, aku keluar, ouuhh! Toooooooo!” Pekik Sarinten.

“Aku juga crot Ten, oukh enak sekali Ten!”

Karena tergesa-gesa mereka hanya melakukan aktivitas itu selama lima belas menit.

“Sudah To, lepas, buruan, aku mau seduh kopimu. Nanti Pak Darto juga keburu ke dapur, gawat kalau kita ketahuan.” Sarinten memukuli lengan Anto yang masih menahan kedua sisi pinggangnya.

“Iya Ten, eh, jangan bilang sama istriku ya? Nanti dia minta cerai, kamu tahu sendiri Narti itu cemburunya besar banget!” Ucapnya sambil mengeluarkan uang tiga puluh ribu dari dalam saku bajunya untuk membungkam mulut rekan kerjanya itu. “Ini buat beli jajan, aku cuma punya segini Ten. Ibu Amina belum kasih gaji bulan ini.” Rayunya pada Sarinten.

“To, nggak usah! Aku masih punya uang. Lagi pula kita melakukannya atas dasar mau sama mau. Sudah kamu simpan saja.” Sarinten mengukir senyum pada bibirnya lalu mengambil dua gelas dan mulai menyeduh kopi untuk Anto, satu untuk Darto.

“Serius Ten, nanti pas aku nagih kamu tolak?” Seru pria itu sambil menekuk wajahnya.

“To, kamu itu sudah punya istri, aku nggak mau kalau nanti kena amuk Narti. Narti juga cantik, sudah sana bawa kopimu. Nanti dicari Bu Amina..” ucapnya sambil melenggang pergi membawa gelas kopi milik Darto menuju ruang makan.

“Pokoknya kamu harus mau Ten, besok-besok aku bakalan tagih lagi! Punyamu disentuh saja sudah basah seperti itu, pasti kamu nggak akan nolak aku!” Ucap Anto dalam hati sambil menyeruput kopi dari cangkirnya. Matanya yang liar menatap bokong padat milik Sarinten, wanita itu sedang berdiri menghadap meja makan memunggunginya. Sarinten mengambil piring kotor yang tadi dipakai Devan dan Yuyun juga Lili dan Aldi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel