Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13

Retha telah selesai mengemas barang-barangnya. Hari ini, ia akan pergi. Meninggalakan semuanya, meninggalkan kota Jakarta dan semua yang ada di dalamnya.

Termasuk Farrel.

Dua buah koper yang cukup besar, berisi barang-barang yang ia butuhkan untuk di Negara barunya nanti. Ya, Retha akan pindah ke luar negeri ikut dengan Ayahnya yang di pindah tugaskan ke sana.

Amerika Serikat, akan menjadi tempat Retha yang baru. Tidak ada yang mengetahuinya, bahkan Retha hanya memutuskan ini dalam hitungan detik. Tidak perduli dengan konsekuensi yang akan ia tanggung nanti.

Masalah Farrel, Retha tidak kuat menerimanya. Tidak kuat menghadapi kenyataan, bahwa selama ini orang yang memberinya kebahagiaan adalahu orang yang sama yang telah merenggut setengah kebahagiannya.

Selama ini, orang yang ia sangat benci adalah orang yang ia cintai. Bahkan, Retha tidak tahu perasaan seperti apa sekarang yang ia miliki. Benci, atau cinta?

Retha tidak bisa menerimanya. Ia terlalu takut untuk mengetahuinya lebih dalam, terlalu sakit untuk menerima kenyataan.

Mengapa dunia sesempit ini? Disaat Retha sudah menjatuhkan hatinya se jatuh-jatuhnya pada Farrel, cowok itu justru menjatuhkannya lebih. Ke dalam jurang.

Retha memejamkan matanya. Kepalanya terasa pening karena menangis terlalu lama.

Tadi, Farrel sempat ke rumahnya. Dan Retha menyuruh pak Bono berbohong untuk mengatakan bahwa ia tidak berada di rumah, Retha tidak ingin bertemu dengan Farrel lagi.

"Non, taksi yang Non pesen udah sampe." ucap Bi Siti dari luar kamarnya.

Retha menghembuskan nafasnya berat. "Suruh Pak Bono bawain koper saya, Bi." teriaknya dari dalam.

Kemudian, Retha melangkahkan kakinya keluar kamar seraya menenteng tas kecil, berisi pasport, dompet, kacamata, tiket dan ponsel.

Retha menatap sekeliling rumahnya. Rumah yang sangat banyak memiliki kenangan, mulai dari ibunya sampai Farrel. Semuanya membuat hati Retha sakit jika mengingatnya bersamaan.

Bukan tanpa alasan Retha pergi, selain untuk kuliah, sekarang Retha juga memiliki alasan lain. Menjauhi Farrel.

Meninggalkan laki-laki brengsek itu. Dia yang telah menyebabkan Bunda-nya meninggal. Farrel memberikannya kebahagiaan sekaligus luka yang tidak akan pernah Retha lupakan.

"Non, kopernya udah di taksi semua." Pak Bono menyadarkan Retha dari lamunannya.

Retha tersenyum tipis, gadis itu mengangguk. "Makasih, Pak. Retha pamit dulu, ya. Jagain rumah ini baik-baik, mungkin cuman Ayah yang bakalan pulang. Retha enggak. Kalau Valerie atau Deva nyari, bilang aja Retha kuliah ikut Ayah. Kalau Farrel, jangan di kasih tau, ya?" pesan Retha sebelum berangkat.

Meski ragu, pak Bono lantas mengangguk. "Iya, Non."

"Kalau gitu, Retha pamit, ya." gadis itu memasang kacamata hitamnya, dan masuk ke dalam taksi.

"Bandara, Pak." ucap Retha pada sang supir.

Setelah mengangguk, supir taksi itu mulai menjalankan mobilnya.

Di jalan, Retha sibuk termenung. Memikirkan apakah keputusannya ini sudah tepat atau tidak. Namun, rasanya memang hanya ini cara yang paling pas untuk menghilang dari makhluk bernama Farrel Manggala Wdyatmaja.

Kalau hanya pindah kota, Retha yakin Farrel akan dengan mudah menemukannya. Berbeda dengan pindah Negara, sudah pasti Farrel akan kesusahan mencarinya.

Pamit.

Retha sama sekali belum melakukannya. Ia hanya berkata pada Valerie bahwa ia akan menyusul Ayahnya di Singapore, agar Valerie mengatakan pada Samudra, dan Samudra mengatakannya pada Farrel.

Padahal, Negara yang akan di tuju Retha adalah Amerika Serikat. Tempat Ayahnya di pindah tugaskan, dan memang sudah sejak lama ia bercita-cita ingin berkuliah di sini.

Akhirnya, Retha merogoh tas kecilnya. Mengambil ponselnya yang sudah hampir seharian tidak ia sentuh, bahkan Retha tidak yakin kalai ponselnya masih menyala.

Retha menekan tombol samping untuk menghidupkan ponselnya. Dan, menyala. Menampilkan notifnya yang jebol, dan semua itu karena Farrel.

(204) incoming call from Farrel
Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel