Bab 8 . Harus Berhasil
Eleanor Zhu sangat berbeda dari yang dibicarakan dalam artikel. Tentu saja dirinya juga bukan aktor pertama yang menjadi teman kencan wanita itu, tetapi ada sesuatu yang menarik dari Eleanor. Wanita itu terlihat begitu polos dan murni. Berinteraksi dengannya amatlah nyaman. Namun, dirinya yang memiliki kehormatan untuk menemani sang pewaris selama berhari-hari. Biasanya para teman kencan, hanya bersama dengan Eleanor dalam hitungan jam.
Berhari-hari, itu artinya sang pewaris juga membayar denda untuk kontrak miliknya, yang dibatalkan karena kencan ini. Walaupun ini namanya kencan, tetapi mereka sama sekali tidak berpegangan tangan, apalagi berciuman. Mereka layaknya sahabat yang pergi berwisata bersama. Tentu, semua yang dilaluinya dengan pewaris tidak boleh diungkapkan. Sebab, hal itu ada disebutkan dalam pasal kontrak kerjanya untuk Eleanor Zhu.
Daniel Go menatap ke arah Eleanor yang sibuk mengintip keluar jendela helikopter. Wanita itu sangat baik dan polos, Daniel menyukainya. Namun, sepertinya ada rahasia besar yang dimiliki oleh wanita itu. Apapun itu, Daniel tidak peduli atau memusingkannya. Setidaknya, saat ini fobia akan ketinggiannya sedikit membaik dan terima kasih, itu semua berkat Eleanor.
Helikopter berhenti di atas atap rumah sakit swasta terbesar di kota dan mereka turun. Di sana sudah ada staff humas rumah sakit yang menyambut mereka.
"Tuan Go, selamat malam."
"Nona, selamat malam."
Mereka berdua mengangguk untuk membalas sapaan staff itu. Lalu, mereka di antar ke lantai VVIP rumah sakit. Saat mereka tiba, Daniel langsung berlari kencang dan masuk ke dalam kamar. Eleanor berdiri di depan pintu kamar dan melihat ke dalam. Dirinya bukan keluarga atau teman, jadi tidak pantas terlibat dalam urusan keluarga itu.
Eleanor melihat seorang pria terbaring di ranjang dengan begitu banyak alat penopang kehidupan terpasang ditubuhnya. Ada juga sepasang pria dan wanita paruh baya yang sibuk berbicara dengan sang dokter. Daniel sendiri menghampiri wanita itu dan memeluknya. Sepertinya mereka adalah orang tua Daniel.
Tunggu! Tunggu! Ayah Daniel terlihat familiar. Memandang dan fokus cukup lama, akhirnya Eleanor tahu siapa itu. Wow, Daniel Go juga merupakan anak orang kaya. Pantas saja, saudara Daniel dapat dirawat di rumah sakit ini dengan fasilitas terbaik.
Eleanor menunggu di depan dan duduk di salah satu kursi tunggu. Memeriksa waktu di jam tangannya dan dirinya masih memiliki 5 jam. Jadi, Eleanor duduk di sana dan menunggu. Beberapa hari ini dirinya merasa begitu bahagia. Ternyata hidup tanpa kekhawatiran amatlah menyenangkan. Dirinya dapat melakukan apapun. Ya, apapun! Dirinya berhutang budi pada sang Bhikkhuni dan jika dirinya kembali dengan selamat, maka hal pertama yang akan dilakukannya adalah berterima kasih. Dirinya akan memenuhi semua permintaan sang Bhikkhuni, ya itu adalah caranya untuk berterima kasih.
"Minumlah," ujar Daniel dan menyodorkan sebuah gelas keramik berisi kopi.
Ini adalah lantai VVIP, tentu saja minuman yang dihidangkan akan berbeda.
"Terima kasih."
Eleanor meneguk kopi itu dan terasa begitu nikmat.
"Kopi pekat dengan satu sendok teh gula merah," jelas Daniel dan duduk di sampingnya.
Eleanor mengangguk. Ternyata, pria itu memperhatikan dirinya.
"Kamu tidak bilang ayahmu adalah Peter Go, pemilik rumah lelang dan galeri seni terbesar di Asia!" seru Eleanor dan menatap pria itu.
"Kamu kenal ayahku?" tanya Daniel dengan senyum diwajahnya.
"Aku sering melihat foto beliau di artikel bisnis."
"Kamu suka artikel bisnis?"
"Aku suka semua hal yang menyangkut bisnis, politik dan semua yang terjadi di dunia!"
"Wow, seleramu amat berat," goda Daniel.
"Jadi, apa yang terjadi padanya dan apa yang dikatakan dokter?" tanya Eleanor yang penasaran.
"Albert, ya kakakku bernama Albert. Satu tahun yang lalu, Albert mengalami kecelakaan parah. Mobil sport yang kendarainya menabrak pembatas jalan dan terjun bebas, ke dalam jurang."
"Apa yang terjadi tadi?" tanya Eleanor kembali.
"Tidak ada. Tidak ada yang penting," jawab Daniel kecewa.
Lalu, mereka berdua terdiam untuk sesaat.
"Apakah menurutmu Albert akan bangun?" tanya Daniel ringan.
"Hmmm, aku bukan dokter. Namun, segala sesuatu mungkin dapat terjadi, saat ada harapan dan orang-orang yang berharap untuk hal tersebut."
"Eleanor Zhu, pewaris Zhu Technology, bisnis berbasis logika, percaya akan harapan? Wow, bukankah itu diluar perkiraan?" tanya Daniel takjub.
Eleanor tertawa kecil. Ya, ini agak sedikit menggelikan, tetapi inilah yang dirasakannya saat ini.
"Aku mengalami hal tersebut. Akan ada keajaiban dalam setitik harapan. Ya, itu terjadi empat hari yang lalu dalam hidupku," jawab Eleanor sambil tersenyum.
"Ehm, aku harus kembali," lanjut Eleanor, meletakkan cangkir dan segera berdiri dari duduknya. Ya, dirinya tidak dapat menceritakan lebih banyak kepada Daniel Go.
Daniel ikut berdiri dan menatap Eleanor. Semakin mengenal wanita ini, membuat dirinya semakin tertarik dan penasaran.
"Baiklah. Jadi, apakah ada kencan selanjutnya? Maksudnya benar-benar kencan, tentu aku akan menandatangani syarat yang kamu ajukan. Namun, aku tidak akan menerima bayaran dan bayaran untuk kencan kali ini, akan aku kembalikan," ujar Daniel.
Eleanor mengerjapkan matanya beberapa kali. Dirinya bingung, bagaimana cara menanggapi ajakan kencan seperti ini. Selama ini, dirinya yang menunjuk dengan siapa ingin berkencan dan Sekretaris Han yang mengurus segalanya.
"Apakah aku terlalu terburu-buru dan membuatmu takut?"
Buru-buru Eleanor menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu apakah bisa atau tidak," jawab Eleanor jujur.
"Apakah aku baru saja ditolak?" tanya Daniel dengan raut wajah kecewa.
"Tidak! Tidak, bukan seperti itu!" seru Eleanor buru-buru.
"Maksudku, aku.... Aku yang akan menghubungimu. Jangan kembalikan uangku dulu, jika kita berkencan kembali, maka kembalikan pada saat itu," jelas Eleanor. Dirinya tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Apakah dirinya dapat terbangun atau sebaliknya? Eleanor tidak tahu dan tidak ingin membuat pria baik ini menunggu.
"Baiklah. Aku akan menunggu kabar darimu," jawab Daniel.
Eleanor mengangguk.
"Bolehkah...."
"Tanyakan saja apa yang mengganggu pikiranmu," pinta Daniel yang merasa Eleanor ingin bertanya sesuatu.
"Bolehkah aku memelukmu?" tanya Eleanor polos. Dirinya belum pernah berpelukan dengan lawan jenis, selain dengan ayahnya. Ya, ada resiko dirinya tidak dapat kembali, jadi sebelum mati Eleanor ingin tahu bagaimana rasanya berpelukan.
Sebenarnya yang Eleanor ingin coba adalah berciuman, tetapi keberaniannya menciut.
Daniel tidak menjawab dan langsung menyelipkan tangannya ke balik punggung Eleanor. Lalu, menarik tubuh Eleanor, agar menempel pada tubuhnya. Kemudian, Daniel memeluknya erat.
"Seperti ini?" bisik Daniel.
Eleanor mengangguk. Tubuhnya begitu tegang dan tidak tahu harus bagaimana. Kedua tangannya terjulur kaku, di sisi tubuh Daniel.
Tangan Daniel yang ada di punggungnya, mulai mengelus perlahan.
"Santai sedikit, ini hanya pelukan," bisik Daniel kembali.
Kembali, Eleanor mengangguk dan berusaha untuk rileks. Ternyata amat sulit, bahkan lebih sulit daripada menembak papan sasaran dari jarak 100 meter.
Jantungnya berdebar cepat, tubuh dan wajahnya memanas. Jika terus seperti ini, maka alarm jam tangan canggihnya akan mulai berteriak.
Eleanor lalu menyusup keluar dari pelukan Daniel dan merasa amat canggung.
"Aku pergi!" ujar Eleanor kaku dan langsung berbalik, berlari kecil. Wajahnya terasa terbakar dan Eleanor mengatur jam tangannya sebelum itu meraung-raung.
Daniel Go menatap Eleanor yang sudah menjauh darinya. Apakah ini pelukan pertama wanita itu? Ya, Daniel yakin itu benar.
Di dalam helikopter, Eleanor tidak lagi sibuk memandang keluar jendela. Saat ini, perasaannya seperti melayang. Tersenyum sendiri, Eleanor menyentuh wajahnya yang panas dan tentunya merona. Seperti inikah rasanya berpelukan? Lalu, seperti apa rasanya Berciuman? batinnya penasaran.
Ya, dirinya harus terbangun dari tidurnya nanti, untuk merasakan seperti apa rasanya berciuman, bahkan bercinta.
"Arghhh!" Eleanor memekik kecil karena begitu antusias.
"Ada apa, Nona?" Segera pilot dan co-pilot bertanya, melalui headphone.
"Tidak! Tidak apa-apa!" balas Eleanor segera.
Eleanor kembali ke kastil dan dengan suasana hati gembira, dirinya berlari ke dalam kamar.
Di sana Bibi Luo, Sekretaris Han dan beberapa perawat sudah bersiap. Di sekitar ranjang sudah terpasang begitu banyak peralatan kedokteran. Melihat itu semua, membuat Eleanor teringat pada Albert Go yang terbaring koma di rumah sakit tadi. Apakah dirinya akan berakhir sama seperti itu? Tidak.
Dirinya harus berhasil, agar dapat kembali untuk bercinta.