Bab 3 . Tidak Boleh Meninggalkan Bekas Luka
Malam itu, Eleanor hanya terdiam dalam tubuh Zhu An Chi. Ya, yang An Chi lakukan hanya menangis tersedu-sedu.
'Aku tidak akan seperti dirimu! Jika pria itu menikahi wanita lain, maka temukan pria lain! Mengapa kamu harus seperti ini? Yang kamu lakukan hanya menangis dan menangis. Jika benar-benar mencintai sang Pangeran, maka kejar pria itu. Abaikan kenyataan bahwa dia pria beristri. Lagipula, istrinya amatlah menyebalkan!' Kembali Eleanor mengutarakan pikirannya. Pikiran yang sesuai dengan zaman di mana dirinya berasal.
Eleanor tidak tahu, apa yang dianjurkan olehnya amatlah tabu pada zaman ini. Walaupun terlihat tidak peduli, Zhu An Chi mendengar semua ucapan Eleanor. An Chi tidak berani mengatakan bahwa, ada orang lain yang berbicara di benaknya. Sebab, dirinya pasti akan dikatakan gila. Awalnya, An Chi ketakutan. Namun setelah bertahun-tahun, hal ini menjadi biasa dan An Chi mampu mengabaikan suara itu.
Hanya saja, apa yang diucapkan suara itu terasa amat tepat. Di tengah keputusasaan, ucapan Eleanor layaknya ide yang cemerlang. Lagipula, An Chi yakin bahwa Pangeran ke-3 masih memiliki perasaan terhadapnya. Zhu An Chi bersedia, jika hanya akan menjadi selir sang Pangeran. Dirinya bersedia.
Akhirnya, Eleanor merasa tenang saat An Chi tidak lagi menangis. Eleanor hanya dapat melihat dan mendengar, apa yang terjadi dilihat dan didengar oleh Zhu An Chi. Itu artinya, Eleanor tidak tahu apa yang dipikirkan oleh An Chi saat ini. Jika Eleanor tahu, maka dirinya tidak akan merasa tenang.
Entah termenung berapa lama, akhirnya jiwa Eleanor terlelap dalam tubuh Zhu An Chi.
Keesokan harinya.
BRAKKK!!!
Pintu kamar dibuka dengan begitu kasar dan membuat An Chi terbangun, terlonjak kaget. Begitu juga dengan jiwa Eleanor, yang ikut terpanggil.
'Sial! Aku masih terjebak di tubuh ini!' Kembali, Eleanor menggerutu.
"Zhu An Chi, Nyonya Besar memintamu segera menghadap!" seru pelayan pribadi Nyonya Besar.
Wanita paruh baya dan bertubuh gemuk itu, amat mengesalkan. Seorang pelayan yang bertindak semena-mena terhadap Zhu An Chi. Tentu saja itu dapat terjadi karena izin dari sang Nyonya Besar, istri pertama dari sang Jenderal.
Zhu An Chi turun dari ranjang bambu yang sederhana. Ya, kamar Zu An Chi berada di bagian belakang kediaman, tepat di samping dapur dan amat sederhana. Tentu itu sangat berbeda dengan kamar putri Jenderal yang lain. Entah mengapa, dirinya diperlakukan buruk seperti ini. An Chi tidak tahu dan tidak pernah ingin tahu.
Tidak diberi kesempatan untuk berganti pakaian atau merapikan rambut, An Chi sudah diseret pelayan itu keluar dari kamar.
Selama beberapa hari belakangan ini, Nyonya Besar pergi sembahyang di kuil dan menginap di sana. Saat-saat itulah, hidup An Chi akan sedikit terasa damai. Sepertinya, dirinya langsung dipanggil begitu sang Nyonya Besar tiba di kediaman. An Chi yakin, alasan dirinya dipanggil terkait kejadian kemarin, kejadian di taman.
Eleanor merasa cemas. Dirinya tahu apa yang akan segera terjadi. Jika berhadapan dengan Nyonya Besar, maka hal buruklah yang akan terjadi. Nyonya Besar, jelas-jelas amat membenci An Chi dan selalu main tangan. Wajah An Chi sudah begitu sering terkena tamparan wanita itu dan sepertinya, kali ini juga tidak akan lebih baik.
An Chi dan pelayan tadi masuk ke aula depan kediaman. Hari masih begitu pagi, bahkan langit masih belum terang.
"BERLUTUT!" seru pelayan itu dengan begitu kurang ajar, terhadap An Chi.
Patuh, An Chi langsung berlutut di hadapan Nyonya Besar yang duduk di kursi utama ruangan itu. Zhu Jia Li juga ada di sana, duduk di samping Nyonya Besar. Ibu dan anak itu menatap An Chi dengan tatapan penuh kebencian.
Nyonya Besar Zhu berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah An Chi yang berlutut, menundukkan kepala.
Tiba di hadapan An Chi, tangan dengan jari jemari gemuk yang dilingkari cincin giok indah, mencengkeram wajah Zhu An Chi. Dengan kasar, menarik wajah itu, agar menatap kepadanya.
"PELACUR! Kau sama saja dengan ibumu!" bentak Nyonya Besar, lalu mendorong wajah An Chi begitu kuat sehingga tubuhnya tersungkur ke lantai.
Kedua tangan Zhu An Chi yang berada di atas lantai, terkepal erat. Tidak masalah dirinya dihina, tetapi jangan ibunya. Ibunya sudah meninggal dan sudah seharusnya, beristirahat dengan tenang.
'Hei, hentikan! Jangan menantang wanita tua gila itu! Kamu akan dipukul habis-habisan!' Eleanor memperingati An Chi.
"Apa salah diriku dan ibuku, sehingga Nyonya begitu membenci kami?" tanya An Chi dengan suara yang terdengar begitu tenang dan dingin.
HA HA HA!
"Kau lihat, pelacur kecil ini berani bertanya!" ujar Nyonya Besar kepada putrinya.
"Sepertinya, Ibu sudah terlalu baik terhadapnya!" lanjut Zhu Jia Li dengan tatapan mengejek, menatap An Chi.
PLAKKK!
Satu tamparan keras melayang ke wajah An Chi. Tamparan itu membuat tubuh An Chi terpental ke belakang.
Eleanor meringis kesakitan. Ya, dirinya juga merasakan tamparan itu. Bahkan, telinganya sampai berdenging.
"Salahmu adalah dilahirkan oleh wanita itu! Salah ibumu adalah berani menikah dengan Jenderal!" ujar Nyonya Besar dingin, sambil mengeluarkan sapu tangan sutera untuk membasuh tangannya yang barusan menampar Zhu An Chi. Seakan-akan, wanita itu baru saja menyentuh kotoran.
"Buang ini!" ujar Nyonya Besar kepada pelayan pribadinya, sambil melempar sapu tangan itu.
Anehnya, Zhu An Chi sama sekali tidak menangis. Itu aneh, tidak biasanya wanita ini tidak menangis. Jujur, Eleanor merasa khawatir.
"Kurung di gudang bawah tanah! Hukum dia, tetapi jangan sampai meninggalkan bekas luka!" perintah Nyonya Besar kepada pelayan pribadinya.
"Baik, Nyonya."
Lalu, Zhu An Chi kembali diseret.
"Ibu, mengapa tidak boleh meninggalkan bekas luka di tubuhnya?" tanya Jia Li penasaran. Itu yang selalu dipesan Ibunya, saat menghukum Zhu An Chi.
Hukuman yang diberikan adalah pukulan yang hanya menyebabkan lebam, bukan luka berdarah. Bukankah luka dengan darah akan membuat An Chi lebih kesakitan dan menyadari kesalahannya? batin Jia Li.
"Tidak boleh ada bekas luka di tubuhnya! Sebab, dia akan menikah dengan Putra Mahkota!" ujar Nyonya Besar santai dan sambil meneguk teh dari cangkir keramik yang indah.
"IBU!" tegur Jia Li yang merasa tidak senang. Dirinya, bertahan untuk tidak menikah dan menolak semua lamaran dari putra pejabat. Untuk apa? Tentu saja, agar dapat menikah dengan sang Putra Mahkota dan menjadi Permaisuri.
Ha ha ha!
"Kamu harus lebih bersabar," tegur Nyonya Besar dengan lembut kepada putrinya yang cantik jelita.
"Bagaimana aku bisa tenang, jika An Chi yang menjadi Permaisuri!" gerutu Jia Li dengan manja.
"Dengarkan, Ibu! Tentu kamu akan menjadi Permaisuri, tetapi setelah tumbal diserahkan. Putra Mahkota dan Permaisuri pertama adalah tumbal. Setelah mereka mati, maka Putra Mahkota lain akan diangkat. Barulah, kerajaan dapat berlangsung dengan damai," jelas Nyonya Besar.
"Apa maksud, Ibu?" tanya Jia Li yang semakin penasaran.
"Tidakkah kamu heran mengapa seorang putra dari selir, yang dinobatkan menjadi Putra Mahkota? Bahkan, rumor mengatakan Putra Mahkota adalah seorang idiot. Tentu saja itu adalah bagian dari tumbal. Setelah tumbal dikorbankan, maka Pangeran pertama yang akan diangkat menjadi Putra Mahkota berikutnya. Saat itulah, dirimu akan menjadi Permaisuri, mendampinginya," jelas Nyonya Besar kembali.
"Itu artinya cerita rakyat itu benar?" tanya Jia Li tidak percaya.
Cerita rakyat mengatakan kehebatan Kerajaan Yanzhou, didirikan di atas jiwa yang dikorbankan. Setiap generasi, harus mengorbankan Putra Mahkota dan Permaisuri pertama. Sang Putra Mahkota akan mati muda karena suatu penyakit. Sedangkan, untuk Permaisuri akan mati pada saat malam pertama pernikahan, dalam keadaan masih perawan.
Keluarga Zhu dipilih sebagai keluarga besan kerajaan, karena kontribusi besar yang diberikan sang Jenderal untuk negeri ini. Raja amat menghargai sang Jenderal, maka kehormatan itu diberikan kepada Keluarga Zhu.
"Itu benar! Hanya saja, pasti masih banyak misteri di dalamnya. Jadi putriku, bersabarlah dan biarkan An Chi membuka jalan untuk dirimu," ujar Nyonya Besar dengan lembut.
Secercah senyum menghiasi wajah cantik Zhu Jia Li. Akhirnya, dirinya akan menjadi seorang Permaisuri. Posisi yang diimpikan oleh setiap wanita di negeri ini. Bukankah ini sempurna? Dirinya akan menjadi Permaisuri dan An Chi akan mati. Ini sempurna, amat sangat sempurna, batin Zhu Jia Li gembira.