Bab 2 . Wanita Bodoh
"Berapa lama kali ini Nona akan tertidur?" tanya Bibi Luo kepada Sekretaris Han.
"Entahlah! Hanya saja, belakangan ini Nona semakin sering tertidur dengan durasi yang begitu lama. Sepertinya kencan hari ini harus dibatalkan. Nona pasti sangat kesal," balas Sekretaris Han.
"Pastinya."
***
Keesokan harinya, Eleanor masih tertidur.
Arron Zhu berdiri di depan tenda raksasa yang dibangun mengelilingi tubuh putrinya, yang tertidur lelap. Hatinya terasa begitu remuk. Saat ini, kesehatannya sendiri menurun drastis. Apa yang terjadi, jika dirinya mati? Tidak! Dirinya tidak boleh mati, sebelum Eleanor sembuh. Tidak boleh!
"Carikan dokter lain!" perintah Arron Zhu kepada Sekretaris Han.
"Baik, Tuan!"
"Ehm, Tuan..."
Sekretaris Han ragu, untuk mengutarakan niatnya.
"Katakan saja, ada apa? Sudah lama kamu mengikuti diriku, jadi utarakan apa yang ada di benakmu!" perintah Arron Zhu.
"Tuan masih ingat lima tahun belakangan ini, kita menyumbang banyak untuk pembangunan kelenteng tua yang ada di pinggir kota?" tanya Sekretaris Han.
Arron Zhu mengangguk.
"Kepala Bhikkhuni kelenteng itu, ingin bertemu dengan Tuan dan Nona. Beliau ingin mengucapkan terima kasih dan melihat kondisi Nona," jelas Sekretaris Han.
Ha ha ha!
"Apakah kami, Keluarga Zhu terlihat begitu putus asa?" tanya Arron Zhu setelah tertawa getir.
"Tentu tidak, Tuan! Keluarga Zhu terkenal murah hati. Merupakan suatu kehormatan jika beliau ingin menemui Tuan dan Nona," ujar Sekretaris Han segera.
"Kehormatan?" tanya Arron Zhu, sambil menaikkan sebelah alisnya. Bukankah, seharusnya itu sebaliknya? Dirinya tidak asal menemui orang.
"Beliau terkenal di seluruh dunia. Ucapannya bijaksana dan banyak orang yang berlomba-lomba, untuk mendapat arahan darinya. Beliau, mampu memprediksi sesuatu hal. Banyak yang mengatakan, beliau memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan Dewa."
HA HA HA!
Kali ini, Arron Zhu tertawa terbahak-bahak.
"Sudah lama aku tidak tertawa sebahagia ini! Leluconmu sangat lucu!" ujar Arron Zhu.
"Tapi Tuan–"
"Cukup! Apakah kamu lupa aku dan putriku atheis? Bagaimana kamu yang sudah ikut lama denganku, menyinggung soal Dewa di hadapanku. Belum lagi, kami selalu berpikir secara logis. Karena itulah, perusahaan Zhu menjadi yang paling maju di bidang teknologi perangkat lunak!" jelas Arron dengan bangga.
"Tentu aku tahu jelas akan hal tersebut. Namun, setidaknya temui Bikkhuni itu satu kali Tuan. Tuan tidak akan rugi, anggap saja hal itu dilakukan untuk Nona," pinta Sekretaris Han. Ya, sudah begitu banyak dokter ahli yang datang memeriksa Nona. Namun, hasilnya nihil. Tidak ada ilmu medis, yang mampu menjelaskan penyakit Nona. Bukankah ini saat yang tepat untuk memohon kepada Yang Kuasa? batinnya.
"Sudah berapa tahun kamu bekerja untuk Keluarga Zhu?" tanya Arron Zhu.
Sekretaris Han menelan ludah, khawatir. Dirinya cukup lancang dan wajar, jika Tuan merasa tersinggung. Apakah dirinya akan dipecat, setelah mengabdi selama puluhan tahun? batinnya cemas.
"28 tahun, Tuan."
"28 tahun! Hmmm, cukup lama dan ini kali pertama, kamu berbicara begitu panjang lebar untuk meyakinkan diriku. Baiklah, undang Bhikkhuni itu ke tempat ini. Namun, jangan berharap banyak dan mungkin aku akan sedikit kasar!" Arron Zhu memperingatkan Sekretaris Han.
"Baik, Tuan."
***
Di dimensi lain, waktu dan tempat yang berbeda.
'Sial! Apa yang dilakukan wanita ini? Kembali mengintip di balik pohon? Menatap penuh damba kepada suami wanita lain? Parahnya, pria itu adalah suami saudarinya sendiri. Ya, saudari! Putri dari istri ayahnya yang lain!' Gerutu Eleanor yang terjebak dalam tubuh Zhu An Chi.
Zhu An Chi, putri dari Jenderal Kerajaan Yanzhou, Zhu Ju Long.
Jenderal Zhu Ju Long tidak memiliki putra, beliau memiliki 4 orang putri. Saat ini, sang Jenderal masih berharap salah satu istrinya akan melahirkan seorang putra untuknya.
Sang Jenderal, memiliki 4 orang istri dan An Chi adalah putri dari istri ke-3, istri yang sudah meninggal. Putri yang kerap kali dirisak oleh saudaranya yang lain. Tentu saja, sebab An Chi tidak memiliki ibu yang melindunginya.
Zhu An Chi bersembunyi di balik pohon tua, yang ada di halaman belakang kediaman sang Jenderal. Menatap ke arah gazebo, di mana saudarinya duduk bersama sang suami. Suami kakaknya itu adalah Pangeran ke-3 Kerajaan Yanzhou, Go Jia Zhen.
An Chi memendam rasa cintanya, yang begitu dalam. Keluarga Jenderal adalah keluarga terpandang. Raja akan dengan senang hati, menerima keturunan sang Jenderal sebagai menantunya. Go Jia Zhen dan Zhu An Chi pernah memadu kasih secara diam-diam. Awalnya, seharusnya An Chi yang akan menikahi Pangeran ke-3. Namun, keputusan berubah di saat pernikahan akan digelar. Ya, yang menikahi Pangeran ke-3 menjadi sang kakak, Zhu Fang Yin, putri dari istri ke-2, istri kesayangan sang Jenderal.
'SIAL!'
Gerutu Eleanor kembali, saat menyadari siapa yang sedang berdiri di samping An Chi saat ini.
"Tidak sopan menatap kakak iparmu seperti itu!" tegur Zhu Jia Li, putri tertua dari istri pertama dan kakaknya tertuanya itu, belum menikah.
Zhu An Chi seperti biasa, hanya diam. Wanita ini amatlah bodoh, karena tidak pernah melawan saat dihina. Eleanor yang menyaksikan dan merasakan semua itu, menjadi begitu berang.
"Ayo, mari kita sapa Fang Yin dan suaminya itu!" ajak Zhu Jia Li dengan wajah tanpa dosa. Padahal, seperti biasa dirinya amat senang mempermalukan An Chi.
"T-Tidak!" ujar An Chi tergagap dan berbalik, hendak pergi meninggalkan tempat ini.
"Ayolah! Ayo, kita sapa mereka!" seru Zhu Jia Li dengan suara yang keras. Jia Li tidak menyukai An Chi, begitu juga dengan putri ke-2, Zhu Fang Yin. Mereka membenci An Chi, karena An Chi begitu jelita.
"Lepaskan aku!" ujar An Chi, berusaha melepaskan tangannya yang dicengkeram oleh saudarinya itu.
Keributan itu menarik perhatian Zhu Fang Yin bersama sang suami, Pangeran ke-3. Go Jia Zhen berdiri dari duduknya dan menatap ke arah itu. Fang Yin ikut berdiri, mengikuti sang suami.
Zhu Fang Yin tetap merasa risau. Walaupun pada akhirnya, dirinya berhasil menikahi Pangeran ke-3, tetapi keberadaan An Chi tetap mempengaruhi suaminya itu. Kenyataan itu membuat Fang Yin merasa kesal dan cemburu.
"Suamiku, ayo kita lihat apa yang terjadi," ujar Fang Yin lemah lembut.
Go Jia Zhen dan Fang Yin, keluar dari gazebo dan berjalan, ke arah di mana keributan sedang terjadi.
"Zhu An Chi," panggil Go Jia Zhen.
"Salam hormat, Adik dan Adik Ipar!" sapa Zhu Jia Li dan memberi hormat.
"Ada apa, Kakak?" tanya Fang Yin.
"An Chi mengintip kalian! Bukankah itu amat lancang?" jelas Jia Li dengan wajah polosnya.
"Benarkah itu?" tanya Fang Yin dingin. Bahkan, dirinya tidak sudi menyebutkan nama adiknya itu.
"I-Itu..., itu...."
'Lekas pergi! Tidak perlu menjelaskan apa pun. Lagipula, mengapa dirimu menatap suami kakakmu? Itu amat memalukan!'
Gerutu Eleanor kembali dengan kesal.
Namun seperti biasa, Eleanor yakin An Chi sama sekali tidak mendengar perkataannya.
"Mari kita minum teh bersama," pinta Go Jia Zhen yang berusaha menyelamatkan An Chi.
"Suamiku, bukankah kita baru saja minum teh? Biarkan aku bertanya akan maksud tindakannya terlebih dahulu!" ujar Fang Yin kesal. Jelas-jelas suaminya kembali berusaha membela Zhu An Chi, seperti biasanya.
"Aku lelah! Mari kita kembali!" ujar Go Jia Zhen dingin dan langsung melangkah pergi.
Mau tidak mau, Zhu Fang Yin mengejar suaminya itu dengan raut wajah kesal.
"Lihatlah, apa yang telah kamu lakukan! Dasar pembawa sial! Jika kamu tidak tahan, segera minta ayah untuk menikahkan dirimu!" ejek Jia Li.
Zhu An Chi hanya menundukkan kepalanya. Sedari kecil, dirinya selalu dihina dan dimusuhi. Hidupnya yang malang berubah saat bertemu dengan Pangeran ke-3. Ya, akhirnya An Chi memiliki tujuan hidup. Namun, pada akhirnya kembali dirinya kecewa dan dihina.
Zhu Jia Li melenggang pergi dengan senyum mengejek, diikuti oleh pelayan pribadinya.
Zhu An Chi berlutut di tanah dan mulai menangis. Dirinya tidak mampu melupakan pria itu. Setiap kakak dan suaminya datang berkunjung, maka An Chi akan hilang akal. Semua menjadi tidak penting, dengan hanya menatap pria itu setidaknya mampu membuat An Chi memiliki napas untuk hidup.
Bukankah dirinya amat memalukan? Ya, seperti itulah Zhu An Chi. Belum lagi, perlakuan buruk yang selalu diterima An Chi dari seluruh anggota keluarga.
'Menangis dan menangis! Apakah hanya itu yang dapat kamu lakukan?' tanya Eleanor miris.