Bab 10 . Yang Lemah, Pantas Dikorbankan
"Ehem, melompat? Tadi Tabib mengatakan aku melompat, melompat di mana? Kesalahan fatal, kesalahan apa?" tanya Eleanor.
Sang tabib menurunkan tangannya dari kening Eleanor dan menatap penuh iba padanya. Tatapan itu membuat Eleanor berpikir. Ya, dirinya terlihat seperti kehilangan ingatan. Namun itulah yang terjadi, dirinya tidak memiliki ingatan Zhu An Chi saat jiwanya tidak masuk ke tubuh ini.
Pintu kamar terbuka lebar dan Jenderal, Zhu Ju Long melangkah masuk ke dalam kamar.
"Putriku!" panggil sang Jenderal dan langsung menghampirinya. Berlutut di samping ranjang dan menggenggam tangannya erat.
"Tidak masalah apa yang kamu lakukan! Ayah akan membereskannya untukmu!" janji sang Jenderal. Dirinya lebih sering menghabiskan waktu di perbatasan dan amat jarang menetap di kediaman. Karena tidak ingin bertengkar dengan istrinya, maka dirinya sering mengabaikan putri ke-3nya ini.
Apalagi, sebentar lagi Zhu An Chi akan berkorban untuk mereka semua, maka sudah sepantasnya, putrinya ini diperlakukan dengan lebih baik. Sang Jenderal langsung kembali dari perbatasan, setelah mendengar apa yang terjadi pada Zhu An Chi. Jika putrinya meninggal, maka bagaimana dirinya bertanggung jawab akan janjinya terhadap sang Raja? Ya, itulah yang dikhawatirkan sang ayah. Begitulah anggota keluarga Zhu, mereka egois dan memikirkan kepentingan sendiri. Yang paling lemah, pantas untuk berkorban.
Eleanor tidak pernah menyukai sang Jenderal. Pria itu jelas-jelas pilih kasih dan membiarkan An Chi dirisak. Jadi, apa yang membuat pria tua itu terlihat begitu peduli saat ini? Ini mencurigakan! batin Eleanor dan menarik tangannya agar terlepas dari genggaman sang Jenderal.
Jenderal menatap heran ke arah putri ke-3 nya itu. Padahal setelah apa yang diucapkan, seharusnya An Chi berterima kasih. Mengapa tatapan putrinya itu terasa lain? batin sang Jenderal.
"Ehm, Jenderal Zhu, dapatkah kita berbicara sebentar?" tanya sang tabib.
Sang Jenderal bangkit dan bersama tabib itu, mereka keluar dari kamar. Ya, Eleanor yakin mereka akan membahas bahwa dirinya yang menjadi linglung. Terserah, siapa yang peduli!
"Fen!" panggil Eleanor.
"Ya, Nona."
"Kemarilah!"
Fen si pelayan muda, patuh. Mengikuti perintah sang Nona, Fen menghampiri ranjang dan berdiri tepat di sampingnya.
"Katakan apa yang terjadi!" perintah Eleanor. Dirinya harus tahu, apa yang telah menimpa Zhu An Chi.
"Hmmm, itu.... Itu.... "
"Katakan! Katakan semuanya tanpa ada yang ditutupi!" perintah Eleanor kembali.
Fen menatap sang Nona, walaupun sempat ragu, tetapi akan lebih baik jika Nona tahu agar tidak dianggap linglung.
"Begini, Nona. Nona melompat dari tebing, bunuh diri!"
"APA? DASAR ZHU AN CHI, BODOH!" maki Eleanor marah. Ya, apakah harus sampai seperti ini, memilih bunuh diri? Setidaknya sebelum mati, lakukan sesuatu yang hebat. Bunuh semua saudari jahat itu, barulah bunuh diri. Itulah yang ada di benak Eleanor.
"N-Nona, aku akan panggil tabib!" ujar Fen buru-buru, saat melihat sang Nona memaki diri sendiri.
"Tidak! Jangan! Aku hanya kesal, mengapa aku begitu bodoh!" pinta Eleanor dengan wajah memelas. Ya, dirinya harus belajar memaki dalam hati.
Fen mengangguk dan merasa sedikit tenang.
"Selain itu, apakah ada hal lain? Maksudku, mengapa An Chi. Tidak! Maksudku, mengapa aku bunuh diri? Apakah kamu tahu alasannya?" tanya Eleanor.
"Seluruh kerajaan, tahu! Semua orang tahu akan alasan mengapa Nona memutuskan untuk bunuh diri," jawab Fen pelan.
Seluruh orang? Seluruh kerajaan? Apa yang dilakukan Zhu An Chi? Apakah dia benar-benar membunuh seseorang karena sudah begitu putus asa? batin Eleanor ngeri.
"Katakan!" perintah Eleanor kembali.
"N-Nona.... Nona.... "
"Cepat katakan!"
"Nona pergi ke istana, tepatnya pergi ke kediaman Nona ke-2. Nona tertangkap basah mencoba merayu suaminya, pangeran ke-3. Namun, karena Nona Fang Yi memergoki, maka Nona merasa malu dan memutuskan untuk bunuh diri!" jelas Fen begitu cepat.
Wow! Zhu An Chi kamu keren. Namun, jika gagal atau ketahuan, maka cukup cari kesempatan lain untuk merayu kembali, bukan bunuh diri.
"Lalu, apakah pangeran ke-3 termakan rayuanku?" tanya Eleanor penasaran.
"Itu tidak dikatakan, Nona!"
"Dikatakan? Apakah ada yang menyebar kejadian ini?" tanya Eleanor curiga.
"Hal ini disampaikan secara resmi dari kediaman Selatan istana," jawab Fen.
Tidak heran, pasti ini ulah Zhu Fang Yi. Namun, apakah benar An Chi berani menerobos ke kediaman selatan untuk melancarkan rayuan. Seketika Eleanor membeku, apakah selama ini An Chi dapat mendengar ucapannya walaupun terlihat tidak peduli? Sebab, Eleanor ingat apa yang dikatakannya waktu itu, meminta An Chi merebut pria yang dicintainya!
Eleanor segera menggelengkan kepalanya. Membuang jauh-jauh kemungkinan ini. Jika benar, maka ini semua terjadi karena ucapannya itu.
"Ada apa, Nona? Apakah perlu memanggil Tabib?" tanya Fen dengan cemas.
"Tinggalkan aku sendiri!" perintah Eleanor.
Fen patuh dan segera keluar dari kamar, menutup pintu.
Eleanor mulai menyentuh seluruh tubuhnya. Dirinya paham tentang medis. Menghabiskan waktu di kastil membuatnya memiliki banyak waktu untuk belajar. Ya, tidak ada yang patah, hanya terkilir dan retak ringan. Namun, ini artinya dirinya harus berbaring paling tidak untuk satu bulan.
"Zhu An Chi! Apakah kamu ada di sana?" tanya Eleanor.
Menunggu, menunggu jawaban. Namun, tidak ada suara apapun dan Eleanor yakin hanya ada jiwanya dalam tubuh ini. Atau, dirinya perlu tidur dan saat terbangun akan kembali ke dunianya. Patut dicoba. Tidak sulit untuk terlelap, tubuhnya begitu lemah dan kesakitan.
Di luar kamar.
"Apakah Anda yakin?" tanya sang Jenderal kepada tabib itu.
"Yakin, Jenderal Zhu. Benturan keras di kepala dapat membuat pikiran kacau. Putri ke-3 mengalami hal tersebut dan ingatannya hilang sebagian," jelas sang tabib sopan.
"Apakah dia gila?" tanya sang Jenderal.
"Tidak, Jenderal. Tentu tidak, hanya pikirannya sedikit terganggu dan aku sudah menyiapkan meresepkan ramuan herbal untuk putri ke-3," jawab sang tabib.
Apa bedanya gila dengan pikiran yang terganggu? Namun, itu bukan masalah. Akan sempurna jika putra mahkota idiot menikah dengan seorang wanita gila. Kematian mereka tidak akan ditangisi dan akan membuka jalan bagi pewaris berikutnya.
"Aku mengerti!" ujar sang Jenderal, lalu berderap ke ruang depan kediaman ini.
Di ruang depan, Nyonya Besar Zhu dan putrinya, Zhu Jia Li sudah menunggu. Sedangkan putri ke-2 nya masih berada di istana, untuk mengatasi kekacauan yang ditimbulkan oleh Zhu An Chi.
Jenderal Zhu Ju Long duduk di kursi utama, lalu memukul meja dengan begitu kuat.
BRAKKK!
"Bagaimana kamu mengatur anak-anakmu?" tegur sang Jenderal kepada istri tuanya itu.
Para istri muda tidak pernah memiliki tempat di ruang utama ini. Semua masalah keluarga akan diputuskan oleh istri tertua. Sudah menjadi kewajiban Nyonya Besar untuk mengurus anak-anak dari istri lainnya.
"Aku bahkan tidak tahu! Ini semua direncanakan Fang Yi sendiri!" Nyonya Besar Zhu membela diri.
BRAKKK!
Kembali meja dipukul begitu kuat, sampai cangkir keramik berisi teh, terbalik.
"Tidakkah kamu jelaskan pada mereka siapa Zhu An Chi? Bersabarlah dan perlakuan dia dengan baik. Sebab, An Chi yang akan membuka jalan bagi keluarga kita!" tegur sang Jenderal kesal.
"Tapi, Ayah. Yang dilakukan An Chi begitu keterlaluan! Dia mencoba merayu adik ipar!" seru Jia Li berusaha membela ibunya.
Ha ha ha!
Sang Jenderal tertawa mengejek.
"Apakah seorang pria dapat dirayu, jika tidak menginginkannya? Bahkan adik iparmu itu adalah pangeran! Lihat saja, bagaimana buruknya Fang Yi mengatasi masalah!" ejek sang Jenderal.
"Mulai detik ini, aku tidak mau kalian berprilaku kasar pada An Chi. Setidaknya lakukan itu, sampai dia masuk ke istana! Jika ada yang melawan, maka aku sendiri yang akan memberi hukuman!" tegas sang Jenderal dan langsung pergi meninggalkan kediaman ini, melakukan perjalanan kembali ke perbatasan.
"Ibu, bagaimana ini? Masa kita harus baik pada An Chi?" tanya Jia Li dengan manja.
"Dengarkan perkataan ayahmu! Lagipula, setelah An Chi mati kamu akan menjadi permaisuri berikutnya!" pesan Nyonya Besar Zhu, kepada putri kesayangannya.
Fen yang berdiri di lorong, mendengar semua ucapan mereka. Tubuhnya membeku, ini sangat mengerikan. Namun, apakah dirinya harus terlibat? batinnya risau.