Bab 2 Si Gondrong dan Wanita Jadi-jadian
Bab 2 Si Gondrong dan Wanita Jadi-jadian
Hasbi masih bingung dengan apa yang terjadi saat ini. Dia mencoba mengingat-ingat, apakah hari ini sedang ada perayaan April Mop atau yang lainnya? “Ini nggak lagi syuting sinetron kan ya?” kata Hasbi sangat lirih.
“Dika Sayang, yuk kita nongki-nongki cantik sama akuuhh!!! Kan kamu tadi udah mau lho barengan lagi sama akohh!!!” ajak si wanita berambut panjang yang hingga kini Hasbi tidak tahu namanya. Tapi mendengar nada sok gahol si wanita ini, membuat Hasbi ingin berak saking mulesnya.
“Kamu pergi aja sendiri sana! Aku udah nemu dia,” kata Dika dari belakang Hasbi sambil menarik tangan Hasbi. Hasbi yang kaget berusaha untuk melepaskan cengkraman lengannya dari tangan Dika. Dia tidak ingin ikut campur di dalam dunia yang sangat aneh ini. Hasbi masih normal. N-O-R-M-A-L. Ya walau sering tidak waras.
Tapi apa daya, cengkraman di lengannya tak kunjung lepas. Hasbi sendiri heran, ini si Dika Dika yang ada di belakangnya beneran cewek kan ya? Bukan jadi-jadian?
“Mbak, lepasain oi!” pinta Hasbi lirih dengan nada yang agak sebal pada Dika.
“Ogah!” tolak Dika yang semakin erat menggelamit lengan Hasbi sambil terus bersembunyi dari si Mbak Rambut Panjang.
“Heh, kamu si Tiang Listrik! Lepasin Ayang Beb aku!” seru si Mbak Rambut Panjang pada Hasbi sambil menuding-nuding. “Udah cungkring, gondrong, lusuh, iyuhh banget!” Mbak Rambut Panjang itu menatap Hasbi dengan jijik sambil menutup hidungnya.
Hasbi terdiam sejenak. Dia terima-terima saja kalau dibilang cungkring dan gondrong karena memang itu keadaannya. Namun, kalau lusuh dan ‘bau’, wah, ini sudah ter-la-lu!
Hasbi lalu menaruh kedua tangannya di pinggang. Mau tidak mau Dika sedikit tertarik karena posisi tangan Hasbi yang berubah posisi. “Heh, aku tahu kalau aku itu cungkring, tak sekekar Chico Jerico yang sekarang kayak binaraga, tapi aku nggak bau!” si Mbak Rambut Panjang hanya bersedekap sambil memalingkan mukanya.
Melihat itu, Hasbi makin tersulut emosi. Enak aja dibilang bau! Orang kemarin udah mandi!
Hasbi menghentakkan tangannya dan Dika yang tak siap menjadi tertarik dan dekapan tangannya terlepas. Dia kemudian mendekati Mbak Rambut Panjang yang masih memalingkan mukanya. Secepat kilat, Hasbi mendekap kepala si Mbak Rambut Panjang dan menaruhnya di ketiaknya. “Wangi tho?”
Si Mbak Rambut Panjang yang tak siap dan tak mengira hal itu akan terjadi, hanya bisa meronta dan berteriak. Sayangnya, teriakannya tertahan oleh ketiak Hasbi. Hasbi sendiri bersemangat membagikan bau tubuhnya yang dia pikir sangaaattt wangi.
Hasbi merasa tubuhnya tertarik kebelakang hingga limbung. Untungnya, ada sesuatu yang menahan tubuhnya hingga dia kembali berdiri dengan tegak. “Semprull!!!” umpat Hasbi.
“Hah… Hahhhh!” si Mbak Rambut Panjang lalu merapikan rambutnya sembari menormalkan napasnya yang hampir di habis karena ketiak Hasbi. “Heh, godrong, cungkring, bau, nggak tau diri lu! Koe ra reti Ndes, nak make up-ku lueh larang mbangan e awakmu! (kamu nggak tahu Ndes, kalau make up-ku lebih mahal dibandingkan dirimu!)” umpat si Mbak Rambut Panjang pada Hasbi.
Hasbi sudah menuding-nuding cewek itu tapi ia ditarik dari belakang. “Udah hei!” kata suara dibelakangnya. Hasbi menoleh ke belakang dan mendapati ternyata Dika yang sedari tadi menarik tangannya.
“Lepasin nggak!”
“Lenangan cungkring, mambu tenan! (lelaki cungkring, bau sekali!)” Hasbi masih mendengar si Mbak Rambut Panjang mengumpat padanya. Bahkan sekilas, Hasbi melihat wanita itu menghentakkan kakinya yang dilengkapi dengan heels kemudian berjalan ke arahnya.
Hasbi masih berusaha lepas dari Dika. Ia ingin mendamprat si Mbak itu sekali lagi. “Ayo pergi Dek! Kutraktir deh!” bujuk DIka agar Hasbi mau segera pergi dari tempat itu. Sebenarnya, Dika yakin kalau Hasbi bisa mengalahkan si Mbak Rambut Panjang yang Dika sendiri lupa namanya siapa. Namun, Dika malas mendengar suara cempreng nan mendayu dari orang itu.
“Mekdi?” tawar Hasbi. “Sepuasnya?”
Dika diam sejenak. Ia kemudian mengangguk. Mood Hasbi kemudian berubah. Makan kenyang hari ini!
Hasbi dan Dika kemudian berbalik dan ketika hendak meninggalkan si Mbak Rambut Panjang, mereka mendengar suara derap langkah yang semakin mendekat.
Secepat mungkin, Dika menarik Hasbi untuk segera menjauh. “Heh, mau kemana kamu cungkring nggak tahu diri?! Jangan bawa Ayang Beb-ku!!! Heeiiiii!!!!!” teriak si Mbak Rambut Panjang pada Hasbi dan DIka. Hasbi sendiri hanya menepuk pantat teposnya seraya mengejek. “Heh, Gondrong Jelek!!!”
***
Dika hanya bisa memandang tak percaya. Cowok sekurus ini makan banyak sekali. Bagaimana tidak, Hasbi sedang memakan Big Mek. Di mejanya, masih ada paket nasi dengan 2 ayam, Chicken snak wrap, nugget, es teh dan es kopi dengan garam laut dan caramel. Sedangkan ia sendiri hanya memesan beef burger deluxe dan es teh. Sungguh kerjasama lambung dan usus yang luar biasa!
Baru saja DIka membuka mulutnya hendak berbicara, Hasbi mengangkat tangannya seraya memberi tanda pada Dika untuk menunggu. Dika hanya menurut saja sambil menghabiskan burbernya. Sebenarnya ia tidak terlalu lapar, tapi dia butuh makan agar tetap bisa hidup.
Sambil menunggu Hasbi menghabiskan seluruh makanannya, Dika hanya bisa termenung dan mengaduk es tehnya. Pikirannya berkelana entah kemana dan bahkan ia tak terlalu ingat, bagaimana bisa dia berakhir di depan pria kerempeng dengan makan bak kuli ini?
Tiba-tiba, DIka mendengar suara sendawa yang cukup mengganggu. Sejujurnya, walaupun tampang Dika seperti pria tulen, tapi Dika ilfeel dengan suara sendawa. Sekecil apapun itu, sendawa membuatnya terganggu.
Dika kemudian menoleh ke sumber suara. Ia melihat Hasbi sedang menghabiskan es kopi yang ia pesan. “Kayak begini ternyata mahal ya? Padahal es kopi trus tinggal dikasih caramel sama garem. Kayaknya buat sendiri trus dijual bisa menguntungkan,” ucap Hasbi yang entah kepada siapa.
Sruupppp…. Sruppp….
Dika kembali mengernyit. Tadi sendawa sekarang suara sedotan milik Hasbi yang cukup mengganggu. Padaha ia masih punya es teh yang bisa diminum. Ughhhhh!!!!
“Oh ya mbak atau mas nih?” tanya Hasbi sambil menyeruput es tehnya.
“Dika aja,” jawab Dika.
“Makasih ya atas makanannya.” Hasbi lalu beranjak pergi.
“Eh… eh.. eh… Bayar dulu!” Hasbi menghentikan langkahnya. Perasaan yang tadi membaik tiba-tiba memburuk secara perlahan. Hasbi bukan orang yang mudah marah sebenarnya, menurut Hasbi, tapi ia adalah orang yang mudah tersinggung. (Terus, apa bedanya Hasbi?!!!)
Hasbi berbalik lalu duduk kembali dengan agak kesal. Tanpa sadar, ia mengangkat sebelah alisnya meminta penjelasan. Dengan gagap DIka berkata, “Y… y.. yaa, seenggaknya bayar setengahnya donk. Kan kamu udah makan sepuasnya.”
“Mbak, tadi yang mau traktir siapa?” Dika kemudian menunjuk dirinya sendiri.
“Yang setuju bayarin saya makan sepuasnya, siapa?” Dika masih menunjuk dirinya.
“Terus, kenapa saya harus bayar?” DIka hanya terdiam. Hasbi bingung, ia sebenarnya berhadapan dengan siapa sih?
“Y… ya… ya… ya maaf,” kata DIka sambil menunduk.
Hasbi menghembuskan napas dengan agak kasar. ‘Ini orang nggak punya pendirian apa ya?’ batin Hasbi.
Tiba-tiba, Hasbi mendapat ide menarik. “Pokoknya saya nggak mau tahu. Mbak eh Dika udah bikin saya rugi. Rugi waktu, rugi duit.”
“Lho kan saya yang akhirnya mau bayar!” sanggah Dika.
“Tapi kamu tadi mau minta duit kan sama saya? Saya nggak terima kalau dicurangi begini.” Hasbi memasang tampang kesal. “Mana hari ini kalah lagi. Tahu gitu, aku pulang. Tidur!”
Melihat Hasbi yang marah, Dika merasa tidak enak. Memang benar dia yang mengajak Hasbi pergi tadi dan berjanji mentraktirnya tapi ujung-ujungnya, ia meminta Hasbi patungan. Cowok macam Hasbi pasti tersinggung.
Melihat Dika yang terdiam, Hasbi semakin jengkel. Kalau bukan karena ajakannya, Hasbi sudah tidur nyenyak di rumah sambil memimpikan kemenangannya besok dari pak Basri. “Pokoknya besok nggak boleh kalah dari pak Basri,” gerutu Hasbi.
“Menang?” DIka penasaran. Dari tadi ia mendengar Hasbi menyinggung kalah dan menang. Maksudnya apa ya?
“Kenapa?” Hasbi ini kalau sudah tersinggung, mood-nya lama baliknya. Kecuali kalau dikasih uang dan makanan. Dikasih wanita? Cih! Uang lebih menggiurkan!
“Kamu dari tadi bahas menang dan kalah, emangnya kamu mau bertanding?”
“Iya, bertanding. Di pos ronda!” sahut Hasbi dengan sewot.
“Pos ronda? Bertanding apa?”
“Gaplek. You know gaplek?”
“Gaplek?” Dika mengulang apa yang dikatakan Hasbi. Kemudian, ia tertawa terbahak sampai semua orang di Mekdi menatap ke arahnya. Hasbi sendiri menatap Dika dengan aneh. Dia tidak mau dianggap gelandangan yang membawa orang gila. Ya, walau dirinya sendiri sanksi kalau Dika itu orang waras. Setidaknya Hasbi yakin kalau tampangnya sekarang memang kayak gelandangan.
Baju kebesaran, celana ¾, sandal Swallow hitam buluk kesayangannya. Perfect. Ia mungkin bisa memenangkan fashion show gelandangan tingkat kecamatan.
“Mbak, kalau mau gila jangan ngajak saya. Udah tadi ditemuin sama mbak-mbak rambut panjang yang gila, sekarang ada orang gila beneran.”
Dika kemudian menghentikan tawanya. Ia masih menatap Hasbi tak percaya. Di jaman modern seperti ini masih ada yang bermain gaplek?!
“What?! Gaplek itu permainan sejuta umat. Ya walaupun aku sering kalah. Apalagi tadi kalah dari pak Bardi. Sungguh sial nasibku!” gerutu Hasbi.
DIka terkekeh. Dia lalu mendekatkan dirinya ke Hasbi dan meminta Hasbi mendekat kemudian berbisik, “Kalau kamu mau kaya dengan berjudi, aku punya solusi.”
Hasbi kemudian perlahan tertarik. Money, I’m coming!
“Yakin mau tahu?” Hasbi mengangguk dengan pasti. Dika kemudian mengeluarkan dompet dan kartu namanya. “Datang ke tempat ini 2 hari lagi saat malam purnama.”
Hasbi kemudian mengamati kartu nama tersebut. Butik Arkana. Dilihat dari alamatnya, butik itu tak jauh dari tempatnya saat ini. “Kosek (tunggu), 2 hari lagi?” Dika mengangguk. “Saat malam purnama?” Dika mengangguk lagi dengan pasti. Hasbi menatap DIka seakan meminta jawaban lebih jelas, tapi Dika hanya tersenyum samar dan misterius.
Ini aku nggak akan dijadikan tumbal sebagai manusia serigala, kan ya?