Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab.6. Konsultasi

Sebelum pulang, Prof. Hary Surya Sanjaya mengecek pekerjaan anak buahnya yang baru bekerja sebulan ini di kamar mayat RS Sarjito. Pria muda bernama Dokter Jacob itu masih single dan sangat rajin bekerja serta tidak banyak bicara. Benar-benar tipe karyawan favoritnya.

Prof. Hary mendekati Jacob yang sedang melakukan autopsi mayat yang kondisinya mengerikan, sepertinya korban tawuran atau perkelahian antar geng. Ada luka bacok di kepala mayat itu yang hampir membelah kepala mayat itu jadi dua seperti sebuah semangka merah. Mental dan perut Prof. Hary sudah kebal melihat mayat semacam itu karena dia sudah dua dekade menjadi dokter forensik.

"Dokter Jacob, sibuk?" tanya Prof Hary mengejutkan Jacob yang sedang mengamati belahan kepala mayat itu hingga pria itu terlonjak dari tempat duduknya.

Jacob pun mengangkat kepalanya lalu menjawab, "Ohh Prof. Hary, saya sedang autopsi mayat seperti biasa."

Kemudian Jacob pun teringat dengan kasus Jane lalu berkata lagi, "Prof, saya ingin menanyakan tentang kasus mati suri. Apa selama Prof. Hary praktik pernah mendapati kasus mati suri?"

Bos Jacob pun mengangkat alisnya mendengar pertanyaan anak buahnya, dia pun duduk di kursi putar di sebelah Jacob. "Well, dulu pernah ada dua kali kasus mati suri yang saya temukan dari ribuan mayat yang pernah saya terima. Sangat jarang, Dok. Kenapa ya, kok tiba-tiba menanyakan kasus mati suri? Apa ada pasien Dokter Jacob yang mati suri?" tanya Prof. Hary penasaran seraya melepas dasinya karena jam kerjanya sudah berakhir.

"Semalam Prof, ada mayat seorang wanita muda tanpa identitas yang bangun dari kematian. Saya pikir agak aneh, saya yakin rigor mortis sudah berjalan lebih dari 48 jam. Sangat tidak masuk akal ...," jawab Jacob seraya menggeleng-gelengkan kepalanya

"Wah ... saya pun heran, Dok. Apa wanita muda itu sudah kembali ke keluarganya setelah bangun dari kematian?" tanya Prof. Hary lagi.

Jacob pun bercerita, "Dia hilang ingatan, Prof. Sementara dia tinggal bersama saya. Mayat itu ditemukan di tempat pembuangan sampah oleh polisi. Gejala yang saya temukan, penyebab kematiannya adalah pukulan benda tumpul keras di bagian tengkorak belakang. Saya pun sudah melakukan uji MRI dengan analis Dokter Julian. Beliau mengatakan seharusnya wanita itu tidak selamat, cedera di otak besar dan otak kecilnya terlalu parah. Tapi wanita itu sudah makan malam, sarapan, dan makan siang bersama saya, Prof." Jacob pun tertawa setelah bercerita panjang lebar pada Prof. Hary.

Prof. Hary pun ikut tertawa sembari berkata, "Wah berarti wanita itu benar-benar hidup kembali ya, Dok?! Menurut saya, kejadian mati suri sulit untuk dijelaskan secara ilmiah, lebih mudah dijelaskan secara supranatural, Dok. Nyawa sudah meninggalkan raga jasmani, lalu kembali masuk lagi. Tidak ada sains yang cukup masuk akal untuk menjelaskan kejadian mati suri."

Mendengar penjelasan Prof. Hary, Jacob pun hanya bisa menganggukkan kepalanya tanda setuju karena dia pun tidak memiliki pengalaman tentang kasus mati suri sebelum kasus Jane.

"Apakah pasien mati suri yang Prof. Hary tangani hidup dalam waktu yang lama atau meninggal kembali setelah periode waktu tertentu?" tanya Jacob lagi penasaran.

Prof. Hary berpikir sejenak mengingat-ingat kasus mati suri yang pernah dia tangani dulu. Dia pun berujar, "Seingat saya yang satu meninggal tiga hari sesudah bangun dari kematian karena penyebab kematiannya luka senjata tajam di bagian perut, sedangkan yang satunya itu korban tabrak lari mobil, yang itu orangnya masih hidup sampai sekarang. Saya tahu dia masih hidup karena bapak itu tetangga saya di perumahan, tadi pagi juga ketemu waktu jogging." Prof. Hary pun terkekeh.

Jawaban Prof. Hary menimbulkan dilema dalam pikiran Jacob. Berarti chance survival kasus mati suri 50:50. Jane akan kebagian yang mati lagi setelah 3 hari atau hidup seterusnya? Dia pun menggaruk-garuk kepalanya reflek karena bingung.

"Oya, Dokter Jacob, saran saya coba cari identitas wanita itu di daftar pencarian orang hilang di web milik POLRI, siapa tahu ada yang mencarinya?" ucap Prof Hary seraya berdiri sambil menepuk punggung Jacob. "Saya pamit dulu ya, Dok. Sudah petang, saya pulang duluan."

"Baik, Prof. Terima kasih sudah berkenan diskusi. Hati-hati di jalan, Prof," balas Jacob.

"Sama-sama, Dokter Jacob." Prof Hary pun tersenyum kemudian berjalan keluar dari kamar mayat.

Di koridor menuju kamar mayat, Prof. Hary berpapasan dengan Jane yang tampak begitu ceria, wanita itu tersenyum padanya dan terus berjalan menuju ke kamar mayat. Prof. Hary menatap wanita itu dengan bulu roma meremang, dia pun bergidik seraya berjalan ke parkiran mobilnya.

"Dokter Jake, apa kau merindukanku?" sapa Jane dengan ceria ketika melihat pria tampan itu mengautopsi mayat yang terbelah batok kepalanya di meja stainless steel.

Jacob melirik Jane sekilas lalu memperhatikan mayat di hadapannya seraya mengukur kedalaman tusukan benda tajam di kepala mayat itu dengan penggaris besi.

"Aku tidak merindukanmu, Nona Mayat Hidup. Aku sibuk membelai mayat-mayat yang lain sepanjang hari di sini. Apa kau mulai merindukan belaianku juga?" goda Jacob dengan sengaja sambil menahan senyumnya.

Jane duduk di kursi sebelah Jacob seraya bersedekap dengan kesal. "Sepertinya aku mendengar nada congkak dalam ucapanmu, Dokter Poker Face." Jane mencebik dan menatap tajam pada Jacob.

Akhirnya Jacob pun tertawa lalu berkata, "Hey hey ... tatapanmu begitu tajam, Jane, seolah bisa melubangi kepalaku," Jacob pun bersandar di kursinya seraya memijat pangkal hidungnya.

Melihat Jacob sepertinya kelelahan, Jane pun menghampirinya lalu duduk di pangkuan Jacob seraya memijat bahu dan leher pria itu.

"Oohh ... pijatanmu lumayan, Nona. Apa kau dulu terapis di panti pijat?" goda Jacob seraya menyengir bandel.

Yang digoda mencebik lalu menjewer telinga kiri Jacob hingga dia mengaduh-aduh. Namun, Jacob tertawa juga melihat kekesalan Jane. Dia pun melingkarkan lengannya di pinggang Jane yang ramping.

"Ngomong-ngomong kemana saja kau seharian, Jane?" selidik Jacob karena wanita itu menghilang sejak siang hingga petang.

"Jawab dulu pertanyaanku, Dokter Jake. Apa kau merindukanku?" desak Jane sembari bergelanyut di leher Jacob dan menatap mata biru pria itu yang begitu mempesona.

"Baiklah. Aku merindukanmu, apa kau puas dengan jawabanku?" balas Jacob seperti apa diinginkan oleh Jane.

Jane pun tersenyum lalu berkata, "Kau tidak pandai berbohong, Dokter Jake. Hmmm ... kenapa sepertinya aku memiliki naluri seseorang yang suka memaksa orang lain mengikuti keinginanku? Ini aneh ...."

"Mungkin dulu kau seorang Mistress? Emmm BDSM player?" tebak Jacob dengan asal.

"Oohh I'd loved to ... mungkin kau bisa menjadi slave-ku, Dokter Jake? Aku akan dengan senang hati menyiksamu ...," ucap Jane dengan provokatif seraya memicingkan mata berwarna whiskey-nya menatap Jacob masih bergelanyut di leher Jacob.

Jacob pun tertawa berderai seraya berkata, "Izinkan aku menyiksamu terlebih dahulu, Mistress. Berikan aku salep penghilang memar yang diresepkan Dokter Julian, aku akan mengoleskan itu di bagian belakang kepalamu."

Dengan enggan, Jane pun mengambil salep itu dari tas selempang barunya lalu menyerahkan salep itu ke tangan Jacob.

"Duduklah di kursi itu, di depanku, oke?" pinta Jacob. Kemudian wanita itu mematuhi perintahnya dengan menarik kursi dan duduk di depan Jacob.

Jacob menyibakkan rambut Jane yang lebat dan berwarna coklat tua itu. Kulit kepala Jane bagian belakang berwarna ungu tua, memar parah. Jacob mengoleskan salep itu perlahan-lahan tanpa menekan kulit kepala Jane.

"Aku akan mengoleskan salep ini 3 kali sehari, Jane. Kau harus mengingatkan aku karena pekerjaanku sangat banyak. Kita harus mengobati memar di kepalamu dengan tuntas. Oya, apa kau sudah meminum tablet obat yang diresepkan Dokter Julian?" ucap Jacob tanpa ingin dibantah.

"Sudah kuminum obatnya tadi siang, beberapa jam lagi aku akan meminum lanjutan obat itu. Ouchh ... rasanya sakit sekali, kau tahu?!" balas Jane sambil mengeluh tentang rasa sakit di kepalanya ketika Jacob mengoleskan salep itu.

Jacob pun selesai mengobati memar di kepala Jane lalu dia pun mengecup tengkuk Jane.

"Hey, kau mengecup tengkukku!" seru Jane seraya menoleh ke belakang. Dia pun tersenyum geli menatap Jacob yang juga tersenyum menatapnya. "Kau sangat tampan ketika tersenyum, Dokter Jake!" puji Jane.

"Tentu saja, Nona. Aku paling tampan di ruangan ini, kau bisa membuktikannya dengan melihat pria-pria yang lain satu per satu dari pojok sana," gurau Jacob menunjuk mayat yang terbaring kaku di pojok ruangan.

Jane mengangkat alisnya dan berkata, "Aku percaya padamu, Dokter Jake. Kurasa aku masih ingin tidur nyenyak tanpa bermimpi buruk malam ini."

Pria itu pun tertawa berderai mendengar jawaban jujur dari Jane.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel