Bab 7 Teman Baru
Bab 7 Teman Baru
Bening berharap hari ini dia dapat menjalani harinya dengan sangat tenang, karena dia harap Dwita dan kawan-kawannya tak lagi mengganggunya seperti kemarin hanya karena Benua mengantarnya berangkat ke sekolah, hanya saja sedikit insiden tadi pagi Benua bersikap aneh kepadanya, Benua yang marah akibat dirinya berangkat sendiri ke sekolah, namun Bening mulai bisa mengenali sikap Benua yang seperti itu.
Bening kini memasuki kelas yang mulai nampak ramai, ketika ia ingin memilih tempat duduk, ia melihat sosok yang kemarin bak malaikat untuknya, iya Hilmi lelaki yang belum ia kenal itu membantunya untuk keluar dari jebakan yang dilakukan oleh Dwita dan kawan-kawannya.
“Hai, kamu kemarin yang nolongin aku di kamar mandikan yah?” jawab Bening sambil menghampiri Hilmi yang sibuk dengan bukunya.
Iyap! Hilmi merupakan salah satu siswa berprestasi di sekolahnya. Dia selalu menjadi peringkat satu parallel di sekolahnya, namun tidak seperti Benua yang hidup di penuhi harta dan kekayaan yang berlimpah Hilmi hanya berasal dari keluarga yang sederhana.
Bening tak pernah mempermasalahkan harta dan kekayaan untuk berteman kepada siapa pun , karena dia juga sadar akan kondisinya yang tak berasal dari keluarga yang mampu, bahkan untuk bersekolah di tempat ia bersekolah di tempat ia berada sekarang saja Pak Sulaiman yang membiayainya.
“Hai, kamu Be…” ucap Hilmi yang lupa akan nama Bening.
“Bening, boleh tidak aku duduk di sini?” menatap bangku di sebelah Hilmi yang kosong.
“Boleh kok, di sebelah aku memang jarang ada yang dudukin, kecuali saat-saat ulangan tiba” ujar Hilmi dengan muka yang memelas.
“Oke aku duduk sini ya,” sambil menaruh tas dan duduk di sebelah Hilmi.
Bening bukannya tidak ingin duduk dengan yang lainnya, namun karena kemarin ia tidak sengaja bertemu dengan Hilmi dan ternyata Hilmi memiliki rasa simpati yang besar terhadapnya.
Bening memperhatikan seluruh permukaan meja Hilmi, meja yang di penuhi dengan buku-buku tebal, rasanya selama ia sekolah pun dia belum pernah memiliki buku setebal yang di miliki Hilmi padahal Bening juga merupakan siswa berprestasi di sekolahnya dahulu.
Karena ia penasaran akan apa yang di pelajari oleh Hilmi, ia memutuskan untuk bertanya kepada Hilmi.
“Maaf ya, kalau aku lancang, kamu belajar apa si? Kok kelihatannya buku yang kamu punya tebal sekali, hehehe” gumam Bening seraya menggaruk kepalanya.
Sikap yang di lakukan Bening hanya karena tidak terlalu kaku oleh situasinya saat ini.
“Ini buku-buku pelajaran kok, lagi pula ini bukan punya aku, ini punya perpustakaan sekolah, tidak akan mampu aku beli ini,” sahut Hilmi dengan tawa kecil di ujungnya.
“Wah boleh ya kalau kamu ajarin aku?” pinta Bening dengan sangat lugu.
“Bolehlah, kita sama-sama belajar saja, apa yang kamu tahu kamu kasih tau aku, dan begitu juga yang akan aku lakuin, apa yang aku tahu mudah-mudahan bisa aku share ke kamu,” jawaban Hilmi yang begitu halus sebagai seorang lelaki.
Benar-benar mencerminkan pria yang berpendidikan, dari raut wajah, sorotan mata bahkan saat berbicara pun ia tergambar seperti pria berpendidikan.
Ketika Bening sedang asyik belajar sambil menunggu bel jam pelajaran pertama dimulai, tiba-tiba ada suara berisik dari luar kelas, ternyata suara gadis-gadis yang melihat Benua dan kawan-kawannya ingin memasuki kelas.
Benua melihat Bening sedang bersama dengan Hilmi, Benua tak suka melihat pemandangan tersebut seketika Benua menghampiri Bening yang tengah asyik belajar bersama dengan Hilmi.
“Kok kamu duduk di sini” tanya Benua ketus.
Bening yang merasa heran menjawab pertanyaan benua dengan santai, “iya aku lihat tadi di samping Hilmi kosong jadi duduk di sini saja, memangnya kenapa?”
“Ya sudah terserah!” ketus Benua terlihat jelas seperti orang tidak suka.
Benua lalu jalan dan menuju tempat duduknya, kini Bening kembali ke fokus sebelumnya.
Namun teman-teman Benua melihat tingkahnya membuat mereka tertarik lagi untuk menyakan hal yang sama kepada Benua, namun jawaban yang sama masih saja terlontar dari mulut Benua.
“Kamu suka dia Ben? Sampai dia duduk di mana saja kamu tanyain,” tanya Ferdian penasaran.
“Apaan si ya kali, jangan buat aku kesel lagi dengan omongan tak berguna itu!”
Akhirnya teman-teman Benua hanya mengiyakan perkataan Benua karena mereka pikir berdebat dengan Benua di pagi hari adalah hal yang paling mereka hindari. Lagipula urusan hati Benua merupakan hal pribadinya, jika ia ingin berbagi biarlah Benua yang memulainya terlebih dahulu, semua perkataan yang dilontarkan hanya candaan saja sebagai seorang sahabat dekatnya Benua.
****
Jam istirahat pun berbunyi, ketika anak-anak kelas yang mulai berkeliaran keluar kelas, Bening dan beberapa anak perempuan lainnya hanya menyantap makanan yang mereka bawa.
Karena Bening berpikir mungkin anak-anak yang kini tengah memakan Bekelnya merupakan anak-anak yang memiliki kondisi finansial yang sama dengan dirinya. Melihat anak-anak yang memiliki kondisi financial menengah ke atas pasti sudah berada di kantin yang di penuhi makanan-makanan mahal.
Akhirnya Bening memutuskan untuk menyapa tiga perempuan di hadapannya.
“Hai kenalkan aku Bening,” sapa Bening penuh dengan sopan santun.
“Hai juga, namaku Laras, biasa di panggil Lala,” jawab salah satu diantara mereka.
“Nama ku Fany.”
“Namaku Mita.”
Jawab mereka bertiga yang memperkenalkan dirinya masing-masing.
Karena Bening merupakan orang yang mudah bersosialisasi, Bening kini bisa dengan mudah bercengkerama dan juga makan bersama seperti yang saat ini sedang ia lakukan bersama ketiga teman barunya itu. Bening bersyukur karena hari ini tak menyedihkan seperti hari kemarin, namun tiba-tiba...
Bukkkk!!!
Suara tangan Dwita yang di hentakan di atas meja, tepat di sebelah tempat makan Bening.
“Sini kamu gadis kampung!” berang Dwita tiba-tiba.
“Masih berani kamu dekatin pacar aku? Hah!!” lanjutnya.
“Ugh ...iberu pelajaran saja Ta,” sahut Salay yang terdengar sama jahatnya dengan Dwita.
Akhirnya tangan Bening yang ditarik oleh Dwita dan Salay membuat dirinya pun ikut tertarik. Sampai saat ini dia masih sangat bingung siapa cowok yang Dwita maksud, jika itu Benua bahkan tadi pagi Benua tidak lagi mengantarnya ke sekolah.
“Ini ada apa sih?” tanya Bening penasaran.
“Masih saja pura-pura tida tahu kamu???” ketus Dwita.
“Kamu kelihatannya pintar ternyata otak kamu bodoh juga ya!” sambil mendorong Bening hingga terjatuh.
“Aku memang tidak tahu apa-apa, lagi pula untuk apa aku merebut pacar kamu, aku di sini untuk sekolah bukan untuk merebut pacar orang,” jelas Bening masih saja keheranan dengan tingkah siswi pembuat onar ini.
Karena kesal beraninya Bening menjawab dirinya seperti itu Dwita menyiramnya dengan es kopi yang ada di tanganya lalu menarik tangan Bening serta menyeret Bening untuk ikut ke gudang olahraga. Bening tak bisa berbuat apa-apa bagaimanapun tenaganya akan kalah jika melawan tiga perempuan ganas seperti ini.
Gelap, pengap. Kini Bening kembali terperangkap bedanya kini di ruangan yang lebih menyeramkan untuknya. Dwita dan teman-temannya yang tega untuk menyekapnya kembali atas kesalahan yang tak pernah sama sekali Bening lakukan.
Terdengar dari luar bel telah berbunyi, tak akan ada siswa yang lewat lagi kesini.
*****
Benua memasuki kelas, namun Bening tak terlihat dari tadi sudah sekitar 15 menit ketika masuk, akhirnya dia memutuskan untuk bertanya kepada temannya apakah dia melihat Bening.
“Eh kamu lihat Bening ga?”
“Oiya Ben, tadi aku lihat masa si Dwita pacar kamu itu narik-narik Bening,” timpal Nathan.
“Gila kamu ya, pacar aku begitu—” jawab Benua santai.
“Hah! Di tarik Dwita?? Jangan-jangan dia dikerjain?!” bentak Benua karena mulai menyadari bahwa Dwita di bilang menarik Bening.
Bagaimanapun Benua mengetahui bahwa Dwita merupan cewek-cewek yang suka merundung anak-anak baru apalagi yang menurutnya menyebalkan.
“Iya Ben tadi si Bening ditarik pas lagi makan sama aku tidak tahu kenapa dan sekarang dia belum balik-balik lagi,” timpal lala yang tadi makan bareng dengan Bening.
Perasaan Benua kini tidak enak, tapi kenapa dia mengkhawatirkan Bening, tapi yang jelas kini Benua takut bahwa Bening dalam bahaya akibat perbuatannya Dwita.
Apakah yang akan di lakukan Benua selanjutnya???