Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Kerinduan Pada Ayah

Bab 6 Kerinduan Pada Ayah

Benua yang kini sudah terbaring di atas springbed—nya yang berukuran king, yang menurutnya memang terlalu besar untuk dia tiduri sendiri, namun bagi Benua kasurnya merupakan tempat ternyamannya setelah beraktivitas di hari-hari yang melelahkan. Ditambah kenikmatan pewangi kopi yang menambah releksasi untuk dirinya.

Kini entah mengapa Benua hanya terbayang muka lucu Bening yang tadi terkejut akan bunyi katel menandakan air mendidih, dan Benua juga tak tahu mengapa semua seakan berjalan tanpa Benua sadari, yang kini ia ingat hanyalah satu momen tersebut yang terus berputar di dalam kepalanya. Bahkan kejadian yang membuatnya malu saja hanya sepintas lalu di kepalanya.

Entah apa yang salah kini dalam dirinya, namun Benua hanya tahu bahwa ia menyukai waktu dia mengerjai Bening.

*****

Bening kini sudah berada di kamarnya, bukan. Hanya ruangan kecil yang terdiri atas kasur lipat dan juga lemari di sudut ruangan. Melihat wajah ibunya yang sudah tertidur, tergambar sebuah kelelahan dan juga perjuangan seorang, orang tua tunggal bagi anaknya. Bagaimana pun kondisinya Bening tak pernah melihat ibunya menaruh di keadaan yang menyukitkan Bening, hanya kali ini, dia di tempatkan di situasi yang sangat sulit, karena harus mengemban pendidikan di ibukota seperti ini, yang tak pernah Bening jalani sebelumnya.

Air matanya pun terjatuh tanpa ia sadari, mengingat sebuah memori indah yang tertanam dalam kepalanya yang kini seakan kembali terputar sangat jelas, menambah kesedihan Bening saat ini.

Teringat akan betapa indahnya kehidupannya dahulu, mempunyai ayah salah satu pengurus desa yang sangat dihargai oleh penduduk disana. Mengingat kesejahteraan hidupnya yang dahulu dapat bersekolah dan berprestasi tanpa ada beban di dalam benaknya. Mempunyai kedua orang tua yang lengkap merupakan bahagia paling indah yang pernah Bening miliki, mempunyai tempat untuk bermanja bagi seorang anak perempuan, tempat untuk mengadu di saat ada yang ingin menyakitinya, seperti khalayak anak perempuan yang mempunyai seorang pahlawan pribadi dalam hidupnya.

Kini Bening seperti ingin berlari ke waktu dia masih mempunyai sosok ayah, apalagi mengalami perundungan di sekolahnya seperti tadi, ia seperti ingin berteriak, “Aaaaayaahh tolong Bening!! Ada yang ingin menyakitikuuuu!” Namun semua tak bisa ia lakukan lagi, semua seperti berlari di ruang hampa yang tak terlihat batasnya yang hanya menyisakan lelah untuknya.

Sesak, penuh, itulah yang kini terasa dalam dada Bening. Mungkin benar, pepatah yang mengatakan menangis merupakan pilihan terakhir untuk meluapkan segalanya ketika kita tak punya kuasa dan pilihan lain untuk menghadapi suatu masalah.

Sadar Bening yang kini tak dapat kembali ke masa-masa indah tersebut dan kini ia hanya bisa berpasrah akan keadaan yang akan menimpanya. Selagi semua baik untuk ibunya apapun akan dia lakukan demi membahagiakan orang tua yang hanya tersisa ibunya saat ini. Apapun akan dia lakukan demi menjaga dan membuat ibunya merasa lebih mudah menjalani hidup.

“Nakk... Kamu kenapa?” gumam ibunya yang ternyata melihat Bening nangis tersedu-sedu di ruangan kecil itu.

Bening yang terkejut, reflex langsung menghapus air matanya dan mengatur napasnya yang kini seperti bergemuruh.

“Ibu kok ndak tidur?” lirih Bening menutupi mukanya.

Batin seorang ibu tak pernah salah akan perasaan apa yang sedang dialami oleh anaknya, mau sekuat apapun Bening menutupi segala kesedihannya dari ibunya, ibunya yah tetap seorang ibu untuknya, dia yang melahirkan dan membesarkan Bening sampai saat ini dengan setulus hati dan jiwanya, jadi ia mengetahui apapun yang dialami oleh anaknya, walau hanya dari sorotan mata yang terpancar dari anaknya itu.

Tangan hangat yang di miliki ibunya kini mengelus bahu Bening yang sampai saat ini masih saja menghadap ke tembok untuk menutupi segalanya. Seraya membangunkan Bening dari posisinya saat ini, ibunya mengambil wajahnya yang kecil itu, dan mengusap air matanya yang masih tersisa di ujung pelupuk mata.

Sentuhan hangat yang menjalar di wajah Bening, membuat Bening menangis kembali dan memeluk ibunya dengan sangat erat. Baginya kini harta paling berharga yang ia miliki adalah ibunya, sekuat tenaga apapun akan dia lakukan demi menjaga harta berharga satu-satunya ini yang dia miliki.

“Kamu ada apa Nak, kalau ada yang terjadi bilang sama ibu.” Suara ibunya yang sangat-sangat teduh bagi Bening.

“Bening cuma kangen ayah bu,” ucapnya bohong untuk menutupi semuanya.

Kini Bening kembali memeluk ibunya, baginya pelukan ibunya cukup menenangkan akan semua pedih dan letih yang sedang ia rasakan sekarang, bagaimana pun sedihnya Bening, Bening tak lupa untuk selalu bersyukur karena ia masih memeliki ibu yang sangat kuat nan hebat seperti ini.

Bening sangat-sangat menyayangi ibunya.

*****

Berbeda dengan hari sebelumnya, kini Bening tak lagi datang ke rumah Pak Sulaiman, atau bisa dibilang ayahnya Benua. Bening berangkat ke sekolah dengan angkutan umum yang lewat dari kontrakan ibunya. Ibunya pun bekerja seperti biasa di rumah Pak sulaiman, namun tiba tiba Benua menghampiri Bi Sri, ibunya Bening menanyakan dimana Bening sekarang, mengapa tak ada dirumahnya padahal ia ingin sudah ingin berangkat ke sekolah.

Menimbulkan tanda tanya bagi Bi Sri karena sebenarnya ia tahu di hari sebelumnya Benua dengan sangat-sangat terpaksa mengantar Bening, tapi mengapa hari ini justru Benua yang menanyakan dimana Bening.

“Bi, Bening mana?” tanya Benua singkat.

“Bening sudah berangkat langsung dari rumah Den,” jelas Bi Sri polos.

“Lah kenapa dia malah berangkat duluan, Bi? Kan saya nungguin dia di rumah,” ucap Benua dengan nada sedikit tinggi.

“Lah memangnya Den mau mengantarnya setiap hari?”

Jleb!

Malu itu yang di rasakan Benua atas perkataan Bi sri.

Tanpa sadar kini dia seakan menunggu kehadiran Bening untuk dia ajak berangkat bareng. Untuk menutup rasa malunya, alasan baru muncul dalam kepala Benua.

“Bukan begitu Bi, kemarin Papa meminta saya untuk antar dia, apalagi sekarang dia baru di Jakarta makanya saya tunggu dia, tahu begini tidak ada gunanya saya menunggu, lebih baik saya berangkat ke sekolah,” cetus Benua sembari menghabiskan sisa susu yang ada di dalam gelasnya.

Setiba Benua di sekolah Benua langsung melihat sosok Bening yang sedang berjalan sendiri di koridor kelas dan kini Benua ingin menghampirinya dan memarahinya, karena Bening sudah beraninya membuatnya membuang waktunya demi menunggu Bening.

“Lo kok tidak ada sopan-sopannya ya sama aku?!” hardik Benua seraya menarik tangan Bening yang sedang berjalan.

“Lah kenapa Mas? Aku tidak tahu apa-apa,” benar memang Bening tak mengetahui alasan kenapa Benua seperti ini.

“Kamu sudah buat aku menunggu di rumah tahu tidak!” bentak Benua yang mengejutkannya.

“Maaf Mas Bening tidak tahu, Bening kira, Mas Benua cukup mengantar Bening kemarin saja, karena itu hari pertama Bening di sini Bening tidak tahu Mas, Bening tidak sengaja, lagi pula untuk apa Mas nungguin Bening? Bukannya kemarin Bening dengar Mas Benua tidak ingin mengantar Bening?” seloroh Bening benar-benar polos dan sebetulnya menyembunyikan alasannya itu.

Karena pertanyaan Bening yang menempatakan Benua seolah-olah Benua sangat ingin mengantarnya Benua hanya menatap Bening tajam lalu meninggalkannya dengan derap langkah yang cepat.

Di lain sisi Dwita dan kawan-kawannya ternyata menguping sedari tadi, ia lagi-lagi mengira bahwa Bening benar-benar telah menggoda Benua, dia benar-benar ingin sekali menyerbu Bening kali ini.

Rencana apa yang akan di lakukan oleh Dwita dan teman-temannya terhadap Bening?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel