Bab 2 Dia... Benua?
Bab 2 Dia... Benua?
Pagi hari, Bening sudah ada di rumah pak Sulaiman dengan pakaian seragam yang sangat rapi, ternyata walaupun gadis dari desa dia sangat cantik mengenakan seragam sekolah elit ibu kota. Sambil menunggu Benua anak pak Sulaiman, Bening membantu ibunya menyirami tanaman di halaman depan rumah, terlihat motor yang terparkir sangat keren di depan rumah, Bening pikir itulah motor dari anak Pak Sulaiman. Ketika Bening sedang memandang motor yang sangat keren itu terdengar suara anak laki yang terdengar seperti marah-marah akan suatu hal, benar saja itu suara Benua anak Pak Sulaiman.
Sosok remaja yang keluar dari rumah besar itu mampu membuat Bening tertegun hebat.
“Benua intinya tidak mau, Pa! Papa saja antar dia, Benua tidak mau! Apa-apaan Benua disuruh untuk mengantarnya, anaknya Bi Sri lagi!” sungut remaja tampan itu merasa kesal dengan ayahnya saat ini.
Pak Sulaiman menggelengkan kepalanya, sikap putranya terlalu manja. “Kamu tidak menurut, kunci motormu tidak akan papa berikan.”
Benua terkejut karena ternyata kunci motornya sudah ada di tangan ayahnya, dia bingung kenapa kunci itu ada di tangan ayahnya saat ini, Benua ga akan bisa pergi ke sekolah tanpa motor kesayangannya itu, bukan berarti Benua tidak bisa memakai mobil, tapi Benua tidak suka kemacetan ibukota di pagi hari, Benua lebih senang menggunakan motor dan menghirup udara pagi hari waktu berangkat ke sekolah.
Remaja itu pasrah, diancam sang ayah tentu saja tak asik! “Ya sudah Pa, kalau begitu mana anaknya Bi Sri? Nanti Benua telat gara-gara dia,” sinisnya sambil matanya mencari-cari dimana anak itu.
Rupanya, Bening sedikit menguping. Setelah mendengar itu semua, Bening muncul dari balik tanaman dan berdiri di hadapan keduanya.
“Maaf Pak, kalau mas Benua keberatan lebih baik tidak, saya bisa pergi sendiri ke sekolah, saya tidak ingin membuat anak bapak repot pak, saya sudah cukup berterimakasih karena dapat bersekolah disini,” paparnya sambil menatap bos ibunya itu.
Pletak! Ayah Benua menggetok kepala Benua dengan kunci motor yang disitanya. “Denger tuh, anaknya sopan banget masa kamu tega melepas dia begitu aja di Jakarta seperti ini!” sembur pak Sulaiman menceramahi Benua.
Benua menatap Bening dari ujung sepatunya sampai pucuk kepalanya. Dia menatap gadis itu dengan pandangan tak percaya.
“Sudah kamu tidak usah banyak omonglah! Ambil tasnya aku antar ke sekolah!” semprot Benua bicara ketus kepada Bening saat ini.
Pak Sulaiman yang melihat rawut wajah Benua yang tampak kesal membuatnya tertawa di pagi hari, ia pikir caranya mengambil kunci motor milik Benua itu akan berhasil membuat Benua mau mengantar Bening ke sekolah, ternyata benar cara itu benar benar ampuh membuat Benua mengantarkan Bening.
Tak lama kemudian Bening datang dengan membawa tasnya, Bening dan Benua pun berangkat.
Sepanjang jalan Bening hanya terdiam diboncengi dengan Benua. Bening hanya memikirkan takdir apa lagi yang akan terjadi padanya, akhir-akhir ini rencana semesta benar benar mengejutkan, mulai dari dia yang kini tinggal di ibukota, bersekolah di sekolah elit, bahkan sekarang ia dibonceng oleh lelaki tampan anak dari bos ibunya ini.
Tak sadar kini dia masuk ke sekolahnya, kali ini Bening kembali terkejut melihat gedung sekolah yang sangat megah berbeda dengan di desa dulu.
Benua memarkirkan motornya. “Sudah sampai, turun kamu!” perintahnya.
Bening menghela napasnya, pagi-pagi dia sudah mendapatkan gerutuan begini. Padahal dia juga kan, tak mau, “iya Mas, terima kasih banyak ya?” Dia masih berusaha ramah kepada Benua tentu saja.
“Jangan panggil aku mas!”
“Hmm iya... Ma--Mas... eh iya, Benua!” Dengan gugupnya dia memanggil Benua
“Aku jalan duluan, kelas ada di lantai 2!”
Meskipun nada suaranya tak santai, Bening masih tersenyum. Pria tampan itu masih mau memberitahukan dimana letak kelasnya. Benua, si remaja tampan namun judes dan... baik hati.
Sebelum sempat menjawab, Benua sudah jalan lebih dulu menyusuri koridor sekolah yang tampak sangat panjang, karena ini pertama kalinya untuk Bening menginjakkan kakinya di sekolah ini, dia masih nampak asing dan dibuat menganga.
Tanpa pikir panjang Bening jalan menyusuri koridor sekolah, ia berpikir bahwa hari ini adalah hari yang menyenangkan karena dapat bersekolah di sini, namun semua berubah kita tangan Bening ditarik oleh segerombolan cewek-cewek yang belum Bening kenal.
Dwita, Salay, Amel, tiga gadis ini memang cukup terkenal dengan kecantikan dan kejahatan mereka bagi siapa saja yang menghalangi atau membuat mereka merasa terganggu banyak laki-laki yang terpikat oleh mereka karena kecantikan mereka, namun Dwita sebagai ketua dari geng mereka selalu mengincar Benua.
Benua merupakan ketua geng atau perkumpulan cowok-cowok tampan dan tajir di sekolah, banyak sekali yang menyukai Benua, namun Benua cukup di kenal malas untuk berurusan dengan perempuan.
Namun, melihat Benua datang ke sekolah bersama dengan Bening pagi hari ini membuat Dwita dan kawan-kawanya naik pitam, mereka pikir bahwa Bening telah menggoda Benua.
Gadis remaja dengan rok yang dikenakannya sudah terlalu pendek menurut Bening, menghadangnya. “Heh!!! Kamu anak baru ya di sini?!” sentaknya sambil mendorong bahu Bening.
Sahabat remaja itu, yang tak kalah nyentriknya, memakai bandana warna-warni seperti pelangi, menimpali ucapan Dwita, “iya nih, kelihatannya anak baru Ta.”
Sementara itu, Bening dengan memasang wajah polosnya ikut bertanya, “ini ada apa ya? Maaf saya tidak tahu.”
“Halah!! Kamu tidak usah pura-pura tidak tahu ya?! Untuk apa kamu godain pacarku?!” Gadis bernama Dwita itu semakin berang dengan kepolosan Bening.
Tentu saja Bening yang tak tahu menahu soal itu semakin bingung, “maaf saya tidak merasa menggoda siapa pun,” kilahnya dengan cepat.
Bening memilih untuk tebal muka, baru saja hari pertama menginjakkan kakinya di sekolah barunya sudah dihadang begini. Dia hanya segera memohon maaf dan melipir pergi dari hadapan gadis-gadis aneh menurutnya itu.
***
Byurrr!!! Guyuran air mengenai muka Bening.
Tak henti di situ Bening lalu didorong masuk kedalam kamar mandi lalu di kunci oleh mereka.
Dwita sudah menghadangnya, “makanya kamu jangan macam-macam dengan kita, kamu anak baru saja berani-beraninya dekat-dekat pacarku.”
“HAHAHAHA!!!” Terdengar suara ketawa mereka bertiga yang kian menjauh.
Kini Bening sendiri di dalam kamar mandi hanya bisa menangis dan meminta tolong berharap ada yang lewat dan membantunya untuk keluar. Tak sadar bahwa dirinya sekarang benar benar berantakan dengan sepatu yang hilang di bawa Dwita dan kawan kawannya baju yang basah dan diri yang terkunci di dalam kamar mandi seperti ini.
Sudah lama di dalam kamar mandi ada laki-laki yang ingin mendengar suara meminta tolong dari dalam kamar mandi dan membuka pintu tersebut, Bening kini senang dia dapat terbebas dari kamar mandi.
Seorang siswa yang mendapati Bening keluar dari dalam kamar mandi setengah terkejut saat ini. “Lah??? Kamu kenapa sendiri di kamar mandi ini? Kamu juga kelihatan berantakan...”
Bening hanya bisa meringis, mengamati baju seragam yang dikenakannya saat ini. “Tidak tahu aku, tadi ditarik ke sini oleh tiga perempuan, kenalkan aku Bening, terima kasih karena kamu aku bisa keluar dari sini.”
Siswa itu seolah-olah paham apa yang menimpa gadis bernama Bening itu. “Oalah.,. itu pasti si Dwita dan kawan-kawannya, iya sama sama kenalin juga, aku Hilmi. Di sini memang mereka bertiga terkenal dengan sikap angkuh dan jahat mereka. Kamu jangan masukin hati. Aku bisa kok jadi teman kamu disini... kamu anak baru ya?”
Lantas Bening tersenyum. “Iya, terima kasih Hilmi kamu sudah baik padaku,” timpalnya.
Hilmi mengangguk setuju, “iya sama-sama, memang di sini orang-orang atas selalu menghina atau membully kita kalangan kaum bawah, tapi kalo mau adu kepintaran mereka tidak ada apa-apanya, hanya bisa sombong aja.”
“Sudah tidak apa-apa, terima kasih ya Hilmi?”
Setelah itu, Bening masuk ke kelas dengan keadaan yang seadanya, sepatu yang hilang entah kemana dibawa oleh Dwita dan kawan-kawannya. Bersyukurnya ia sekarang karena tidak sekelas dengan Dwita dan kawan-kawannya. Namun Bening melihat tas Benua ada di meja pojok menandakan dirinya satu kelas dengan Benua.
“Mampus aku!” celetuknya dengan suara berbisik.
Ketika jam pulang sekolah Bening mencari sepatunya... ternyata dia menemukan di atas pohon di lapangan sekolah, karena sekolah mulai sepi, Bening memberanikan diri untuk memanjat, ketika dia di atas tak sengaja Benua lewat di bawahnya dan ia berpikir bahwa Benua berniat mengintipnya.
Bukkkkk !!!! suara lemparan sepatu yang mendarat tepat di muka Benua.
Membuat alis Benua kini menyatu dan...
[NEXT PART]