Bab 11 Niat Terselubung
Bab 11 Niat Terselubung
Di dalam rumah megah dan mewah kini Bening berada, namun Bening tetap di dalam ruangan yang tidak terlalu besar dibandingkan kontrakan ibunya, bedanya ruangan ini jauh lebih memiliki sirkulasi udara yang baik dan juga ada pendingin ruangan di dalamnya.
Pak Sulaiman memang tidak pernah membeda-bedakan kualitas ruangan di rumahnya, walaupun hanya sebatas ruangan untuk IRT Pak Sulaiman tetap memberikan pendingin ruangan, karena menurutnya para IRT nya tetap harus di berikan kenyamanan, menurutnya IRT-nya ini sudah banyak sekali berjasa untuk rumahnya, baik membersihkan rumahnya, merawat tumbuhan-tumbuhannya, dan masih banyak lagi yang lain, sedari itu menyediakan tempat istirahat sejenak yang nyaman menurut Pak Sulaiman merupakan suatu keharusan untuknya.
Pak Sulaiman memang dikenal sebagai orang yang sangat bisa menghargai orang lain karena bagaimanapun Pak Sulaiman sudah banyak mengalami jatuh bangunnya kehidupan, jadi dia sangat bisa menghargai usaha orang lain dan tidak pernah membeda-bedakan siapapun dari kalangan manapun, selagi orang itu baik, sopan dan jujur maka Pak Sulaiman akan sangat menghargai orang tersebut.
Istilah pepatah, orang yang terlahir dari orang biasa saja dan menjadi sukses akan lebih bisa menghargai perjuangan, dibanding orang yang sudah terlahir kaya sebelumnya namun ia sukses dengan menggunakan kekayaan yang sudah ia miliki seutuhnya, pepatah ini benar-benar ada di dalam pemikiran Pak Sulaiman.
“Nak, kamu kenapa kok tadi pulang diantar den Benua, terus sekarang kamu pakai baju siapa?” berondong ibu Bening memecah lamunan Bening di dalam ruangannya sendiri. Dia nampak khawatir dan bertanya-tanya soal baju yang telah berganti itu.
“Heum, ini bajunya Benua bu,” ucap Bening jujur namun tak ingin menceritakan apa yang telah terjadi sampai ia di antar oleh Benua.
“Loh kok kamu pakai bajunya den Benua? Memangnya baju kamu kenapa? Kok pakai baju den Benua?” tanya ibunya penuh rasa penasaran.
“Tidak apa-apa Bu, sebenarnya tadi Bening kena tumpahan kopi, terus baju Bening kotor, jadi Benua meminjamkan bajunya ke Bening bu,” jelas Bening namun tak semuanya ia ceritakan.
“Oh ya sudah, kalau begitu kamu pulang dulu saja, ganti baju. Hari ini kamu sudah tidak usah bantu ibu di sini, lagi pula ibu sudah selesai di sini, nanti jam limaan atau setengah enam, ibu pulang ya?” tutur Ibunya memerintahkannya untuk istirahat.
Bening berusaha untuk menutupi lagi kejadian yang telah menimpanya di sekolah hari ini, agar ia tak menjadi beban baru untuk ibunya, wajahnya yang pucat karena habis pingsan pun ia tutupi sebisa mungkin agar tidak terlalu terlihat di depan ibunya karena ia sudah disuruh ibunya untuk kembali ke rumahnya. Bening pun bersiap-siap merapikan barang-barangnya.
Saat dia ingin pulang, ia berjalan menyusuri ruang tengah, dan ketika ia ingin keluar pintu, dia mendengar derap langkah kaki lelaki menuruni tangga,
‘Aduh ini pasti Benua, nanti dia pasti menyuruhku ini itu lagi,’ batin Bening berbicara membuat Bening mempercepat langkahnya.
“Bening!” Suara berat seorang lelaki yang Bening yakini itu adalah Benua.
Bening pura-pura berlagak seperti tidak mendengar siapapun memanggilnya dan tetap berjalan keluar, namun ketika ia ingin membuka pintu,
BUKKKK! Suara pintu kembali ditutup oleh tangan Benua.
“Kamu tidak mendengar aku memanggilmu?!” pekik Benua kesal karena panggilannya tidak diindahkan oleh Bening.
“Hah?! Apa?! Aku tak dengar,” ucap Bening seperti orang yang tidak mengetahui apapun.
“Tak usah berpura-pura begitu kenapa?! Aku tahu, kamu tahu aku memanggilmu! Orang langkah kakimu saja tadi berhenti, terus kamu malah lanjut berjalan saja. Hahaha! Memang kau kira aku tidak tahu?!” Benua yang mendekatkan mukanya ke hadapan muka Bening membuat mata Bening melotot.
Bening terperanjat saat ada dua tangan besar milik Benua mengurung tubuhnya ke tembok. Tembok keras menjulang itu memaku tubuh Bening yang sangat dekat jaraknya dengannya saat ini.
Bening yang terhimpit oleh Benua di balik daun pintu, membuat pipi Bening memerah, Bening kini seperti ada dalam naungannya Benua, tubuh Benua yang besar apalagi ketika Benua mendekatkan wajahnya ke depan wajah Bening membuat detak jantung Bening dua kali berdetak lebih kencang dibanding biasanya.
Wajah Benua yang kini Bening lihat secara dekat, ternyata Benua memiliki paras yang benar-benar sempurna, mata yang bersinar, hidung yang mancung, dan tak lupa juga alis yang tampak tebal dan hitam menghiasi wajahnya, kini ketampanan Benua tampak sangat dekat di wajah Bening.
Terlebih saat dia sendiri harus melihat Bening dengan rambut yang semrawut tak tersisir rapi. Terlihat menggoda di matanya dan imajinasinya tengah bersorak kegirangan saat ini. bukan apa-apa, namun memang dia sampai tak sadar sudah menahan napasnya.
“Ih, apaan sih?!!” teriak Bening memecah hening yang tercipta di antara mereka. Bahkan dia bernapas pun sangat pelan agar tak terdeteksi suaranya oleh Benua.
Rona wajah Bening mulai timbul. Rasa panas mengalir ke wajahnya berkumpul menghiasi pipinya. Bening kelabakan saat menghadapi kenyataan dan menyadari kalau Bening memanglah pria tampan nan rupawan.
“Lagi pula kamu kalau aku panggil itu jawab,” ujar Benua tanpa rasa bersalah telah membuat pipi Bening memerah saat ini.
“Eh?! Kok pipi kamu merah begitu? Hahaha, kamu pasti gugup ya dideketin aku, hahaha,” ejek Benua terhadap Bening.
“Apaan si?! Sudah ahh, aku mau pulang dulu. Ibu suruh pulang soalnya." Bening memutar cara untuk tidak lagi diganggu oleh Benua yang benar-benar usil terhadapnya.
“Eits! Enak saja kamu mau pulang,” sanggah Benua menahan Bening.
“Loh, memang kenapa? Aku mau pulang, lagi pula aku juga sudah tidak ada tugas apa-apa di sini!” ketus Bening.
“Kamu lupa? Aku kan menyuruh kamu untuk ikuti semua apa yang aku mau, karena aku sudah nolongin kamu,” cerocos Bening masih saja bangga soal menolong Bening.
Bening memutar bola matanya merasa jengah sendiri karena perlakuan Benua.
Bening benar-benar terkejut akan apa yang dikatakan oleh Benua, dia pikir Benua tulus menolongnya namun ternyata tidak, Benua hanya menginginkannya untuk melakukan apa yang Benua inginkan meski sejauh ini. Benua tak pernah bersikap tidak sopan terhadapnya namun tetap saja segala permintaan Benua membuat batin Bening tersiksa, apalagi ketika Benua mengejeknya di depan teman-temannya saat itu.
“Terus kamu mau aku melakukan apa?! Cepat ! Biar aku cepat pulang!” sungut Bening yang nampak emosi.
“Aku mau kamu buatkan makanan saja kok, tapi yang enak, aku lagi malas keluar!” ucap Benua dengan senyum penuh ejekan didalamnya.
Bening merasa heran mengapa Benua memintanya untuk membuatkan makanan, padahal di meja makan tersedia banyak makanan, makanan yang enak-enak tersedia berlimpah di atas meja, namun Benua tetap saja memintanya untuk membuatkan makanan.
Tanpa banyak bicara Bening berjalan menuju dapur untuk membuatkan makanan untuk Benua.
“Lah kok kamu balik lagi Nak?” tanya Ibu Bening yang terkejut melihat anaknya itu kembali lagi.
“Iya, Benua minta aku masak makanan yang aku buat pas ada teman-temannya bu,” jawab Bening datar.
Bening sibuk berkutat dengan masakannya, karena ia pikir dia harus cepat menyelesaikan apa yang diminta oleh Benua, agar ia bisa cepat kembali ke rumahnya.
****
Benua yang senang karena bisa mengerjai Bening lagi, meski dia tahu mungkin Bening belum benar-benar pulih, tapi entah mengapa kini dia hanya ingin melihat Bening lebih lama di rumahnya, menatap mata indah Bening entah mengapa kini membuat Benua merasa lebih bahagia dibanding biasanya yang selalu sendiri di rumah.
Ya, memang Benua dilimpahi oleh nikmat kekayaan ayahnya yang begitu banyak, namun Pak Sulaiman dan istrinya selalu sibuk dikantor atau bahkan keluar kota untuk mengurus bisnisnya sendiri, Benua yang selalu sendiri ketika di rumah kini hadirnya Bening entah mengapa membuatnya jauh lebih hidup, walaupun hanya tatapan tidak suka yang dipancarkan oleh mata indah Bening karena Benua yang terus-terusan menyuruhnya ini itu.
Apakah yang dirasakan oleh Benua sesungguhnya, apakah Benua benar-benar menyukai Bening?