14.
Di Sebuah Apartemen sederhana Di Madrid, Anasera bangun setelah tidur siang selama berjam-jam, dia turun dari kasur sambil mengusap matanya.
“Ana, kamu akhirnya bangun” kata Rubi sambil meletakkan buku yang sedang dibacanya.
"Bibi, saat aku datang kamu tidak ada di sini" kata Anasera sambil bergegas menghampirinya dan memeluknya.
Rubi perlahan melepas kacamatanya sambil menatap benjolan bayi Anasera. "Sudah berapa bulan usia kandunganmu?" Dia bertanya dengan kaget.
Anasera menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan canggung, "lima bulan beberapa minggu," katanya seperti berbisik.
Rubi ternganga, "Kapan kamu berubah jadi seperti ini, kamu sudah hamil begitu lama dan kamu baru saja memberitahuku" dia setengah berteriak pada Anasera.
"Bibi, apa yang harus aku katakan, aku terlalu malu untuk memberitahumu kalau aku hamil" ucapnya sambil menurunkan pandangannya ke perutnya.
"Bagaimana ini bisa terjadi, Ana?" Bibi Rubi bertanya sambil memberi isyarat padanya untuk duduk.
Anasera menceritakan semuanya pada bibinya tampa melawatkan sedikitpun.
"Bibi Rubi, aku tahu ini mungkin terdengar gila tapi itulah kenyataannya" ucapnya setelah menceritakan semuanya pada Rubi.
"Maksudmu semua ini terjadi, dan orang-orang kaya yang tidak berguna itu melakukan semua ini padamu?" Dia berkata dengan marah dan Anasera menganggukkan kepalanya.
Rubi menggeleng kesal, "Aku sangat kecewa padamu, Ana. Kenapa kamu tidak memberitahuku sejak awal jika kamu harus melalui semua penghinaan ini, kamu sudah melalui banyak hal di masa lalu" katanya sedih.
“Ponakan ku yang malang,” dia memeluk Anasera dengan hangat.
"Bibi Rubi, aku tahu telah mengecewakanmu bukan hanya kamu tapi aku juga membiarkan diriku sendiri melakukannya" seru Anasera dalam pelukan bibinya.
“Tidak apa-apa, kamu harus kuat, Tuhan memberkati dari atas” Bibi Rubi menepuk punggung Anasera dengan lembut.
"Di mana Melati?" Anasera bertanya sambil melepaskan pelukannya.
"Dia pergi membeli bahan makanan, dia akan segera kembali," kata Rubi.
“Bibi Rubi, aku diundang ke pemutaran perdana film jam 7 malam, jadi aku akan bersiap-siap,” katanya sambil berdiri.
"Aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendirian, lihat kondisimu, di luar bahkan tidak aman. Aku akan menyuruh Melati untuk ikut bersamamu" ucap bibinya dan segera mengeluarkan ponselnya.
Anasera tetap diam, dia tahu bahwa hampir tidak mungkin meyakinkan bibinya untuk membiarkannya pergi sendirian. Ia bersiap-siap dan tak lama kemudian turun, untung Melati sudah kembali.
Melati heran saat melihat perut Anasera yang membesar, dia segera membuang pikirannya dan melangkah maju. "Kak Ana, sudah lama tidak bertemu" dia tersenyum tipis pada Anasera.
"Bibi Rubi, Melati mirip sekali denganmu sekarang setelah dia dewasa" Anasera tersenyum manis.
"Baiklah kak, aku akan ganti baju, beri aku waktu sebentar" kata Melati sambil bergegas ke atas dan Rubi mengikuti di belakangnya.
Saat Rubi sudah sampai di depan pintu, Melati menariknya ke dalam kamar dan segera menutupnya. “Mom, apa yang terjadi pada Kak Ana?” Dia bertanya.
“Ceritanya panjang, sebaiknya kamu tidak bertanya apa pun padanya tentang hal itu” Rubi memperingatkannya dengan tegas sebelum meninggalkan ruangan.
Tak lama Melati turun dengan mengenakan gaun sifon pendek berwarna ungu.
“Mom, berhentilah menatapku seperti itu, ini yang dikenakan gadis-gadis modern ke tempat seperti ini” Ujar Melati pada ibunya.
"Apakah aku mengatakan sesuatu? Aku hanya mengagumi gaun yang kamu kenakan" kata Rubi sambil terkekeh.
"Bibi Rubi, kami akan berangkat sekarang" kata Anasera acuh tak acuh.
"Pastikan kalian bersenang-senang" teriak Bibi Rubi sambil melambai pada mereka.
Mereka keluar dari rumah dan menemukan sebuah Mercedes Benz berwarna hitam sudah terparkir di luar gedung, segera mereka mendekati mobil tersebut, jendelanya diturunkan dan wajah orang dari dalam mobil tersebut terlihat. " Selamat malam Nona Wijaya, tuan muda kami mengirim kami ke sini untuk menjemput Anda"
Melati menyeringai sambil menatap mobil itu dengan tatapan tergila-gila, dia beringsut mendekat dan berbisik di telinga Anasera, "wah kak, kamu dapat tangkapan besar" ucapnya.
Anasera menggeleng, bibirnya sedikit terbuka ingin menjelaskan sesuatu tapi tiba-tiba dia menahan diri, sebaiknya dia mengabaikan kata-kata Melati.
Mereka masuk, dan mobil segera melaju. Perjalanan berjalan lancar sambil menikmati sejuknya udara yang berasal dari AC, satu jam kemudian mereka akhirnya sampai di sebuah resort besar dengan sekitar 15 lantai. Mereka keluar dari mobil dan Melati melucu sambil menatap gedung itu, dia belum pernah mendapat kesempatan untuk datang ke tempat semegah ini.
Anasera dan Melati berjalan menuju pintu masuk sementara sopir dan pengawalnya melaju menuju tempat parkir.
Ketika mereka hendak masuk, ada dua pihak keamanan berbadan besar dan tegap menghalangi mereka, "Anda tidak bisa masuk tanpa izin" katanya dengan nada berat.
Tepat saat itu, seorang wanita berjalan melewati mereka dan dengan sengaja menabrakan bahunya ke bahu Anasera.
Anasera kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh untungnya Melati dengan cepat menahan bahunya agar tidak terjatuh.
Wanita itu memandang rendah ke arah Anasera dari ujung kepala sampai ujung kaki dan tiba-tiba mengejek dengan keras, "kamu!, seharusnya kamu memberi tahu para pengemis ini jika ini bukanlah rumah amal dan mereka harus meninggalkan tempat itu sebelum Ronald melihat mereka" Ujarnya pada pihak keamanan tadi.
"Maaf Nona, saya akan singkirkan mereka sekarang" Pihak keamanan itu sedikit membungkuk
Tatapan Anasera kembali tertuju pada wanita itu, dari sekilas dia tahu dia adalah sosok penting untuk acara malam ini. Dia curiga dia adalah salah satu bintang dari Bourbon Entertainment, namun dia bukanlah penggemar berat film tapi dia ingat dengan jelas bahwa dia pernah melihat wajah ini di suatu tempat.
Wanita itu mengenakan gaun perak ketat dengan belahan sedikit panjang di samping, memperlihatkan kaki mulusnya yang panjang, gaunnya berkilau karena pantulan kilatan cahaya di gaunnya membuatnya menjadi pusat perhatian.
Dengan kepala terangkat tinggi, wanita itu melanjutkan jalannya masuk ke dalam gedung, sambil mengenakan sepatu hak putihnya.
melati hendak menariknya kembali, namun Anasera segera menahannya, "jangan Melati, jangan lupa kita hanya tamu di sini" ujar Anasera santai.
"Kak, apa kamu tidak marah karena wanita itu sudah menyebut kita pengemis beberapa waktu yang lalu, bagian mana dari diri kita yang terlihat seperti pengemis, kamu seharusnya membiarkanku memberi pelajaran pada wanita jalang itu" Ujar melati dengan nada yang menggebu, dia meninggikan suaranya membuat orang-orang yang hadir menatap mereka dengan aneh.
“Melati hentikan, apakah kamu ingin membuat masalah untuk Tuan Ronald?, biarkan saja, serahkan semuanya padaku” ucap Anasera sambil tersenyum.
Saat itulah pengawal yang ada di dalam mobil yang membawa mereka ke sini menghampiri mereka, “Nona, Anda masih berdiri di sini?” katanya sambil mengerutkan kening.
"Mereka menolak membiarkan kita masuk," bentak Melati geram.
“Siapa orang-orang ini dan mengapa kamu membiarkan mereka masuk? Bos akan marah jika melihat pengemis-pengemis ini di pestanya, mereka mungkin akan membuat kekacauan” kata petugas keamanan yang menjaga pintu.
"Apakah kamu sudah gila? Jika bos sampai di sini dia tidak akan melepaskan mu, mereka adalah tamu istimewa dan diundang langsung oleh bos sendiri" kata pengawal lainnya.
"Lalu di mana undangannya?" Pihak keamanan berkata apa adanya.
"Dia mengirim undangan online ke saya, tapi masalahnya ponsel saya tertinggal di rumah," keluh Anasera.
"Saya akan menelepon bos untuk mengonfirmasi," ujar petugas keamanan itu, seolah merasa bersalah karena telah membuat Anasera repot.
Sambil menghubungi Ronald Bourbon, petugas keamanan berkata, "Bos, ada seorang wanita di sini, dia bernama Anasera Wijaya. Dia mengaku jika ia mendapat undangan dari Anda, Tuan." Tampak jelas kecemasan dalam suaranya.
"Biarkan dia masuk segera!" tegas Ronald Bourbon di ujung telepon, seolah marah karena tamu istimewanya diragukan oleh anak buahnya.
Dengan raut wajah menyesal, petugas keamanan berkata, "Maaf Nona, saya hanya menjalankan tugas saya. Anda boleh masuk." Lalu dia memberi jalan pada Anasera dan Melati dengan gestur hormat.
Melati tersenyum sinis dan melirik petugas keamanan dengan tatapan meremehkan, "Aku akan melaporkan mu pada Tuan Ronald!" Dia bergumam sarkastis sebelum memasuki gedung bersama Anasera, meninggalkan petugas keamanan yang masih tampak ketakutan karena peristiwa tadi.