Bab 2
"Apa yang Anda katakan Nona? Syukurlah Nona ketiga sudah sadar! kami sangat mengkhawatirkan Anda," ucap salah seorang dayang pada Jingmi.
Tapi wajah dan suara dayang itu sangat membuat Jingmi shock, meski penampilannya lain tapi Jingmi masih mampu mengenali gadis yang ada di hadapannya itu.
"Xiaoli ... jangan bercanda denganku! bantu aku berdiri, aku ingin segera pergi dari sini dan menemui Ang Bei!" keluh Jingmi dengan suara histeris karena merasa ada yang aneh pada tubuhnya.
Entah mengapa tubuh Jingmi sepertinya cukup lemah dan tak berdaya. Meski ia tak memliki ketrampilan bela diri, namun Jingmi termasuk dalam kategori mahasiswa berprestasi dari segi atletik. Jingmi pernah memenangkan pertandingan lari estafet yang pernah diselenggarakan oleh pihak kampus dulu. Secara fisik, gadis itu memang memiliki tenaga yang lebih besar daripada temannya Xiaoli.
"Nona tak apa-apa? Sepertinya ingatan Nona ilang setelah terjatuh dari kuda yang Nona tunggangi," ucap Xiaoli yang masih terus saja memanggil Jingmi Nona.
"Kau ini bicara apa Xiaoli? Aku baik-baik saja, dan aku sangat sehat untuk mengenali kamu! jangan bercanda lagi!"
Gadis yang mengaku bukan Xiaoli itu menyebutkan namanya adalah Ling Yu. Kini otak Jingmi tak bisa berpikir dengan jernih hingga membuat kepalanya lebih sakit lagi dan menyebabkan hilangnya kesadarannya.
Para dayang di kediaman Perdana Menteri negara Tang saling mengkhawatirkan keadaan nona ketiga di kediaman Perdana Menteri. Karena untuk menjaga nona mereka, adalah menjadi tanggung jawab utama para dayang tersebut.
Tubuh Jingmi yang masih mengenakan pakaian tradisional masih berbaring lemah di tempat tidur paviliun persik yang masih berada satu kawasan rumah Perdana Menteri Lu Sing.
Karena mendapati laporan bahwa sang putri bungsu mengalami kecelakaan dalam berkuda, Perdana Menteri Lu Sing memanggil tabib yang paling pintar untuk menyembuhkan keadaan sang putri kesayangannya. Hal seperti ini bukan kali pertama Jingmi sang putri lakukan, gadis manja itu sering melakukan hal yang membuatnya harus mengelus dada hanya demi mendapatkan simpati pria yang Jingmi sukai, yakni putra mahkota kerajaan Tang.
"Bagaimana dengan keadaan putri saya Tabib?"
"Nona ketiga mendapatkan hilang ingatan karena berbenturan dengan benda keras Tuan, sebaiknya nanti setelah Nona siuman mohon jangan terlalu memberatkan kinerja otaknya."
"Baiklah, terima kasih atas bantuannya Tabib! aku tak tahu harus seperti apa bila tak ada kau di sini."
Tabib pun undur diri kala sudah tak ada lagi yang perlu ia perbuat di paviliun persik saat ini. Kini yang tersisa di kamar Jingmi hanya ada sang ayah Lu Sing dan juga sayang nona ketiga yang sangat setia Ling Yu.
"Jingmi ... bangunlah Nak, bila kau sangat menyukainya ayah akan membantumu untuk mendapatkan statusmu sebagi istri dari Putra Mahkota," ucap Lu Sing Perdana Menteri dengan mengusap lembut sang putri dengan sangat perhatikan.
Bagaimanapun juga, perdana menteri Lu Sing sangat menyayangi putri bungsunya. Terlebih lagi ia dibesarkan tanpa kasih sayang seorang ibu, karena ibu mereka telah lama berpulang dari sisi mereka untuk selamanya. Jingmi merupakan putri bungsu dari ketiga anak perdana menteri. Kakak pertamanya bernama Lu Chang Li seorang ahli di bidang politik, sedangkan kakak keduanya Lu Faqian juga seorang ahli perang. Dan Jingmi merupakan satu-satunya putri di keluarga ini.
Jadi tak heran bila setiap anggota keluarga saling menyayangi satu-satunya gadis yang berada di kediaman Perdana Menteri tersebut.
"Di mana aku?" tanya Jingmi lirih, hingga mampu terdengar pelan di telinga sang ayah. Jingmi lalu mulai membuka matanya dari pingsan keduanya tadi.
Gadis polos itu mendapati dirinya berada di dalam tempat yang sama seperti pertama kali ia sadar dari bola basket yang mengenainya. Ruangan khas tradisional lengkap dengan hiasan berupa ornamen bunga-bunga indah melengkapi kamar tersebut. 'Berarti aku benar-benar tidak berada di dunia nyata? Kurasa aku sedang bermimpi!' batin Jingmi mengamati sekeliling
"Jingmi putriku, tenanglah!" Lu Sing menenangkan sang putri yang tampak cukup shock saat ini. Pria paruh baya itu harus membuat keadaan Jingmi lebih nyaman lagi agar otaknya tak berpikir cukup keras.
"Si-siapa Anda?"
"Ini ayah Nak, apa kau melupakan ayahmu?"
Meski masih memendam hal yang masih mengusik dirinya, Jingmi merasa aman setidaknya masih ada pelindung seperti seorang ayah untuknya. Dan Jingmi akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menjadikan orang yang mengaku ayah padanya sebagi benteng pertahanan untuk dirinya.
"Ayah ... oh Ayah mengapa kepalaku sakit seperti ini?" tanya Jingmi mulai bersandiwara layaknya seorang putri yang sangat membutuhkan perhatian dari sang ayah.
"Kau lupa Jingmi? Kau terjatuh dari kuda karena mengejar Putra Mahkota kemarin!" jawab sang ayah lalu diikuti dengan usapan lembut di kepalanya.
'Jatuh dari kuda? Putra Mahkota? Apa aku tampak kecentilan? Lalu seperti apa wajah Putra Mahkota itu hingga pemilik tubuh ini begitu bodoh mengejarnya?' ucap Jingmi dalam hati yang begitu mengutuk kegilaan pemilik tubuh ini.
"Itu Putra Mahkota kerajaan Tang!" tunjuk dayang yang mengaku bernama Ling Yu pada Jingmi sambil menunjukkan sebuah lukisan yang berbingkai emas di dinding kamar pemilik tubuh ini.
"Apa? Shao Ming Hze bedebah itu?" umpat Jingmi tanpa sadar ia lalu berdiri dan bangkit dari tempat tidurnya.
Berada tepat di depan lukisan pria yang sedang tersenyum indah padanya sungguh mampu menggelitik hati Jingmi dan terasa begitu muak melihatnya. Nasib telah menyeretnya hingga menembus dimensi lain. Lalu siapa yang akan bertanggung jawab atas semua ini?
Segera saja Jingmi naik ke atas kursi dan berusaha melepas gantungan lukisan indah berupa potret Putra Mahkota itu. Sang ayah sampai tertegun tak percaya dengan ulah sang putri yang ia rasa tak masuk akal ini. Karena yang Lu Seng tahu bahwa Jingmi sungguh menggandrungi Putra Mahkota negara Tang tersebut.
"Bawa benda sialan ini keluar dari kamar ini! kalau bisa bakar hingga habis tak tersisa." perintah Jingmi pada para dayang serta pengawal kediaman ayahnya.
Bukan tanpa alasan mengapa Jingmi begitu membenci Shao Ming Hze. Sikap diktator dan kejamnya membuat mahasiswi kedokteran itu sangat membenci Ming Hze dosen yang sering memberikan tugas di luar akal sehat padanya.
"Nona ketiga apa Anda yakin ingin kami membuang ini?"
"Sangat yakin!"
Di dalam paviliun persik ini Jingmi mampu melaksanakan apa saja, sebagai putri dari Perdana Menteri di kerajaan Tang sudah selayaknya ia harus di hormati dan dituruti apa pun keinginannya. Yang jelas, meski ia merasa sungguh nasib telah tak adil padanya setidaknya ia terlahir kembali di tempat yang strategis.
Setelah membuang paksa lukisan itu, Jingmi lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya. Gadis muda itu begitu penasaran seperti apa pemilik asli tubuh ini yang kebetulan namanya sama dengan nama yang ia punya. Lu Jingmi berjalan ke arah sebuah meja rias yang terdapat sebuah cermin berbentuk oval. Mungkin gadis pemilik asli tubuh ini sangat gemar bersolek, itu terlihat dari banyaknya alat untuk mempercantik diri pada jaman ini.
Jingmi begitu terperanjat menatap bayangan wajah pemilik tubuh ini di cermin yang saat ini Jingmi pegang. Tak ada yang lain dari wajahnya dahulu. Hanya saja, wajah ini lebih glowing karena gadis itu sangat pintar merawat dirinya. Lalu mengapa mereka bisa memilih wajah dan nama yang sama persis? Akankah ini mimpi atau hanya akal-akal Tuhan?