Bab 9 Kesialan Hidup Gaida
Bab 9 Kesialan Hidup Gaida
Rafael menatap tajam papan nama--terbuat dari kaca--yang berada di meja. Di situ tertulis 'CEO RENO YUDHISTIRA'.
"Anda memanggilku, huh?" ketus Rafael. Ia duduk dengan seenaknya di sandaran sofa sambil memainkan pulpennya.
Sosok lelaki yang sebelumnya berdiri di dekat jendela, kini berjalan tenang ke arah Rafael. Ia tersenyum ramah dan menepuk pelan bahu Rafael.
"Bagaimana kabarmu, El? Kenapa tak pernah pulang ke rumah, eum?" tanya CEO Reno, ramah.
Rafael mengalihkan wajahnya. Ia tersenyum sinis mendengar ucapan pimpinan yang tak lain adalah ayahnya sendiri.
"Apa tempat itu masih pantas disebut rumah?" gumam Rafael. Ia masih tersenyum menyeringai di sisi ayahnya.
CEO Reno, mengernyit. Ia sama sekali tidak tahu arah pembicaraan putra sulungnya itu. "Apa maksudmu, El?" lirih CEO Reno.
"Tempat itu layaknya tempat penampungan. Bagaimana bisa aku hidup di tempat seperti itu, eum?" Rafael menjeda ucapannya. "Kecuali ... kalau ayah membuang kembali anak haram ayah itu ke tempat asalnya."
Plak!
CEO Reno menampar pipi kiri putranya, begitu keras. Ia mengepalkan kedua tangan. Bahunya naik turun menahan emosi. "Jaga bicaramu, El!" bentak CEO Reno.
Rafael menggosok pipi kirinya yang memanas, bekas tamparan ayahnya. Ia malah tertawa terbahak-bahak melihat ayahnya emosi seperti itu.
"Hahaha, kenapa memangnya, Ayah? Oh, bahkan mungkin ayah tidak tahu asal usul bocah itu?" racau Rafael. Ia seolah semakin memprovokasi amarah ayahnya.
CEO Reno mengangkat tangannya ke udara, hendak memukul Rafael kembali.
Rafael malah mendekatkan wajah ke tangan ayahnya.
"Pukul lagi, Ayah! Selama ini memang hanya itu yang bisa Anda perbuat, bukan?" celetuk Rafael. Seringaian mengerikan juga terpatri dari bibir tipisnya.
CEO Reno mengurungkan niat. Ia mengepalkan tangan di udara. Ia berbalik membelakangi Rafael. Ia mengusap wajah, kasar. Bukan seperti ini yang ia inginkan. Ia hanya ingin kedua putranya menjadi rukun.
"Apa satu kesalahan ayah yang itu tidak bisa kau maafkan, El?" lirih CEO Reno.
"Setidaknya, meski kau tidak bisa memaafkan ayah, ayah mohon terimalah Eric sebagai adikku. Dia tak bersalah, Nak," lanjut CEO Reno.
"Cih! Adik ayah bilang? Aku tidak butuh adik sepertinya!" geram Rafael. Ia melangkah lebar menuju pintu, dan membanting pintu ruang kerja ayahnya.
Semua karyawan bahkan terlonjak saat mendengar suara pintu dibanting tadi. Namun, mereka tak ada yang berani bersuara. Mereka hanya berdiri dan menatap dalam diam Rafael yang berjalan penuh amarah.
Setelah Rafael jauh dari pandangan para karyawan, mereka mulai berbisik-bisik.
"Ada apa dengan Pak Produser, ya? Kenapa dia terlihat sangat marah?" tanya salah satu karyawan pada rekannya.
"Mungkin masalah keluarga," sahut yang lain.
"Kudengar CEO Reno punya anak lain selain Pak Rafael, tapi tak pernah ia tunjukkan ke publik. Mungkin anak hasil perselingkuhannya," timpal wanita bertubuh tinggi, Wiwit.
"Hussh! Jaga bicaramu, Wit! Kalau CEO Reno tahu, habis kau!" desis Dian memperingati rekannya.
***
Gaida masih gemetaran di dahan pohon jambu air. Ia menghindar dari kejaran anjing jenis Great Dane tadi. Setelah berpuluh-puluh menit, akhirnya anjing tadi menyerah dan berlari menjauh dari pohon. Gaida bernapas lega. Pegangan Gaida pada dahan besar semakin melemah. Ia tidak tahu caranya turun dari pohon yang ia rasa sangat tinggi itu.
"Miaw! Meong miaw nyaw nyaw!" teriaknya yang bermakna, "siapapun! Tolong selamatkan aku!"
Terdengar sirine mobil kebakaran yang kebetulan lewat tak jauh dari Gaida berada. Gaida semakin keras meminta tolong.
"Miaw!! Nyaw nyaw!" teriaknya kembali.
Mobil pemadam kebakaran terlihat berbelok arah dan mendekat ke pohon yang tingginya lebih dari 7 meter, tempat Gaida berada. Salah seorang petugas keluar dari mobil, dan berusaha menyelamatkan Gaida yang masih dalam wujud kucing.
Setelah beberapa menit, akhirnya petugas itu dapat mengevakuasi kucing oranye, yang ternyata adalah Gaida.
Gaida begitu berterima kasih. Saat petugas itu mendekatkkan tubuh Gaida ke wajahnya, Gaida menjilati pipi petugas tadi yang untung saja tampan. Gaida tak pernah berniat mesum, tapi naluri hewannya melakukan itu begitu saja tanpa ia kehendaki.
"Makanya jangan naik pohon tinggi-tinggi, Pus! Gak bisa turun kan jadinya?" gumam petugas damkar.
"Kucing itu hewan yang aneh. Bisa naik pohon tinggi tapi tidak tahu cara turunnya," lanjut petugas damkar tadi.
Gaida merasa kesal. Ia mencakar lengan petugas yang masih menggendongnya itu. Sontak petugas tadi melepaskan kucing oranye itu dan membiarkannya berlari menjauh.
"Haduh, kucingnya kok malah berontak?" desis petugas damkar sambil melihat kucing yang ia selamatkan berlari menjauh.
Gaida berwujud kucing masih terus berlari. Ia selalu waspada dalam setiap langkahnya. Jangan sampai ia bertemu anjing ataupun bocah-bocah tadi.
Setelah sekian lama berlari, Gaida kini berada di kawasan yang ia kenal. Benar, ini adalah daerah kompleks rumahnya tadi.
Kali ini Gaida tidak boleh tidur di sembarang tempat lagi. Bisa-bisa ia diculik seperti tadi siang lagi. Lagipula, hari sudah malam. Ia harus segera pulang. Berkeliaran malam-malam apalagi dalam wujud kucing, pasti begitu menyeramkan, pikir Gaida.
Gaida melompati pagar tembok rumahnya. Ia harus menceritakan semua yang ia alami pada mamanya. Ah, itu pun kalau mamanya mengerti ucapannya.
Saat Gaida sampai di pintu belakang rumah, ia mencoba membuka. Namun, meskipun berjinjit, tangannya tetap tidak sampai. Gaida mundur beberapa langkah, bersiap untuk melompat dan meraih gagang pintu.
Brak!
Tubuh Gaida malah menabrak pintu kayu dengan keras, tanpa bisa meraih gagang pintu tadi. Ia mengadu kesakitan, meski yang keluar dari mulutnya masih suara ngeongan. Setelah berusaha sekuat tenaga mencapai gagang pintu, pada akhirnya ia menyerah. Gaida memilih masuk lewat jendela yang berada di dapur. Untung saja mamanya selalu membuka jendela dekat kompor gas itu.
Perlahan, Gaida mengendap-endap masuk rumahnya sendiri. Berhasil. Ia sudah berada di dapur rumahnya saat ini. Ia mencium bau harum masakan. Gaida mendekat ke meja makan. Di meja sana sudah tertata rapi nasi beserta lauk ikan gurame kesukaannya. Gaida menjilati mulutnya sendiri. Seharian tadi ia tak makan apapun. Semoga saja mamanya memberinya makanan nanti.
Sekian menit Gaida menunggu, tapi mamanya tak muncul juga. Entah berada di mana beliau saat ini. Gaida tak lagi bisa bersabar. Ia naik ke meja dan hendak mengambil sedikit ikan dari meja makan. Baru juga ia mau meletakkan tangannya di piring, tapi tiba-tiba seorang wanita sudah memukulnya dengan sapu ijuk dari belakang.
"Ngaong!!" Gaida terlonjak kaget.
Wanita tadi masih memukuli kucing oranye yang lancang akan mencuri masakannya. Meski hanya pelan.
"Mau mencuri ya kamu, Pus! Itu masakan khusus untuk anakku tahu!" teriak wanita tadi, yang ternyata adalah mamanya Gaida.
"Meong! Miaw miaw nyaw!" Gaida kembali berteriak yang bermakna, "Mama! Ini aku, Gaida putrimu!"
Namun, tentu saja mamanya Gaida tidak mengerti maksud ngeongan kucing oranye itu. Beliau mengusir kucing oranye tadi, tapi kucing itu malah bersembunyi di bawah kolong meja.
"Nyaw! Meong miaw nyaw!" desis Gaida yang berarti, "Ma! Ini Gaida, mama kok tega?"
Mamanya Gaida begitu geram pada kucing oranye itu. Meski sudah ia usir, tapi kucing itu malah bersembunyi di dapurnya dan membuat dapurnya berantakan. Mamanya Gaida selalu murka jika ada yang membuat dapurnya berantakan. Ia mengambil air segayung dan menyiramkannya ke arah kucing yang masih ada di bawah meja. Seketika itu juga Gaida terlonjak dan melompat keluar dari meja. Saat berlari, ia tak sengaja menginjak piring-piring yang menumpuk rapi. Piring-piring itu pun pecah berserakan di lantai.
"Kucing sialan!!" teriak mamanya Gaida mendapati dapurnya seperti kapal pecah.
Di halaman belakang rumahnya, Gaida berjalan gontai. Ia merasa begitu lemas. Hari ini begitu melelahkan baginya. Ia mengalami kesialan sejak berubah menjadi kucing. Mulai dari akan tertabrak truk, diculik bocah, dikejar anjing, hingga disiram air oleh mamanya sendiri.
Gaida menengadah ke langit berbintang.
"Miaw! Nyaw nyaw miaw miaw nyaw!" gumamnya yang berarti, "Tuhan! Apa dosa hamba? Kenapa hamba berubah jadi kucing?"
***
Eric mengikuti dua lelaki yang bersama managernya Gaida tadi siang. Ia mengikuti kedua lelaki itu hingga tiba di sebuah bangunan tua yang berada di atas bukit.
Bersambung ....