Bab 7 Arjun Sang Pembuat Onar
Bab 7 Arjun Sang Pembuat Onar
Eric menghempaskan kedua tangan yang mencengkeram bahunya.
"Kalau tidak main geng-gengan lalu apa, eum? Kalian tiga jagoan yang ingin merundung dan memalakku, begitu bukan?" tuding Eric.
Mendengar ucapan Eric baru saja, membuat Arjun, Dewa dan Bima balik menertawakan Eric.
Gini giliran Eric mengernyit, bingung. "Apa aku salah?" desis Eric.
"Hahaha, memangnya apa yang akan kami peroleh dari memalakmu, huh? Lihatlah dirimu!" cemooh Arjun. Ia masih menampilkan senyum meremehkan ke arah Eric.
Eric kembali menautkan alisnya. Ia menunduk melihat penampilannya sendiri. 'Apa yang salah?' batinnya.
"Pakaian, tas dan sepatu lusuh, muka gitu-gitu aja tanpa ekspresi, memakai kaca mata tebal. Sering berhutang di ibu kantin. Memangnya kau pantas untuk dipalak begitu, huh?" ejek Arjun kembali.
"Baiklah kalau sudah tidak ada urusan aku ingin pamit duluan," tukas Eric sembari berlalu melewati Arjun.
Bima yang berada di belakang Arjun, kembali menahan bahu Eric. "Mau ke mana, eum?"
"Kenapa lagi? Aku tidak ada urusan dengan kalian. Aku sedang sibuk saat ini!" bentak Eric. Ia menampik tangan Bima yang berada di lengannya.
Bima menarik sudut kanan bibirnya.
"Banyak tingkah juga ya ini anak? Kasih nggak, Jun?" Bima berseru pada Arjun yang berada beberapa langkah di hadapannya.
"Kasih aja sekarang!" sahut Arjun tanpa menoleh ke arah mereka.
Eric merasakan firasat buruk. Mereka ingin memberi Eric apa? Mungkinkah mereka bertiga akan menghajar dirinya? batin Eric.
Eric waspada. Ia menggunakan tas punggung sebagai tameng kalau-kalau mereka mulai menyerang.
Dewa menyerahkan kotak kecil ke arah Eric. Eric yang matanya masih terpejam di balik tasnya tak mengetahui itu.
"Itu sebagai tanda terima kasih karena sudah membantuku selama ujian." Arjun berucap lirih sambil berlalu, tapi Eric masih bisa mendengarnya.
"Heh?!" Eric memekik tak percaya. Ia menurunkan tas yang dibuat sebagai tameng tadi.
Dewa masih mengulurkan kotak persegi warna hitam yang terbuat dari kertas ke arah Eric.
"Terimalah! Jarang-jarang Arjun berbuat baik pada seseorang," cetus Dewa.
Dengan terpaksa Eric menerima kotak itu. Setelahnya, Dewa menyusul langkah Bima dan Arjun yang jauh di depannya.
Eric tercenung memandangi bergantian kotak hitam dan punggung Arjun yang semakin menjauh. Eric membanting begitu saja kotak itu ke tanah lalu menginjak-injaknya.
"Brengsek! Cuma mau ngasih ginian aja lagaknya udah kayak mau tawuran. Arjun sialan!" geram Eric. Ia masih menginjak-injak kotak yang kata Dewa itu hadiah dari Arjun, sebagai ucapan terima kasih.
Eric menekan dadanya. Jantungnya sudah berdegup kencang dari tadi karena takut dikeroyok. "Sialan! Bikin sport jantung aja!" dengus Eric kembali.
Eric meninggalkan kotak itu begitu saja dan menuju ke tempat ia memarkirkan sepeda gunungnya.
Dari arah belakang, mobil Arjun tiba-tiba berhenti, tidak jauh dari Eric berada. "Oi, Eric! Awas saja jika kau menghilangkan benda pemberianku." Arjun terlihat menyayat lehernya menggunakan jari telunjuk.
"Kau akan mati!" lanjut Arjun yang membuat Eric bergidik ngeri seketika.
Secepat mungkin Eric mengayuh sepedanya dan menuju tempat ia membuang kotak dari Arjun tadi. Ia melihat kotak itu sudah penyok tak berbentuk. Entah sudah terlindas berapa kali.
Eric memungut kotak hitam yang nyaris tidak berbentuk kotak lagi itu. Eric membuka isinya. Sebuah headband sport warna hitam. Eric membolak-balikkan benda itu. Siapa tahu Arjun menaruh sesuatu yang dapat melukai kepalanya jika menggunakan benda itu. Eric tidak akan memercayai Arjun begitu saja.
"Faedahnya apa juga ngasih aku benda beginian?" gerutunya, penasaran.
***
Gaida berjalan lungkai menyusuri jalanan sepi menuju kompleks rumahnya. Ia masih bingung dengan perubahannya menjadi kucing. Ini benar-benar aneh dan tak dapat ia terima dengan nalar. Gaida mengeong di sepanjang jalan. Ia ingin berteriak meminta tolong, tapi hanya ngeongan yang keluar.
Gaida berpikir setiap detiknya hingga tak menyadari ada motor yang berjalan ke arahnya.
Ckiit!
Abang ojek mengerem tepat waktu sebelum ban motornya melindas kucing berwarna oranye itu.
"Ngeong! Miaw! Nyaw miaw ngeong nyaw!" teriak Gaida yang berarti, "Hati-hati, woy! Punya mata itu dipakai!"
Namun, teriakan Gaida dalam wujud kucing sama sekali tak membuat Abang Ojek takut. Dia malah menggerutu, "Kucing sialan! Bikin kaget saja!"
Gaida mencakar-cakar pohon yang berada di sampingnya. Ia meluapkan amarahnya ke pohon.
Gaida berbaring sejenak di pinggir pohon. Sesekali ia akan menjilati punggung tangannya. Meski tak ia kehendaki, kegiatan itu secara naluriah menjadi kebiasaannya saat ini.
'Hmm, kenapa bisa seperti ini, ya? Apa mungkin aku sedang diguna-guna?' pikir Gaida.
Angin sepoi menyibak bulu tebalnya yang berwarna oranye. Mata Gaida terasa berat. Sejak jadi kucing, ia merasa sering mengantuk. Gaida memejamkan mata dan memasuki alam bawah sadarnya.
Saat Gaida tengah tertidur pulas, ada tangan mungil yang memasukkan tubuh Gaida ke dalam sebuah karung bekas semen.
***
Eric kembali datang ke tempat yang ia yakini sebagai tempat di mana Gaida Larasati akan melakukan syuting video musiknya. Ia sudah meminta info tambahan pada admin di grup chat fans fanatik Gaida. Admin itu memberi alamat yang sama. Eric semakin yakin karena admin itu memberi tahu bahwa ia dapat informasi langsung dari sutradara yang menanggani pembuatan MV itu.
Saat ini, Eric tak akan bersembunyi lagi. Ia akan mencari informasi langsung dari kru yang berada di tempat lokasi. Sebenernya, ia dapat akses khusus jika mengaku bahwa dia putra CEO Pandawa Entertainment, tapi ia tak ingin mencari masalah dengan kakaknya, Rafael. Rafael akan semakin benci pada Eric jika Eric muncul ke publik sebagai putra pendiri Pandawa Entertainment juga.
Eric membawa dua kresek besar penuh roti, snack dan minuman. Ia membagikan kepada semua kru. Meski beberapa kru menernyit karena tak pernah melihat Eric sebelumnya di tim. Eric mengaku sebagai petugas konsumsi yang menyediakan konsumsi untuk semua kru.
Eric duduk di sebelah paman yang mengurusi pencahayaan dari tadi, atau biasa disebut ga er. Eric ikut makan roti di samping paman itu.
"Paman, pasti melelahkan, ya?" tanya Eric, berlagak sok kenal.
"Tidak juga. Kedua artis sangat mudah diatur, jadi tidak perlu banyak take untuk menghasilkan gambar yang diinginkan sutradara," sahut paman bagian ga er, ramah.
"Oh iya, aku tidak melihat pemain utamanya, Paman?" sahut Eric.
"Maksudmu penyanyi Gaida Larasati? Sutradara Bams begitu geram pada artis itu. Kalau besok dia tidak datang ke lokasi syuting lagi, sudah dipastikan dia tidak akan muncul di video musiknya sendiri. Hanya rekaman suaranya saja yang akan dimasukkan," imbuh paman ga er tadi.
"Memangnya dia tidak bisa dihubungi, begitu?" celetuk Eric
"Entahlah. Tapi tadi aku melihat bahkan managernya mencari-cari Gaida juga ke lokasi ini." Paman tadi menyahuti setiap pertanyaan Eric, sambil terus menikmati roti pemberian Eric.
Eric terdiam sejenak. Rasa khawatir tiba-tiba menguasai dirinya. "Kalau misalnya Gaida kecelakaan atau lebih parahnya dia diculik bagaimana, Paman?" cetus Eris detik berikutnya.
"Entahlah. Kalau itu semua terjadi, sudah pasti manager dia yang tahu lebih awal, kan? Manager itu selalu bersama Gaida selama ini. Kecuali jika manager itu ikut andil dalam menghilangnya Peyanyi Gaida," celetuk paman tadi, asal bicara.
Namun, Eric tercenung saat mendengar analisa paman tadi. 'Benar juga. Tidak mungkin jika manager itu tidak tahu keberadaan Gaida saat ini. Aku harus menemui manager itu,' batin Eric.
Ia berpamitan pada beberapa kru yang berada di sana. Meski mereka tidak kenal, mereka bersikap ramah pada Eric yang sudah membawakan banyak makanan untuk mereka.
Pak Bams selaku sutradara bertanya pada kru yang mengurusi pencahayaaan tadi. "Siapa bocah itu, Njul?" tanya Pak Sutradara.
"Enggak tahu, Pak Sutradara. Dia habis bagi-bagi makanan tadi," jawab Pak Panjul, yang berbicara dengan Eric tadi.
"Dari kru konsumsi?" sahut Pak Sutradara.
"Mungkin saja," jawab Pak Panjul. Ia kembali menyuruh bagian lighting untuk mengecek peralatan logistik.
Pak Sutradara Bams melihat Eric yang mengayuh sepedanya, mnjauh dari lokasi syuting.
"Seperti pernah lihat." Pak Sutradara bermonolog.
***
Gaida terbangun. Ia mengeong dan meronta-ronta di dalam sak semen.
Bersambung ....
________