Bab 6 Awal Kehidupan Aneh Gaida
Bab 6 Awal Kehidupan Aneh Gaida
Eric dengan gontai berjalan menuju kamar mandi. Jam beker yang berada di nakas sudah menunjukkan jam 8 pagi. Hari ini ia masih harus ujian tengah semester. Semalam ia tidur terlalu sore, hingga membuatnya mimpi buruk. Ia jadi malas untuk melakukan apapun saat ini. Mimpi buruknya seolah menorehkan kembali luka lama.
Eric mengecek pantulan dirinya di cermin yang berada di kamar mandi. Mengusap cermin yang mengembun karena embusan napasnya. Baiklah, ternyata masih tampan seperti sebelumnya. Eric meletakkan jari telunjuk dan jempol ke dagu, pose sok keren.
"Gaida sangat tidak beruntung jika menolak pria tampan sepertiku ini," gumamnya. Ia mengambil air segayung dan mencuci mukanya saja tanpa mandi. Baginya orang tampan itu bebas. Meski tak mandi pun akan terlihat tetap tampan.
Eric mengambil pakaian asal dari lemari, kaus oblong berwarna biru cerah. Ia padukan dengan celana jeans dengan sobekan di kedua lutut.
Setelah itu, ia menggunakan hoodie warna hitam. Tak lupa, kacamata bertengger di hidung bangirnya.
Ia bergegas keluar kamar. Saat berada di meja makan, suasana masih sepi. Tak ada ayah ataupun kakaknya. Hanya seorang pelayan yang menyiapkan sarapan.
"Tuan Besar sudah berangkat ke kantor pagi tadi, Den Eric," ucap pelayan yang seolah tahu isi hati Eric.
Eric berjalan ke meja makan dan duduk di salah satu kursi. Ia menatap kursi kosong yang berada di hadapannya.
"Tuan Muda Rafael juga masih tidak pulang semalam," ucap pelayan kembali, yang lagi-lagi seolah tahu apapun yang saat ini dipikirkan Eric.
Eric tersenyum dan mengangguk singkat. Ia mulai menyantap sarapan sehat yang disiapkan pelayan khusus untuk dirinya.
Eric memandang sendu kursi kosong di depannya. Rafael sudah berbulan-bulan tak lagi pulang ke rumah ini, dan itu semua mungkin karena dirinya, pikir Eric.
***
Gaida merasa ia sudah terlalu lama naik ke mobil pick up. Ia mengangkat kepala, meletakkan kedua tangannya di pinggiran bak mobil pick up, mengamati jalanan ramai kota Jakarta. Ia mengenal area ini. Beberapa kilometer lagi, ia akan melewati kompleks rumahnya. Semoga mobil ini melewati depan rumahnya, jadi ia tak perlu berjalan lagi.
Namun, ternyata kenyataan tak sesuai keinginan. Mobil pick up itu malah berhenti di depan sebuah pasar. Gaida begitu kesal. Padahal sebentar lagi, ia akan sampai di depan pos kompleks rumahnya. Namun, mobil sialan ini malah berhenti. Gaida akhirnya memutuskan untuk melompat dan berjalan kaki saja.
Saat melewati sebuah cafe, Gaida menoleh ke kiri untuk melihat pantulan dirinya di pintu kaca cafe. Ia tidak boleh terlihat berantakan seperti ini di publik. Mata Gaida membeliak seketika, tubuhnya tersentak hingga melompat kaget.
'Apa-apaan ini? Siapa kucing oranye gemuk itu?' Gaida membatin.
Ia ingin sekali berteriak dan memaki, tapi yang keluar dari kerongkongannya hanya bunyi ngeongan.
"Miaw miaw miaw miaw miaw?!" teriaknya kembali. Ia ingin mengungkapkan kekesalannya sebenarnya. Tapi, apa-apaan itu. Ia yang menggumamkan suara aneh.
Gaida begitu panik. Ia mencakar-cakar kaca cafe hingga menimbulkan bunyi 'kriet! kriet!' yang membuat telinga siapapun sakit. Gaida tak peduli meski banyak mata yang memandangnya. Ia masih saja mencakar-cakar kaca cafe.
Hingga seseorang keluar dari dalam cafe dan mengguyur tubuh Gaida menggunakan air bekas cucian. Gaida sontak kaget dan lari dengan kekuatan penuh.
"Miaw miaw miaw miaw," gerutunya lagi meruntuki perbuatan laki-laki yang menyiramnya dengan air bau.
'Berani sekali lelaki sialan itu! Aku benar-benar tak akan memaafkannya. Tunggu saja! Sampai aku dapat kembali ke wujud manusia, aku akan menuntut balas kepada mereka semua. Beby, sopir truk dan penjaga cafe tadi, tak akan lepas dari genggamanku,' ancam Gaida dalam hati.
***
Kantor Agensi Pandawa Entertainment.
Seseorang meminta izin untuk masuk ke ruangan Rafael, selaku produser eksekutif. Rafael mempersilahkannya.
"Permisi, Pak Produser. Saya Beby, manager Gaida, Anda ingat?" ucap seorang perempuan yang baru saja memasuki ruangan Rafael.
Rafael mengangguk singkat. Banyak memang artis di bawah nanungan agensinya, tapi ia tak kan melupakan manager yang selama ini mendampingi Gaida sebagai artis terpopuler di agensi ini.
"Ada apa, Nona Beby?" tanya Rafael, singkat.
"Ma-maafkan saya, Pak Produser! Tapi saya tak bisa menghubungi Nona Gaida sejak kemarin. Kemarin dia juga tidak datang untuk syuting. Sementara besok ada pemotretan dengan majalah terkenal GAWL. Apa yang harus saya lakukan, Pak Produser?" ucap Beby, terlihat begitu panik.
"Tenanglah diri Anda dulu, Nona! Anda coba hubungi dia dulu! Cari di apartemen atau rumah orang tuanya, mungkin juga dia berada di kampus saat ini, kan? Bukankah hari ini seharusnya dia ada ujian?" ucap Rafael, mencoba menenangkan.
"Nah, itu masalahnya, Pak Produser. Saya panik mencarinya dari kemarin. Selain karena besok ada pemotretan, hari ini Nona Gaida juga harusnya ikut ujian tengah semester. Ia sudah berkali-kali tidak lulus beberapa mata kuliah, apa ia juga tak ingin lulus lagi semester ini?" gerutu Beby, begitu kesal.
Rafael jadi bingung sendiri menghadapi manager artisnya ini. Sepertinya, sikap manager itu mencerminkan sikap artisnya juga. Rafael mengembuskan napas kasar.
"Baiklah, saya akan meminta beberapa orang juga ikut mencarinya. Reputasi agensi bisa tercoreng jika Gaida membatalkan pemotretan dengan majalah terkenal besok," putus Rafael.
Beby pamit setelah mendengar keputusan bijak produser muda itu.
Rafael mengusap kasar wajahnya, gusar. Gaida akhir-akhir ini sudah membuatnya emosi.
"Ke mana perginya gadis tidak tahu diri itu?!" Rafael bermonolog.
***
Eric hari ini juga tengah mengikuti ujian tengah semester. Untuk mata kuliah yang diujikan hari ini adalah mata kuliah Penyutradaraan Realis. Seperti sebelum-sebelumnya, Eric mengerjakan semampu yang ia bisa. Tak ada kata mengeluh dalam kamus hidup Eric. Ia akan melakukan apapun yang ia yakini benar.
"Psst! Eric?" panggil Arjun yang duduk di bangku depan Eric.
Eric sudah paham akan maksud panggilan itu. Eric menyodorkan lembar jawabannya, bahkan sebelum Arjun meminta. Pada dasarnya, Eric memang sangat baik. Bahkan, tak jarang banyak teman yang sering memanfaatkan kebaikan pemuda bermata indah itu.
Lagi-lagi Arjun menyalin semua jawaban milik Eric. Entah sejak kapan, Arjun menaruh harapan penuh pada pemuda yang sering dirundungnya itu.
Eric tak pernah menaruh dendam pada siapapun. Ia sebisa mungkin menjalani kehidupannya dengan begitu baik. Ia tak ingin repot-repot balas dendam atau apapun itu. Kehidupannya terlalu berharga untuk hanya sekedar pembalasan dendam.
Setelah menyelesaikan ujian dua mata kuliah hari ini, Eric bergegas pulang. Ia akan mengunjungi kembali lokasi pembuatan video musik Gaida. Ia tak akan menyerah sampai melihat sendiri proses syuting MV idolanya itu.
Saat berada di tempat parkir, langkah Eric dihadang oleh Arjun dan kedua komplotannya. Eric tahu mereka semua. Yang berambut agak gondrong, bertubuh atletis, tapi agak pendek itu bernama Dewa. Sedangkan, yang bertubuh tinggi, juga kekar namun berkulit agak hitam bernama Bima.
Eric sering kali tersenyum geli melihat trio entah apa namanya itu. Dan kali ini pun, Eric tak dapat menyembunyikan senyum anehnya itu.
"Kenapa kau tersenyum aneh, hah?" Arjun membentak. Ia jadi kesal melihat senyum meremehkan Eric. Padahal, ia berniat untuk berbaikan dengan Eric tadi.
Eric tak dapat lagi menahan tawanya. Detik berikutnya ia tertawa terpingkal-pingkal, membuat ketiga pemuda yang berada di hadapannya mengernyit bersamaan.
Arjun kesal. Ia mendorong Eric hingga jatuh terjerembab. Sepertinya ia akan mengurungkan niat untuk berbaikan dengan Eric.
"Kau sudah gila, hah? Kau menertawakanku?" teriak Arjun kembali.
Eric belum menjawab. Ia bangkit dan menghela napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan.
"Hahaha, bukan seperti itu, Jun! Tapi lihatlah diri kalian!"
Eric menunjuk mereka satu per satu. "Memang umur kalian berapa sekarang, heh? Masih suka maen geng-gengan?"
Arjun semakin geram. Ia mencengkram kedua bahu kecil Eric hingga pemuda itu terlihat meringis kesakitan. "Main geng-gengan apa maksudmu, hah?" Arjun membentak.
Erik menghempaskan kedua tangan yang mencengkeram bahunya.
"Kalau tidak main geng-gengan lalu apa, eum? Kalian tiga jagoan yang ingin merundung dan memalakku, kan?" tuding Eric.
Mendengar ucapan Eric baru saja, membuat Arjun, Dewa dan Bima balik menertawakan Eric.
Gini giliran Eric mengernyit, bingung.
Bersambung ....
_______