Bab 2 Perjalanan Syuting MV
Bab 2 Perjalanan Syuting MV
Gaida tengah berbincang dengan aktor yang akan muncul di video musiknya nanti, Yuji Pradhika.
Yuji adalah seorang aktor pendatang baru. Namun, namanya sering wara-wiri di kanca perfilman Nusantara meski hanya sebagai figuran. Yuji juga sering membintangi iklan mulai dari iklan susu peninggi badan, iklan shampo hingga iklan sabun colek. Namanya bahkan beberapa kali masuk nominasi penghargaan tahunan kategori 'Aktor Remaja Terfavorit'.
Gaida melambaikan tangannya ke arah Yuji.
"Hai, aku Gaida! Kau tentu kenal, kan? Kudengar, kau akan membantu membuat video musik." Gaida berucap lembut. Ia sangat suka menjalin hubungan dengan aktor yang sedang naik daun, seperti Yuji itu salah satunya.
Yuji mengulurkan tangannya ke arah Gaida. "Aku sangat menyukai suaramu, Kak. Suara kakak begitu indah seolah dapat menghipnotis siapa pun yang mendengarnya."
Gaida menyambut uluran tangan Yuji. Mereka bersalaman singkat.
"Hahaha, jangan memanggilku 'kakak'! Itu terdengar seolah-olah diriku begitu tua. Padahal mungkin kita seumuran," ujar Gaida.
"Benarkah? Kakak juga kelas tiga SMA?"
Gaida mengangguk pelan. Padahal umurnya jauh di atas Yuji sebenarnya. Gaida ingin dikenal seperti masih remaja di mata Yuji.
Selama ini, media tak pernah ia perbolehkan mengulik kehidupan pribadinya. Yang tau umur dia sebenarnya hanya keluarga dan atasan agensi. Bahkan, teman sekampusnya jarang yang tau umur sebenarnya gadis penyuka barang branded itu.
Seorang gadis tiba-tiba datang di antara Gaida dan Yuji. Gadis itu membawa beberapa baju yang masih tergantung di hanger dan tertutupi plastik.
"Gaida, sponsor menyuruhmu mencoba pakaian-pakaian ini. Kita ada jadwal pemotretan besok untuk majalah GAWL," ucap gadis itu.
Gaida melotot ke arah gadis yang tiba-tiba muncul itu. Dia benar-benar mengganggu upaya Gaida untuk dekat dengan Yuji saja.
Si gadis yang dipelototi Gaida tersenyum seolah tak bersalah. Kedua tangannya membawa masing-masing 5 pakaian yang masih dihanger.
"Sepertinya kau sibuk sekali. Baiklah, aku akan pergi dulu," pamit Yuji. Ia melangkah menuju ruangan produser untuk membicarakan sesuatu.
Gaida mengepalkan tangan. Ia menjambak kasar rambut gadis yang membawa pakaian tadi. Ia menggeretnya hingga ke belakang kantor agensi. Gaida bersyukur tidak ada yang melihatnya tadi.
Gaida mendorong gadis yang menghancurkan usahanya tadi.
"Kamu ini apa-apaan, hah? Apa kamu tidak bisa lihat situasi? Aku sedang berbicara dengan Yuji tadi, Sialan!" bentak Gaida.
Gadis tadi masih terdiam. Ia jatuh terjerembab ke tanah akibat dorongan Gaida tadi.
"Ma-maaf. Aku tidak tahu. Sponsor ingin kau segera mencobanya," ucap gadis itu sambil tertunduk.
Gaida semakin dibuat kesal melihat gadis sok polos itu. Gadis itu adalah managernya yang bernama Beby.
Gaida menjambak kembali rambut Beby. "Setelah ini, jika kau bertingkah seperti ini lagi, aku akan memecatmu, Sialan!" bentak Gaida. Ia sekali lagi mendorong managernya.
***
Eric berada di perpustakaan seperti biasanya. Ia membuka grup chat yang diberi nama 'Pengabdi Gaida'. Grup chat itu berisi orang-orang yang begitu fanatik terhadap penyanyi bernama Gaida Larasati. Admin grup chat itu selalu memberikan info-info tentang kegiatan yang dilakukan Gaida.
Sangat sulit untuk masuk grup chat itu. Bahkan, Eric harus membayar satu juta rupiah untuk menjadi anggota grup chat itu. Belum lagi tiap admin akan meminta upah atas informasi terbaru yang admin peroleh. Begitu banyak perjuangan Eric selama ini, demi untuk menjadi fan sejati Gaida.
[Aku dapat alamat lokasi bidadari kita melakukan syuting MV-nya. Yang mau info itu langsung transfer uang dan japri saja, ya?]
Begitu yang tertulis di grup chat itu.
Eric salah seorang fan yang bergerak cepat. Ia langsung mentransfer sejumlah uang ke rekening admin. Mengirim bukti transfer m-banking ke admin, setelah itu ia langsung dikirimi oleh admin alamat lokasinya.
Eric tersenyum puas atas apa yang ia lakukan baru saja. Sulit memahami memang jalan pikir seorang fanboy, apalagi fanboy garis keras seperti Eric ini.
***
Mobil Gaida berhenti di depan sebuah bangunan yang sepertinya telah lama tak dihuni. Sebagian besar temboknya menghitam dan berlumut. Sekelilingnya juga ditumbuhi tanaman menjalar. Semak belukar memenuhi halaman gedung ini.
Gaida keluar mobil. Pemandangan yang pertama ia lihat hanya pagar tembok tinggi yang terbuat dari batu merah. Di dalam sana, terdapat bangunan rumah kuno dikelilingi semak dan pohon rindang di sekitarnya. Di sebelah bangunan utama ada gubuk besar, mungkin paviliun, pikirnya.
"Ini di mana, Beb? Kita mau uji nyali, gitu?" ujar Gaida pada managernya yang bernama Beby. Ia berjalan mendekat managernya yang baru keluar mobil juga.
Gaida melihat managernya berjalan mendekat ke gerbang kayu yang kayunya sudah lapuk . Di depannya ada papan nama kayu yang penuh dengan debu.
Beby mengusap papan nama tersebut. Perlahan papan nama itu dapat terlihat tulisannya.
Gaida ikut mendekat. Ia ikut membersihkan papan nama tadi. "Istana Kutukan," ucap Gaida ketika tulisan di papan nama sudah dapat dibaca.
"He'em." Beby mengangguk. Beby memandang sejenak papan nama tersebut. Ia tersenyum singkat. Entah apa yang manager Gaida itu pikirkan.
"Kau yakin ini tempatnya, Beb?" tanya Gaida.
"Iya, aku yakin. Kan Sutradara Bams yang mengirimiku alamat ini langsung." Manager Beby menjelaskan.
Angin tiba-tiba berembus kencang, menerbangkan debu dan dedaunan kering. Gaida refleks menutup matanya, tapi beberapa butir debu berhasil masuk ke matanya.
Gaida mengucek matanya hingga memerah.
"Kenapa, Gai?" tanya Beby. Sebenarnya Gaida menyuruhnya memanggil 'nona', tapi tak pernah dihiraukan oleh Beby.
Beby akan mengambil debu dari mata Gaida, tapi tanpa ia duga Gaida malah menoleh ke arahnya dengan cepat. Membuat jari Beby tanpa sengaja mencolok mata si galak Gaida.
"Aakhh, perih! Apa-apaan kau ini, hah? Kau ingin membuat mataku buta?!"" bentak Gaida. Ia menutupi mata kanannya yang kini telah berair. Bukan karena menangis, tapi karena colokan jari Beby yang tak sengaja tadi.
"Eh? Maaf, Gai. Aku gak maksud gitu. Itu tadi nggak sengaja. Beneran!"
Gaida menatap tajam Beby menggunakan mata kiri. Mata kanannya ia tutupi, masih terasa perih. Ia selalu dibuat k esal oleh managernya itu.
"Mataku ini lebih berharga dari nyawamu, Sialan!" bentak Gaida kembali.
Beby hanya menunduk mendengarkan umpatan-umpatan Gaida. Beby menghela napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Meredam emosi.
Beby memeriksa mata artisnya. Ia mencoba meniup, tapi langsung ditolak oleh Gaida.
"Udah, gak perlu sok baik! Aku takut kau malah berniat mencolok mataku yang satu lagi. Benar, kan?" tuduh Gaida.
Beby lagi-lagi hanya terdiam menerima semua olokan-olokan Gaida.
Gaida mengabaikan perasaan managernya. Ia melangkahkan kaki jenjangnya menuju bangunan tua itu.
Bangunan yang sepertinya telah lama tak dihuni. Terlihat seperti rumah mewah pada jamannya. Namun, saat ini terlihat seperti rumah kuno dengan desain Jawa kental. Terdapat pilar-pilar tinggi berhiaskan ukiran indah yang menopang bangunan ini. Seperti istana-istana yang muncul di serial kolosal biasanya. Gaida tidak heran jika tempat ini dinamakan Istana Kutukan.
Di sebelah Utara istana, terdapat sebuah paviliun. Mata Gaida tertuju pada paviliun itu. Ia membuka pagar kayu yang terbentang di antara gapura besar di kedua sisi. Gapura itu terbuat dari batu merah. Sekilas Gaida berbalik.
"Hey! Cepatlah, Beb! Apa yang kau lakukan di sana, hah?!" bentak Gaida, yang membuat Beby langsung berlari ke arahnya.
Kini, Beby sudah berada di belakang gadis cantik bertubuh indah itu.
"Kau yakin ini tempatnya, Beb?" Gaida bertanya. Ia sembari berjalan menjinjit menghindari ranting-ranting kering yang lancip. Belum lagi banyak rumput liar yang berduri, Gaida benar-benar harus berhati-hati dengan langkahnya.
"Iya, sutradara mengirimiku alamat ini." Beby menyahut.
"Di mana kru yang lain? Kenapa sepi sekali, hah?!" tanya Gaida, heran.
"Aku tidak tahu, Gai. Mungkin mereka belum datang," tukas Beby.
Gaida mengerucutkan bibirnya, sebal. Ia memilih menunggu saja di dalam bangunan. Langit tiba-tiba saja mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
Gaida berlari menuju Istana Kutukan itu. Beby mengikuti dari belakang dengan membawa senter.
Saat pertama menginjakkan kakinya di anak tangga pertama, ia merasakan perasaan aneh. Angin berembus kencang kembali, membuat bulu kuduknya meremang. Begitu dingin hingga menusuk ke tulang.
Gaida mengabaikan itu. Ia melangkahkan kembali kakinya menuju dalam Istana Kutukan.
Brak!
Pintu terbuka lebar tiba-tiba, membuat Gaida dan Beby menoleh bersamaan. Tak ada siapapun, hanya ruang gelap yang terlihat.
Gaida dan Beby saling melempar panjang. Sebenarnya banyak firasat-firasat buruk menghantui, tapi mereka mencoba abai.
Bruak!!
***
Eric menuju ke tempat syuting Gaida untuk pembuatan video musik. Namun, ia tak menemukan sosok Gaida.
Bersambung ....