06
Leo menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa. Rambutnya tampak berantakan karena berkali-kali diacak-acak oleh dirinya sendiri. Ia pusing setengah mati setelah kembali dari kondominium tempat Taksis dan putrinya tinggal. Dua wanita beda usia tersebut rupanya sudah meninggalkan kondominium sejak kemarin, begitu menurut keterangan staf keamanan.
Panggilan via telepon dilakukan berkali-kali, tetapi tidak juga mendapatkan jawaban. Pesan beruntun juga telah dikirimkan, tetapi jangankan dibalas, dibaca pun tidak sama sekali. Leo menyesal karena terakhir kali bertemu ia membuat sahabatnya itu sangat kesal. Menolak menjaga putrinya sendiri dan justru meminta sahabatnya membawa gadis kecil itu pulang kampung adalah hal yang sekarang ini ia sesalkan juga.
"Taksis, di mana kamu?"
Pesan terkirim, belum juga dibaca, Leo kembali menyundul dengan pesan berikutnya.
"Mengapa kamu nggak jawab teleponku?"
Pesan sundulan juga sukses terkirim pada sahabatnya. Pemuda itu memutar-mutar ponsel IOS miliknya menunggu layar hitam menyala saat ada pesan atau panggilan telepon masuk. Tak lama kemudian, sosok tampan lainnya datang menghempaskan tubuh ke sofa sembari memeluk toples berisikan camilan kripik kaca.
"Eh, apa yang salah? Murung aja kutengok," tanya pria berambut pirang yang merupakan teman sesama playboy.
"Taksis pergi ke Surabaya. Dia nggak jawab teleponku atau membalas pesanku. Sekarang aku nggak tahu bagaimana keadaan dia sekarang," jawab Leo sama sekali tidak bersemangat seperti biasanya ia dikenal sangat ceria juga konyol.
"Taksis, Taksis, Taksis. Leo, Leo ... kamu mengkhawatirkan dia seperti dia adalah istrimu saja. Apa kamu menyukai Taksis?" tuduh Atom-nama pria blasteran Indonesia Filipina tersebut.
"Nggak mungkin, dia bukan tipeku. Dia adalah teman baikku, aku nggak mungkin mengabaikan dia begitu saja kan?" bantah Leo diakhiri dengan tertawa geli membayangkan mana mungkin seorang Leo memiliki istri seperti Taksis?
"Ya, ya, ya!"
"Apanya yang iya? Istriku harus cantik dan sempurna seperti Violin. Kalau Taksis dia terlihat terlalu normal dia wajahnya pasaran. Aku bahkan nggak pernah memikirkannya." Lagi-lagi keluar kata-kata bantahan dari mulut Lionel Richie Lim.
"Begitu, ya? Bagaimana dengan ini? Violin adalah seorang istri dan Taksis adalah wanita simpanan," ledek Atom, meninju pelan pundak sahabatnya.
"Tapi biasanya wanita simpanan harus lebih panas, bukan?" Seringai liar tercetak di bibir Leo.
"Sangat panas!" Atom menimpali.
Hahaha!
Gelak tawa dua pemuda pecinta wanita seksi itu mencairkan suasana hati yang semula murung. Atom masih tidak tahu kalau sebenarnya yang dikhawatirkan oleh Leo tidak hanya Taksis, tetapi juga gadis kecil yang bersama dengan Taksis. Orang-orang berpikir Taksis adalah wanita yang membesarkan putrinya seorang diri setelah dihamili pacarnya yang tidak bertanggung jawab.
Sementara itu, di Surabaya ....
"Meja ini, kalian berdua duduklah dulu!" pinta Vi si pemilik tempat hiburan tersebut.
Taksis dan Mulan menarik bangku masing-masing. Mulan bersikap biasa saja karena ia bukan orang yang telah meninggalkan kota pahlawan dalam waktu yang lama seperti Taksis. Namun, tentu saja berbeda dengan Taksis. Gadis itu benar-benar terkejut. Tempat ini dulu adalah kafe biasa. Walaupun saat dibooking untuk sebuah acara biasanya akan disulap menjadi sebuah klub malam.
Namun setelah tiga tahun lebih tidak berkunjung. Vi, mantan bosnya lebih memilih mengubah kafe ini secara permanen menjadi tempat jedag jedug asik yang juga menjual berbagai macam merek minuman beralkohol.
Dua gadis yang sedang mengobrol itu sekilas menjadi perhatian seorang pria tampan dengan stelan rapi. Pria itu tampaknya orang baik-baik yang datang untuk menemui rekan bisnis, bukan untuk bersenang-senang seperti kebanyakan pengunjung lainnya. Sorot matanya memindai Taksis, ia sedang memastikan bahwa pernah bertemu dengan gadis itu di kota tempat tinggalnya. Uniknya, kenapa Taksis dan dirinya bisa sama-sama datang ke Surabaya pada waktu yang bertepatan juga.
Sayangnya, pria itu enggan menyapa. Ia harus kembali ke hotel tempatnya menginap sesegera mungkin.
"Taksis, bos kamu menelepon!" seru Mulan saat melihat IOS milik Taksis di atas meja menyala menampilkan nama PAPA YUKA. Sementara Taksis sedang asik menenggak minuman beralkohol sampai pandangannya berangsur-angsur kabur.
"Aku akan cuti menjadi ibu selama satu hari. Kapan aku pernah melahirkan bayi yang luar biasa?" tanya Taksis ngelantur efek minuman keras yang hampir memenuhi lambungnya.
"Kalau kamu nggak menjawabnya dia akan terus menelepon sepanjang malam!" seru Mulan lagi. Kali ini, ia mengambil IOS tersebut, lalu mendekatkannya ke wajah Taksis.
Taksis menyipitkan mata, menggeser ikon hijau untuk menjawab telepon dari Leo.
"Apa?!" teriak Taksis.
"Taksis, di mana kamu?! Kenapa kamu begitu keras kepala?!" balas Leo yang juga berteriak. Suara musik jedag jedug pun terdengar oleh pria itu yang langsung tahu kalau saat ini sahabatnya itu sedang berada di tempat hiburan malam di kota Surabaya.
"Ha?! Apa?!"
"Hei, Taksis!"
Taksis membekap IOS miliknya. Ia berdiri dan hendak pergi keluar untuk menjawab telepon dari Leo.
"Tunggu, aku akan keluar sebentar," ucap Taksis berpamitan sementara.
"Apa kamu baik-baik saja? Seseorang mengganggu kamu?" tanya Vi.
"Nggak, nggak! Ini adalah teman baikku. Aku ada urusan sebentar dengannya," jawab Taksis yang terlihat sempoyongan.
"Ya, ya! Perhatikan jalanmu, Taksis!" seru Vi memperingati mantan pegawainya dulu.
Taksis berjalan tidak tegak. Tubuhnya doyong ke sana ke mari tak terkontrol. Sesekali ia berpegangan pada dinding. Setelah beberapa menit, akhirnya ia berhasil keluar dari tempat berisik tadi. Ia masih mencari tempat yang sesuai untuk bersandar. Celingukan, ditatapnya sebuah Fortuner putih yang diparkir paling pinggir.
"Eh, apakah dia meninggalkan anaknya sendiri?" gumam pria di dalam Fortuner putih itu ketika Taksis berjalan menuju mobil yang akan ia kemudikan.
Braaaak!
Tanpa berdosa, gadis itu bersandar pada badan mobil. Sontak, pria yang sebenarnya sudah mau pergi itu pun menurunkan kaca mobilnya.
"Aku sudah di luar. Bicaralah!" seru Taksis pada seseorang yang tadi meneleponnya.
"Kak, ini mobilku bisakah-" sela pria pemilik Fortuner putih itu, tetapi langsung dipotong oleh Taksis.
"Aku sedang menelepon. Diam!" perintah Taksis, semakin menguasai badan mobil dengan leluasa bersandar.
Pria itu bingung bagaimana cara mengusir wanita mabuk ini. Jika ia nekat menjalankan mobilnya, maka wanita ini akan terjatuh dan ia bisa dituntut. Akan tetapi, tetapi di sini juga kurang elok menguping pembicaraan pribadi orang lain.
"Hei! Papa Yuka, ada apa?" tanya Taksis pada sosok di telepon.
"Di mana kamu?! Kamu sedang dengan siapa?! Di mana Yuka?!" Leo mencerca dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.
"Yuka? Jangan khawatir dia sekarang sedang sama saudara perempuan Mulan," jawab Taksis dengan entengnya.
"Apa kamu sedang mabuk? Apa kamu meninggalkan putriku dengan orang asing lalu kamu pergi minum-minum? Ha?!" gusar Leo tidak terima putrinya ditinggal oleh pengasuhnya dan bahkan sekarang pengasuhnya itu sedang mabuk-mabukan.
"Iya, kenapa?!" tantang Taksis.
"Apanya yang kenapa? Di mana tanggung jawab kamu?!" Leo terus mengutarakan rasa tak terimanya.
"Kamu nggak punya hak berteriak padaku! Dia itu anakmu! Tapi aku merawat dia sendirian dan kamu hanya datang menemuinya hanya beberapa kali saja! Kamu nggak tahu seberapa lelah menjadi seorang ibu tunggal. Aku seorang ibu juga seorang ayah sekaligus. Yang kamu lakukan hanyalah berkeliaran dengan wanitamu. Itu semua karena kamu! Karena kamu aku harus dalam posisi ini karena kamu nggak pakai kondom waktu itu aku yang harus menanggung semua ini sendirian!"
Gadis itu marah-marah, berteriak membuat Leo dan pria di dalam mobil Fortuner putih kebingungan.
"Tenang! Taksis, aku minta maaf," ujar Leo melunak.
"Hentikan omong kosongmu! Hari ini adalah hari liburku. Pokoknya aku akan bersenang-senang!" pungkas Taksis, lalu memutus sambungan telepon dengan pria di kota teh obeng itu.
Braaaak!
Taksis menggebrak badan mobil yang sedari tadi disandarinya. Aksinya itu membuat pria di dalam mobil tersebut langsung ternganga serba salah.
"Dasar harimau ompong. Gara-gara kamu hidupku sangat dramatis," gerutu Taksis.
"Kak," panggil pria di dalam mobil Fortuner putih itu sembari menjawil pundak Taksis.
"Hem!"
"Bisakah kamu sedikit menyingkir dari mobilku? Sedikit saja, aku harus pergi sekarang," pinta pria itu dengan sopan agar tidak menyinggung wanita yang ia tahu sedang dalam keadaan mabuk.
"Hem ...."
"Kak!"
Pria itu sudah meminta dengan baik, tetapi diabaikan. Ia tidak bisa harus menunggu sampai kapan gadis itu menyingkir dengan sendirinya. Saat ini justru kedua mata gadis itu terpejam dengan kepala mendongak, sementara salah satu sikunya nangkring di jendela mobil yang kacanya diturunkan.
"Halo, Kak!"
Pemilik mobil Fortuner putih itu tidak punya pilihan lain, selain keluar dari mobil untuk membimbing gadis itu agar duduk di tempat yang lebih nyaman. Namun, begitu pintu mobil ia buka, gadis itu justru tersungkur ke pelataran.
"Aduuuh!"
"Maaf, apa kamu nggak apa-apa?"
Pria itu langsung membantu Taksis berdiri. Namun, tiba-tiba saja ia justru mendapatkan cengkeraman pada kerah kemejanya.
"Kamu? Kamu adalah tetanggaku di Batam? Tempat ini adalah tempat pertama aku bertemu dengan papanya Yuka. Waktu itu dia sangat mabuk dan bertengkar. Aku adalah orang yang telah menyelamatkan bokongnya. Aku telah membantunya dengan segalanya lalu kami berteman dengan sangat baik," oceh Taksis. Meskipun sedang mabuk ternyata daya ingatnya sama sekali tidak terganggu. Pria ini memang yang beberapa hari lalu menyelamatkan Yuka saat hampir tertabrak mobil di area kondominium Taksis tinggal.
"Iya, iya. Aku mengerti," sambar pria itu tidak ingin menanggapi lebih lama lagi ocehan orang yang sedang di bawah pengaruh minuman beralkohol.
"Hei, dengarkan aku! Aku melakukan segalanya untuk dia. Pekerjaan rumah, laporan, tugas sekolah dan sekarang aku membesarkan anaknya. Kamu mengerti betapa lelahnya aku? Bukan begitu?" sambung gadis yang berdiri tegak saja sudah sempoyongan tak karuan.
"Baik, iya aku mengerti. Bisakah aku pergi sekarang?" pamit pria yang belum diketahui namanya oleh Taksis.
"Oh, iya. Pergilah ... sampai jumpa!" Taksis melambaikan tangannya, berjalan mundur membuat jarak di antara keduanya.
"Iya, sampai jumpa!"
Sementara sang pria kembali ke sisi mobil, tetapi masih terus mengawasi gadis tadi sampai benar-benar masuk kembali ke dalam bar. Hampir saja yakin jika wanita itu akan baik-baik saja dan hendak membuka pintu mobil. Pendengaran pria itu terusik saat wanita tersebut meneriaki pengunjung bar lainnya.
"Cantik ... biarkan aku mencium bibirmu," goda seorang pria bertato pada wanita berpakaian kurang bahan di hadapannya.
Wanita itu berkali-kali menyingkirkan tangan si pria bertato yang mencoba untuk menciumnya.
"Aaah, jangan!" tolak wanita seksi tersebut.
"Ayolah ... sebentar saja," paksa si pria bertato.
"Nggak, ah!"
"Diamlah, jangan bergerak terus!" perintah si pria bertato terus menyosor bibir merah sensual wanita di hadapannya.
Namun, tiba-tiba keduanya diteriaki oleh seorang wanita mabuk. Tak hanya itu, wanita tersebut menarik baju si pria bertato, lalu menghempaskan ke lantai. Si pria gagah itu juga sedang mabuk sehingga dengan mudah tumbang oleh sekali tarikan dan bantingan.
"Hei, brengsek! Lepaskan wanita itu!" seru Taksis.
Setelah membuat tumbang tubuh si pria bertato tersebut, Taksis melayangkan tendangan berkali-kali.
"Rasakan ini! Ini! Dan ini!"
Pria di sisi mobil Fortuner putih sangat terkejut melihat aksi brutal wanita yang dikiranya sebagai seorang Ibu dengan satu putri itu.
"Hentikan! Dasar nggak waras!" perintah pria bertato tersebut setelah mendapatkan berkali-kali tendangan.
"Apa katamu?! Kamu pikir semua wanita lemah? Beraninya menindas, burungmu harus dipotong!" gertak Taksis dan sekali lagi menendang pinggang pria bertato itu.
"Hei! Hentikan!" perintah wanita berpakaian kurang bahan, lalu membantu si pria bertato berdiri. "Sayang, apa kamu terluka?" lanjutnya.
"Pergi! Kalau nggak aku panggil polisi," ancam Taksis.
"Hei! Seharusnya kami yang panggil polisi untuk menangkap cewek nggak waras seperti kamu!" balas wanita itu.
"Apa?! Aku membantu kamu. Dia tadi ingin melecehkan kamu, kan?" Taksis mencoba menjelaskan alasan ia perlu menghajar pria bertato tersebut yang ternyata adalah pacar wanita yang ia pikir hendak ditolongnya.
"Membantu?! Asal kamu tahu, ya! Dia ini pacarku," tegas wanita tersebut.
"Gadis gila! Kenapa memukulku? Kami sedang bersenang-senang. Apa kamu juga ingin bergabung, ha?!" Si pria bertato angkat bicara. Ia dengan lancang meraih bahu Taksis, tetapi langsung ditepis.
"Singkirkan tanganmu!" teriak Taksis. Teriakan tersebut membuat pria di sisi mobil Fortuner putih yang sedari tadi memerhatikan pun bereaksi, berjalan menuju tempat Taksis sekarang.
"Ayolah ...!" Pria bertato memaksa.
Bugh!
Satu tinju melayang tepat di hidup pria bertato yang langsung mimisan.
"Mati kau! Apa kamu nggak tahu kalau ibuku bahkan nggak tahu siapa ayahku? Dia meninggalkan aku di panti asuhan, aku mengalami kesulitan saat tumbuh dewasa. Aku adalah hasil dari orang-orang yang nggak pakai kondom saat orang-orang seperti kalian melakukan mantap-mantapan. Kalian mungkin bersenang-senang untuk sementara waktu, tetapi bayi-bayi itu akan mengalami masa-masa sulit karena hal ini. Apa kau mengerti, brengsek!" oceh Taksis setelah membuat si pria bertato semakin berkunang-kunang.
Namun, setelah mengumpulkan sisa-sisa kesadaran, si pria bertato hendak membalas perlakuan gadis itu. Sejurus kemudian ia melayangkan bogem, tetapi dengan sigap ditahan oleh pria pemilik Fortuner putih.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya pria bertato.
"Pergilah! Kalian sama-sama mabuk. Aku punya pengacara yang melindungi wanita ini," gertak pria itu yang berhasil mengusir pria bertato bersama pacarnya.
"Hei! Berhenti! Kenapa aku harus bertemu dengan orang-orang nggak bertanggung jawab seperti kalian?!" teriak Taksis hendak mengejar dua sejoli tadi, tetapi segera dicegah oleh pria yang baru saja melindungi dirinya.
Sementara itu, di dalam bar ....
"Vi, apa pria itu sering ke sini?"
Mulan dengan tatapan mata genit berkali-kali melirik ke arah pria sensual yang sangat menggoda. Tampan dan jika dilihat dari yang dikenakan pria tersebut semua serba mahal.
"Yang mana?" tanya pria kemayu yang duduk di sisi Mulan.
"Yang itu, dia seksi sekali," tunjuk Mulan pada pria berkaos Polo merah jambu.
"Ooow! Bicaralah padanya!" perintah Vi agar sahabatnya itu lebih berani.
"Nggak, ah! Maluuu ...," tolak Mulan memanjangkan akhiran huruf u pada kata malu.
"Idiiih, kalau kamu malu begitu selamanya kamu nggak akan pernah punya pacar. Serahkan padaku," ledek Vi.
Pria kemayu pemilik bar tersebut lantas mengambil selembar tisu dan sebuah pena. Mulan memerhatikan tingkah Vi dan langsung tahu jika pria melambai tersebut hendak menuliskan nomor telepon miliknya. Cara yang umum seperti itu sudah sering ia lihat. Mulan segera merampas tisu dan memakai caranya sendiri.
"Nggak. Aku aja yang nulis," ucap Mulan setelah berhasil merampas tisu dari Vi.
Gadis itu mengambil lipstik berwarna sama dengan bibirnya dari dalam Bonia miliknya. Menggunakan lipstik tersebut, Mulan menulis satu per satu angka-angka nomor teleponnya yang berjumlah dua belas digit.
"What?! Sungguh cara yang vulgar dan tadi kamu bilang kamu malu? Ini seperti nggak tahu malu," sarkas Vi mencibir kelakuan agresif plus binalita sahabatnya.
"Caramu tadi nggak seksi. Aku perlu menggunakan cap bibir untuk sentuhan akhir. Dia akan menjadi gila hanya dengan melihat ciuman aku ini," ujar Mulan tidak menghiraukan cibiran pria kemayu itu.
"Jadi sekarang aku atau kamu yang berikan ini padanya?" tanya Vi ketus.
"Kamu lah!" Mulan menjawab dengan lebih ketus.
"Astaga, jika Taksis tahu kamu melakukan hal memalukan ini pasti dia akan membentak kamu," ujar Vi mengingatkan Mulan pada Taksis yang sudah sedari tadi keluar untuk menjawab telepon dari Leo.
"Oiya, kenapa Taksis lama sekali di luar?" tanya Mulan
"Kamu benar. Dia juga selalu mendapatkan masalah saat dia mabuk," ujar Vi menimpali.
"Hahaha! Aku masih ingat ketika terakhir kali dia hampir menghancurkan bar kamu."
"Benar juga. Ayo kita cari dia!"
Vi dan Mulan lari tunggang langgang meninggalkan meja mereka menuju pintu keluar. Perasaan keduanya sama-sama tidak enak tentang Taksis. Sudah hampir empat tahun lamanya tidak mabuk seperti dulu. Mereka berdua khawatir jika kebiasaan Taksis yang dulu belum hilang.