Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Transaksi

Club Devil

Di sinilah Deymond sekarang di club miliknya sendiri.

Selain rutinitas, Deymond selalu bermain ke clubnya untuk melakukan kerjaannya.

Yah hanya kerja sampingan dengan bonus senang- senang.

Terlebih bisa bermain dengan teman- temannya.

Deymond memasuki ruangan diskotik itu dengan penuh pesona dan aura yang begitu memancar.

Semua mata tertuju padanya, terlebih para kaum hawa.

Namun sayang sekali, mereka hanya bisa mengamati Deymond dari jauh tanpa berani mendekat.

"Halo sayang!"

Tampak seorang pria dengan wajah yang terkesan tampan namun menggemaskan melambaikan tangannya pada Deymond.

Dia adalah Arka, perakit bom yang paling Deymond sayang.

Maksudnya ia anggap sebagai adik kecilnya, pasalnya dia yang paling muda.

"Wah bandar keuangan kita sudah datang."

Sambut seorang pria tinggi dengan rambut sedikit keriting dengan wajah blasteran Amerika Korea.

Dia adalah Matt, peretas paling handal di kelompok mereka.

"Kalian sudah lama?"

Deymond mendudukkan pantatnya di sofa kebesarannya.

"Baru dateng."

Jawab seorang pria dingin, tampan dan raut wajah yang sangat- sangat datar namun begitu menawan.

Dia adalah Calvin, mantan agen CIA yang dikeluarkan karena memiliki amarah yang mudah meledak.

"Mana kekasihmu?"

Arka tampak celingukan untuk bisa menemukan orang yang dia maksud.

Kekasih yang Arka maksud ialah Zero.

"Ada di parkiran."

Deymond menjawab singkat, meraih bungkus rokok di depan Gavin.

Dan benar saja tak lama dari itu tampak terlihat Zero datang menghampiri meja mereka dengan bibir yang mengerucut ke depan dan wajah yang terlihat begitu di tekuk.

"Ada apa dengan wajahmu itu? Apa kau baru saja dipukuli orang?"

Arka langsung mengintrogasi Zero kala melihat teman sebayanya itu terlihat kesal.

"Aku lebih senang dipukuli dibanding harus menyelesaikan masalah yang ia buat."

Semua mata memandang Deymond dengan penuh penasaran.

"Apalagi yang dia buat?" tanya Matt penasaran.

Deymond hanya tersenyum sekilas lalu menghembuskan asap rokoknya.

"Kau tahu wanita yang kemarin kuwawancarai di sini untuk kujadikan penggantiku sementara?"

Semua mengangguk kecuali Deymond.

"Dia membunuhnya!"

Lagi- lagi mereka semua dibuat terkejut bukan main dengan kabar yang Zero berikan.

Namun hanya Calvin yang terlihat biasa saja tanpa ada rasa keterkejutan.

"Memangnya apa yang wanita itu lakukan? Kulihat dia tidak begitu eksentrik."

Matt mencoba berkomentar, menilai wanita yang kemarin Zero wawancarai.

"Dia jual diri!"

Sarkas Calvin singkat namun begitu tepat.

"Serius?" tanya Arka yang diangguki oleh Deymond tipis.

"Wah ternyata dia tak hanya agen CIA, dia juga cenayang."

Matt memberikan tepuk tangan pada Calvin.

Deymond mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.

"Bagaimana dengan klien kalian?" Matt memberikan tanda OK, "Beres semua."

Deymond mengangguk lalu meraih sebotol alkohol.

"Permisi tuan."

Seorang pengawal Deymond tiba- tiba datang dan berdiri di depan meja mereka.

"Ya, ada apa?"

Deymond meletakkan botol alkoholnya.

"Ada seorang wanita ingin bertemu dengan tuan."

Zero langsung berdiri dengan cepat, "Biar aku saja yang menemuinya. Aku kesal mengubur mayat hari ini."

"Maaf tuan Zero, wanita ini ingin melakukan transaksi."

Zero langsung kembali duduk kala mendengar kata 'Transaksi'

Transaksi sendiri diartikan sebagai jualbeli.

Dan hal itu hanya ditangani oleh Deymond sendiri.

Tidak ada seorangpun yang bisa mewakilinya termasuk Zero.

Selain Deymond menyeleksi mereka, ia selalu menginginkan sesuatu yang berkualitas tanpa mengecewakan pelanggannya.

Karena itu, ia tak membiarkan siapapun menangani Transaksi ini.

Deymond langsung beranjak dari sofanya, berjalan ke lantai atas untuk menemui wanita tersebut.

Mereka lalu memasuki ruangan yang bertuliskan VVIP.

Terlihat seorang wanita duduk di sofa bersama dengan gadis cantik berpakaian anggun.

"Beri hormat!"

Pengawal yang berdiri di samping Veni memberinya aba- aba.

Veni langsung berdiri dan membungkukkan tubuhnya sekilas pada Deymond.

Deymond melihat gadis itu enggan bergeming dari tempat duduknya.

Veni yang melihat tatapan itu sontak langsung menarik tangan Zhea untuk berdiri.

Ya, gadis cantik nan anggun itu adalah Zhea.

"Cepat beri salam."

Veni mencubit lengan Zhea untuk membungkukkan tubuhnya pada Deymond.

Deymond menahan senyumnya, mendaratkan pantatnya di sofa merah nan besar tersebut.

Entah kenapa sejak tadi tatapan Deymond tidak bisa teralihkan dari gadis cantik nan anggun tersebut.

Rasanya seperti ada magnet pada wajahnya.

"Maaf tuan, saya kemari untuk melakukan transaksi."

Deymond hanya mengangguk, menghisap rokoknya tenang lalu menghembuskannya dengan panjang.

"Berapa yang kamu inginkan?"

Deymond langsung menanyakan berapa nilai yang Veni inginkan.

Veni terlihat begitu terkejut, bingung juga senang bukan main.

Zhea yang sedari tadi menahan tangis dan takut sontak langsung angkat bicara.

"Bu, jangan jual Zhea. Zhea janji akan kerja keras dan menghasilkan banyak uang."

Zhea memegangi lengan Veni dengan penuh harap agar dirinya tidak dijual.

Sayang sekali, Veni sudah dibutakan dengan uang yang Deymond tawarkan.

Deymond mengamati Zhea dengan begitu dalam dan penuh kekaguman.

Tidak maksudnya Deymond tenggelam dalam pesona kecantikan Zhea.

Beberapa pengawal di sana sepertinya menyadari tentang tatapan Deymond pada Zhea.

Mereka terlihat menahan senyumnya saat ini kala tatapan Deymond tidak sedikitpun teralihkan dari Zhea.

"Hanya aku atau memang tuan Deymond sedang terpesona dengan kecantikan gadis kecil ini?" tanya pengawal sedikit berbisik.

"Aku juga merasakan hal itu, belum pernah kita melihat tuan Deymond menatap wanita sedalam dan setenggelam ini," timpali temannya.

Veni berdeham sekilas, sedikit memajukan tubuhnya ke meja.

"Kalau tuan sendiri, berapa harga yang anda berikan?" tanya Veni ingin tahu seberapa besar hasil yang akan ia dapatkan dari menjual Zhea.

Deymond tersenyum miring menghisap rokoknya.

Deymond memberikan kode pada pengawalnya.

Sebuah cek diletakkan di depan Veni.

"Anda isi sendiri nominalnya."

Veni dibuat terbelalak dengan ucapan Deymond barusan.

Tidak hanya Veni, Zhea serta pengawal yang berada di sana dibuat terkejut dengan perintah Deymond.

"Tunggu, minggu kemarin aku sudah membersihkan telingaku, apa di dalam masih tersisa sesuatu," gumam pengawal yang tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.

Zhea yang melihat Veni tampak berbinar dan begitu antusias meraih bolpoin hendak menuliskan nominal di atas cek sontak langsung menahan lengan Veni.

"Bu tolong jangan jual Zhea, Zhea janji akan bekerja dengan keras dan membayar semua hutang- hutang ibu, tolong jangan jual Zhea bu, Zhea mohon."

Zhea memohon dengan begitu pilu di mana air matanya terus menderai membuat Deymond sedikit tersentuh dengan hal itu.

PLAK

"DIAM KAMU! ANAK TIRI AJA NYUSAHIN BANGET!"

Veni langsung menuliskan nominal yang dia inginkan.

Deymond mematahkan putung rokoknya yang tinggal sejari manis di mana itu masih menyala.

Para pengawal yang melihat hal itu, paham betul bagaimana perasaan Deymond.

Ia sedang menahan amarah saat ini.

"Ini tuan."

Deymond meraih cek tersebut, melihat nominal yang Veni inginkan.

1 juta dollar.

Deymond hanya mengangguk memberikan isyarat pada pengawalnya untuk membawa Zhea pergi.

"Ibu tolong Zhea."

Zea terus berteriak memohon, memberikan janji serta meminta maaf pada Veni dengan harapan ia tida dijual.

Namun Veni terlihat acuh dan tidak memedulikan hal itu.

Deymond menatap datar Veni, tidak bukan datar, melainkan tatapan menghunus yang membunuh.

Tak lama pengawal meletakkan koper di atas meja.

Dengan cepat Veni langsung membukanya.

Kedua matanya begitu berbinar sekali kala melihat gepokan uang dollar.

"Terima kasih tuan."

Veni langsung bangkit dari kursinya, memeluk erat kopernya dengan senyum yang lebar dan hati yang girang.

Deymond memberikan isyarat pada pengawal untuk menghalangi pintunya.

Veni berhenti di tempatnya, berbalik menatap Deymond.

Alangkah terkejutnya ia kala Deymond menodongkan pistol ke arahnya.

"Apa salah saya tuan, kenapa anda menodongkan pistol?" Veni terlihat begitu gemetaran.

Deymond melangkah mendekati Veni.

"Tembakan atau berikan separuh uangnya?"

Deymond memberikan tawaran pada Veni tanpa menyebutkan alasannya.

Veni yang tak ingin mati konyol sontak langsung mengeluarkan setengah uangnya.

500 ribu dollar telah dikeluarkan.

"Kenapa dikurangi dari setengah harga tuan? Bukankah anda bilang saya bisa menulis berapapun nominalnya?" tanya Veni ingin tahu alasan Deymond mengurangi uangnya.

Deymond melangkah mendekati Veni.

"Itu untuk membayar perlakuanmu terhadap wanitaku."

Deymond menekankan setiap katanya.

Veni dan para pengawal dibuat terkejut dengan pengakuan Deymond barusan.

"Dia wanitaku sekarang! Bersyukurlah hanya uangmu yang kukurangi, bukan kedua tangan atau kakimu."

Deymond lalu melenggang pergi untuk menemui Zhea.

Bruk

Veni terjerembab di lantai, kakinya terasa lemas setelah mendengar penuturan Deymond barusan.

Ternyata benar kata Lomes, dia bukanlah sembarang orang.

Dia dijuluki manusia dengan nyanyian neraka.

Ucapannya begitu menakutkan hingga mampu membangunkan bulu kuduk Veni.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel