3. Gue bukan Mas Rio!
Mikhaila Ameera Violetta POV
Malam ini aku duduk di samping Mas Rio yang terlihat begitu manis memperlakukan diriku. Sepanjang perjalanan di dalam mobil ini, Mas Rio terus memegang tangan kananku dengan tangan kirinya dan sesekali ia mencium punggung tanganku yang membuatku terbang melayang ke angkasa.
Ya Tuhan....
Akhirnya mas Rio sadar jika aku lebih menggairahkan, cantik dan tentunya lebih muda dari Tante Retno.
"Mas... Mas Rio?"
Aku memanyunkan bibirku setiap kali aku memanggil namanya namun dirinya hanya diam saja. Apa mas Rio berubah menjadi tuli sejak meninggalkan Tante Retno?
"Don't call me Mas Rio?"
Aku mengernyitkan keningku saat mendengar perkataannya.
"Terus aku mesti manggil apa, Mas?"
"Panggil aku sayang."
Ya Tuhan....
Kenapa Mas Rio tiba-tiba sebucin ini? Oh, aku tidak akan sok jual mahal kepadanya. Aku akan menuruti semua keinginannya. Bahkan jika Mas Rio kini berstatus duda dan mantan suami dari tanteku pun aku tidak akan menolaknya.
Aku angkat tangan kananku dan aku letakkan pada pipi kiri Mas Rio yang ditumbuhi jambang tipis-tipis. Aku merasa geli sendiri saat jambang tipis Mas Rio itu mengenai telapak tanganku.
"Sayang?" Panggilku pelan padanya.
"Hmm?"
"Aku tetap masih cinta sama kamu walau kamu sempat khilaf sama Tanteku sendiri."
Mas Rio masih diam saja hingga akhirnya dia memilih membunyikan klakson mobil. Tidak lama setelahnya seorang satpam membukakan pintu gerbang dan mobil yang kami tumpangi langsung masuk begitu saja ke dalam.
Saat memasuki halaman rumah itu, aku dibuat begitu takjub. Mimpikah ini? Bagaimana bisa mas Rio sekaya ini? Ah, tentu saja dia kaya, kalo tidak bagaimana dia akan membiayai gaya hidup Tanteku dulu yang begitu hedon? Untuk sekedar gincu dan bedak saja harganya bisa menembus selembar alias sejuta lebih.
Mobil yang kami tumpangi berhenti di sebuah garasi yang besar dan terdapat tiga mobil lain di tempat ini. Aku menggelengkan kepalaku saat menyadari tiga mobil di tempat ini tergolong mobil mewah. Terdapat mobil Lexus LM 350 berwarna hitam yang mirip milik Mamaku. Aku tahu harganya menembus 2,42 milyar rupiah. Ada sebuah Lamborghini Aventador berwarna arancio argos dan sebuah mobil hardtop berwarna hitam.
Aku merasakan kedua tangan mas Rio tiba-tiba memegang kedua pipiku yang membuatku menoleh untuk menatapnya. Saat mata kami beradu aku bisa melihat bagaimana wajah Mas Rio yang sedang memandang diriku dengan fokus.
"Violet, Sayang ini rumah aku. Kamu adalah perempuan pertama yang aku ajak ke rumah ini."
Wait.... wait ... wait...
Apa Mas Rio bilang? Aku perempuan pertama yang ia ajak ke tempat ini?
Oh my God....
Berarti selama ini Tante Retno tidak tahu jika Mas Rio cukup tajir melintir? Walau aku tidak peduli dengan saldo rekening milik Mas Rio, tapi ini bisa menjadi nilai plus mas Rio kelak di depan Papa dan Mama. Supaya Mama dan Papa tahu jika aku tidak salah memilih pasangan. Aku tidak salah melabuhkan hatiku kepada sosok Riosandi Gumilang alias Mas Rio.
"Apa Tante Retno pernah ke sini?"
Mas Rio tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
Yes...yes....yes....
Gelengan kepala Mas Rio berhasil membuatku merasa bahagia hingga ingin salto sambil guling-guling di tengah jalan andai itu bisa aku lakukan saat ini.
"Sekarang kita turun, ya?"
Aku menggelengkan kepala dan mengangkat kedua tanganku untuk memegang kedua pipi Mas Rio balik.
"Mas, i want you," Bisikku pelan di depan wajahnya yang membuat Mas Rio memamerkan senyum mautnya. Jika setiap hari Mas Rio memamerkan senyumannya seperti ini, bisa-bisa aku diabetes.
"Kamu ingin apa?"
Mas Rio ini sok polos sekali, kenapa dirinya tidak langsung paham dengan maksudku. Dengan menyingkirkan rasa malu serta harga diri yang aku sudah buang ke sungai Ciliwung, aku memilih memajukan kepalaku dan aku melesatkan bibirku pada bibir Mas Rio yang berwarna pink ini. Saat bibir kami sudah saling menempel dan tertaut, aku mulai mencium Mas Rio dengan pelan dan tanpa lidah bermain di mana-mana. Aku ingin mengungkapkan segala rasa yang aku rasakan kepada Mas Rio. Aku menutup mataku saat aku merasakan Mas Rio mulai membalas ciuman yang aku berikan kepadanya. Mas Rio bahkan menciumku dengan ciuman yang tidak kalah lembutnya hingga membuatku merasa tak berdaya di bawah dominasinya.
Tanpa aku sadari setetes air mata jatuh membasahi pipiku. Aku tahu, aku mencintai Mas Rio dan kemungkinan aku telah berselingkuh dengan dirinya saat ini muncul di dalam kepalaku karena bagaimanapun dirinya telah menikahi tanteku belum lama ini.
Maaf, Tante Retno... maaf...
aku merasa memang seharusnya Mas Rio adalah milikku sejak dulu. Sejak aku pertama berjumpa dengannya di kampus. Demi dirinya aku rela mengikuti kegiatan mapala. Demi dirinya juga aku rela memberikan segalanya yang aku miliki tidak terkecuali nyawaku. Apa saja yang Mas Rio mau dariku, aku akan dengan senang hati memberikannya tanpa berharap apapun selain ia membalas cintaku.
***
Bara Nareswara POV
Damn it!
Tiba-tiba aku membenci nama Rio secara tiba-tiba hanya karena Violet terus memanggil diriku dengan nama itu. Apakah dia tidak sadar jika laki-laki yang sedang menyetir di sebelahnya adalah aku, Bara Nareswara. Seorang vokalis band terkenal yang digilai jutaan perempuan di negeri Konoha. Walau awalnya aku mengabaikannya, namun telingaku lama-lama pekak juga karena Violet terus memanggilku dengan nama Rio. Aku masih bisa menghargai jika ia memanggilku dengan panggilan asshole, wanker bahkan panggilan apapun asal bukan nama itu. Sungguh rasanya aku ingin menggebuki orang yang bernama Rio malam ini. Karena sepertinya yang ada di hati hingga mata Violet adalah dirinya, bukan diriku.
Tidak tahan dengan semua ini, aku segera memintanya memanggilku dengan panggilan yang manis dan enak di dengar. Aku memintanya memanggilku dengan panggilan sayang.
Oh my God...
Aku benar-benar terbang ke langit ke tujuh saat pertama kali mendengar Violet memanggilku dengan panggilan sayang. Ah, sungguh manis sekali. Baru sekali ini aku merasa tersanjung hanya karena ada perempuan yang memanggilku dengan panggilan sayang. Tidak peduli jika dirinya sedang setengah mabuk, namun aku bisa melihat dari matanya yang benar-benar memancarkan sorot mata penuh cinta. Wanita ini adalah wanita yang akan rela melakukan apa saja untuk orang yang ia cintai. Dan aku langsung tersenyum karena baru aku sadari jika kemungkinan aku telah jatuh hati kepadanya. Kepada seorang wanita yang aku temui di sebuah club malam.
Aku terus berpikir untuk mengajaknya ke mana malam ini. Biasanya aku tidak akan segan-segan melajukan mobilku menuju ke apartemen milik Papa atau hotel-hotel di sekitaran Jakarta, tapi entah kenapa kali ini aku merasa berat untuk melakukan itu. Dengan keadaannya yang setengah mabuk, aku rasa menghabiskan waktu di rumah pribadiku cukup bisa menjadi pilihan. Dan violet adalah wanita pertama yang aku akan ajak memasuki rumahku. Sebuah rumah yang baru beberapa bulan lalu selesai di bangun. Kini rumah ini lebih sering aku tempati daripada apartemen tempatku tinggal sebelumnya.
Saat aku mulai memasuki rumah, aku bisa melihat wajah Violet yang begitu takjub karena melihat rumahku yang bergaya minimalis modern ini. Rumah tiga lantai yang cukup bisa membuat wanita tidak segan-segan menerima diriku sebagai pendamping hidupnya andai saja aku melamarnya dan menjadikan rumah ini sebagai seserahannya. Sayangnya aku bukan laki-laki bodoh yang akan dengan mudah menyerahkan rumah impianku ini begitu saja karena untuk memilikinya aku harus bekerja cerda dan keras. Bukan hanya menjadi seorang vokalis, namun aku harus membantu Papa di perusahaannya, memeras otakku agar aku dapat menambah pundi-pundi keuanganku.
Rasa bahagiaku semakin menjadi-jadi tatkala Violet justru mencium diriku lebih dulu. Ciuman lembutnya seolah bisa membuat diriku yang asshole ini merasa menjadi pria paling beruntung sedunia karena dicintai dengan begitu tulus. Aku menutup mataku saat ia mendaratkan bibirnya di atas bibirku. Aku baru membuka mata saat aku merasakan ada air yang membasahi pipiku. Saat aku membuka mataku, aku bisa melihat Violet yang sudah menutup kedua matanya namun air mata tetap jatuh membasahi pipinya. Ia terus menciumku dengan begitu lembut serta teratur. Tidak ada lidah yang berekspedisi ke mana-mana saat ini. Andai setiap hari aku mendapatkan ciuman seperti dari dirinya, bisa-bisa aku kembali ke jalan yang benar dan lurus tidak lagi belok kanan kiri lalu berhenti di setiap SPBU hanya untuk mengisi bahan bakar jiwaku yang kosong ini.
Kini rasa bahagia itu berubah menjadi sebuah rasa sakit yang tiba-tiba aku rasakan di dalam hatiku. Perempuan ini sedang patah hati dengan teramat dalam. Sampai ia tidak menyadari jika orang yang ada di depannya ini adalah seorang predator. Predator wanita cantik yang siap menerkam dirinya kapan saja andai ia tidak bersiap-siap untuk menjadi santapanku mulai sekarang. Mungkin aku akan mencabik-cabik dirinya dengan sentuhan-sentuhan sensual hingga ia akan merasakan kenikmatan yang mungkin belum pernah ia dapatkan sebelumnya dari pasangannya.
Gairahku mulai bangun dari tidurnya dan saa aku mengangkat tangan kananku dan aku tempatkan di atas salah satu gunung kembarnya yang begitu menggugah selera ini, Violet tidak menghentikan aksiku. Bahkan saat aku mulai memainkannya, ia justru melenguh panjang. Suara lenguhannya laksana lagu pembangkit gairahku untuk memulai percintaan kamu di dalam mobil ini.
Untuk Violet...
Malam ini aku akan menjadi pejantanmu. Semoga saja kita akan menjadi partner gulat yang sangat responsif dan sepadan di dalam mobil ini.
***