Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Gadis bernama Violet

Bara Nareswara POV

Waktu libur yang aku miliki setelah tour 50 kota dengan bandku yang beranggotakan aku, Eldrico dan Kafka, aku gunakan untuk menikmati dunia malam kali ini bersama para teman wanitaku. Aku yang memang sejak dulu tidak mempercayai cinta apalagi ikatan sebuah hubungan memilih melakukan FWB alias Friend With Benefits dengan beberapa wanita yang ada di sekelilingku. Okay, anggaplah aku ini bajingan atau bahkan lelaki kardus, tapi percayalah bahwa 90 persen lebih ajakan bercinta di atas ranjang itu bukan berasal dariku, tapi dari para wanita yang sudah terpesona dengan diriku. Aku yang lahir dengan darah campuran luar negri ini tentunya membuat para wanita semakin menggilaiku. Apalagi popularitas diriku ini yang anak tunggal seorang model internasional sedangkan Papaku yang memiliki jabatan penting di berbagai perusahaan besar dunia. Parahnya semua ini semakin menjadi jadi sejak aku menjadi seorang vokalis band dan banyak para wanita yang mengejar ngejar diriku. Sampai detik ini belum ada satupun wanita yang bisa membuatku ingin tetap tinggal bersamanya hingga akhir hayat dan berbagi semua rasa yang aku rasakan.

Eldrico : bro, gue nggak bisa datang. Kasian si Rara sendirian di rumah.

Kafka : Gue juga nggak bisa ikut soalnya pulang ke rumah Mama.

Bara : ah, bangke lo berdua. Gue sendirian lagi.

Kafka : bokis banget lo. Mana mungkin lo sendirian tanpa di kelilingi para bidadari.

Eldrico : bidadari pencari popularitas. Masih mending bini gue nggak mau terekspos media ?

Bara : nggak usah muna lo, El. Sebenarnya lo pingin juga si Rara akuin lo di hadapan publik kalo lo itu suaminya.

Eldrico : gue hargain privasi dia. Dan gue semakin yakin kalo gue sayang sama dia pada akhirnya gue nggak mau tangan-tangan kejam media menjamahnya. Karena itu lebih baik dia sembunyi aja, yang penting orang-orang terdekat gue maupun dia tau kalo kita sudah menikah.

Kafka : fix, kawin sama cewek lebih tua ternyata membuat laki-laki semakin dewasa dan matang cara berfikirnya ya, kalo gitu gue otw cari oma-oma.

Eldrico : gue lempar kutang juga mulut lo, Kaf.

Kafka : okay, gue udah mangap nih, buruan lempar.

Aku memilih untuk mengabaikan percakapan antara diriku dengan mereka yang terjadi melalui pesan WhatsApp. Aku tutup handphoneku lagi dan berniat pergi dari kursi ini karena sudah semakin banyak temanku malam ini yang teler. Dengan tinggi tubuh yang di atas rata-rata pria asli negara ini, aku cukup tinggi menjulang dengan tinggi 189 centimeter. Bahkan aku adalah yang paling tinggi daripada Eldrico dan Kafka.

Dalam keadaan penuh sesak lantai club' malam ini tidak sengaja aku menabrak seorang wanita cantik yang terlihat setengah teler. Wait, tidak hanya cantik, bentuk tubuhnya begitu menggoda iman, apalagi bemper depannya yang hmm, aku yakin pasti begitu nikmat saat aku sentuh dan remas. Wanita yang lain daripada wanita yang biasa aku temui di club' malam. Biasanya banyak wanita yang akan langsung memaparkan senyum menggoda dan memintaku untuk berlama lama tinggal hingga akhirnya kami berakhir di atas ranjang dengan saling memuja satu sama lain. Bahkan kadang aku akan lupa dengan apa yang semalam terjadi. Bagiku sex sudah bukan lagi hal yang sakral tapi lebih ke kegiatan menyalurkan kebutuhan. Entah kenapa aku menjadi laki-laki seperti ini? Padahal aku lahir dari pasangan harmonis dan memiliki atittude yang bagus. Satu hal yang menurutku menjadi alasan aku bisa seperti ini, mungkin karena pengaruh dunia hiburan yang tidak semuanya selalu positif.

Sejak menabrak dirinya, aku menunggu di meja pojok yang memberikanku akses mengamati seluruh ruangan di sini. Hingga akhirnya aku menemukan wanita yang mengenakan dress hitam itu keluar dari sana. Bukannya menuju ke tempatnya semula, ia justru menuju ke pintu keluar. Melihatnya keluar, aku mengikutinya dengan menjaga jarak aman kami. Baiklah, kini gairahku mulai bangkit saat melihatnya berjalan dengan pinggulnya yang bergoyang dengan indah. Sungguh sempurna sekali mahluk ciptaan Tuhan ini.

Wanita itu berhenti di dekat parkiran mobil dan sedang sibuk dengan handphone yang ada di tangannya. Entah apa yang terjadi padanya namun aku mendengarnya berteriak sambil menangis secara bersamaan.

"Aaaaa..." Teriak wanita itu di susul ocehannya tentang hidup. "Semua sama aja. Di jodohin? Bullshit! Gue nggak akan mau!"

Brugg....

Brugg....

Brugg.....

Wanita itu memukul mukul kap mobil depan entah miliknya atau milik orang lain. Wow, wanita yang cukup menarik karena aku yakin dia akan beringas dan bukan wanita yang akan pasrah begitu saja ketika aku bisa mengajaknya bergulat di atas ranjang. Jiwa players yang ada di dalam diriku bangun dan aku segera berjalan mendekati wanita itu.

Aku berdeham saat ada di dekatnya yang membuatnya membalikkan badannya untuk menatapku. Ya Tuhan, ternyata dia lebih cantik daripada tadi saat aku melihatnya di dalam club'. Bukannya menyapaku, dia hanya memperhatikanmu tanpa membuka mulutnya. Aku mencoba tersenyum kepadanya.

Apakah aku aneh atau bagaimana menurut dirinya karena ia kini telah menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan.

"What happened with you?" Hanya itu yang coba aku tanyakan kepadanya.

Bukannya melunak seperti wanita lain, yang ada wanita ini justru mengeluarkan kedua tanduk tak kasat mata yang ada di kepalanya. Bahkan kini terlihat bahwa emosi sedang menyelimuti dirinya.

"Bukan urusan Lo!" Sergahnya galak hingga membuatku memundurkan badanku saking kagetnya dengan jawabannya.

Liar.

Itulah kata yang tepat menggambarkannya dan aku semakin tertantang untuk menjinakkannya, bagaimanapun caranya, aku pastikan aku akan mendapatkannya, cepat atau lambat.

"Siapa tau gue bisa menjadi pendengar yang baik buat masalah Lo."

Wanita itu memilih meninggalkan diriku begitu saja untuk masuk kembali ke club malam. Saat ia melewatiku, aku hanya bisa memutar tubuh dan kembali masuk ke dalam club'. Aku terus mengikutinya yang tampak celingukan di tempat ini. Sepertinya ia mencari seseorang. Bahkan saat ia tidak menemukan orang yang ia cari, segera ia mengambil handphonenya. Entah apa yang mereka obrolkan, namun yang jelas setelah telepon itu di tutup, wanita itu menuju ke meja bar dan meminta segelas Martini. Aku duduk di sampingnya sambil memperhatikannya dengan seksama. Entahlah, sepetinya aku tidak menarik perhatiannya sama sekali atau mungkin dia tidak mengenaliku? Mustahil jika ia tidak tau siapa aku, karena seantero negri Konoha ini tau siapa aku.

Lelah melihatnya yang terus mencoba mengabaikanku, aku berdeham yang membuatnya menoleh menatapku sebentar dan kembali lagi ia meminta minuman beralkohol tinggi itu. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku. Sepertinya kini ia sudah mulai hampir mabuk karena kini ia menaruh kepalanya di atas meja sambil menatapku dengan senyuman manisnya. Aku menahan napas saat ia mengangkat tangan kanannya dan ia menepuk pipiku pelan berkali kali.

"Ganteng juga lo, mirip Mas Rio," Katanya singkat lalu ia meringis.

Fix, dia sudah mabuk. Kini bahkan saat ia menarik tangannya dan mencoba bangkit berdiri, aku harus membantunya agar tidak terjatuh. Aku harus menahan malu saat dirinya mulai bernyanyi sambil berteriak-teriak sepanjang jalan kami keluar dari club'. Andai suaranya begitu indah, aku yakin telingaku tak akan keberatan, namun ini? Suaranya sudah seperti kodok terjepit pintu kamar mandi.

Aku terus memapahnya hingga akhirnya kami berhenti di depan mobilku. Wanita itu kini berdiri sambil menyandarkan tubuhnya di pintu mobil penumpang depan. Aku menatapnya dalam-dalam yang sedang mengerucutkan bibir dan membetulkan rambut panjangnya yang terurai. Ada perasaan aneh yang muncul di dalam diriku, aku ingin memanggilnya dengan panggilan yang lebih akrab.

"Nama kamu siapa?"

"Violet." Jawabnya singkat dan aku langsung memegang tubuhnya yang sudah limbung dan hampir mencium tanah.

"Rumah kamu di mana?"

Dia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban dan sebuah ide gila muncul di kepalaku.

"Kalo begitu pulang ke rumah aku, mau?"

Ia meringis dan menatapku dengan tatapan polosnya. "Emang boleh?"

Aku menganggukkan kepalaku sambil tersenyum.

"Ehmm... Nanti di marahin Mama kamu."

Mendengar jawabannya aku tertawa cekikikan. Sumpah, wanita ini begitu lucu bagiku dan rasanya aku sudah tidak sabar untuk merasakan rasanya. 

"Enggak, tenang aja. Aku di rumah sendirian. Udah buruan masuk ke dalam."

Aku tarik tubuhnya ke depan hingga tubuh bagian depan kami saling bersentuhan dan aku bukakan pintu mobil untuknya. Setelah perempuan yang bernama Violet itu masuk ke dalam, aku segera menutup pintu mobil dan berjalan menuju ke sisi pengemudi.

Akhirnya malam ini aku berhasil mendapatkannya dan aku pastikan aku akan memanfaatkan kesempatan ini sebaik baiknya. Aku akan memberikan Violet surga dunia yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Aku akan menghadirkannya untuknya. Semoga saja ia tidak akan kecewa dengan performa permainanku.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel