Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11 Pengalaman Pertama

Bab 11 Pengalaman Pertama

Rina masih terperangah dan tidak percaya dengan perbuatan laki-laki itu. Rasanya bagai mimpi dia mendapati kenyataan tersebut. Hingga akhirnya Frank benar-benar menjabat tangannya membuat Rina tersadar dari lamunan.

"Terlalu lama berpikir. Kenalkan aku Frank. Instruktur gym Cipta Raga. Kamu?"

"Aa-ku ... Rina," sahutnya lirih dan terbata.

"Oke. Sekarang kita sudah saling kenal. Jadi, tidak ada lagi istilah sungkan itu, kan? Kamu sudah bisa mengajak teman kamu datang ke sini. Dia bisa dihubungi?"

"Aku tidak tahu. Mungkin sekarang dia masih sesi latihan. Sebentar, aku coba menghubungi dia dulu."

Rina pun membuka tas dan mengambil ponselnya. Namun, raut kecewa tercetak jelas di wajah putih bersih itu. Gadis itu menghela napasnya pelan menarik perhatian Frank yang sedang membebat kakinya dengan perban elastis.

"Kenapa?"

"Ponselku mati. Sepertinya kehabisan baterai," sesal Rina.

"Kamu bisa menggunakan ponselku untuk menghubungi dia. Ini," ucap Frank seraya mengulurkan ponselnya di hadapan Rina. Namun, Rina hanya menatapnya tidak berniat untuk mengambilnya.

"Kenapa?" tanya Frank heran.

"Aku tidak ingat nomornya," ringis Rina saat dirinya tidak mengingat nomor Maura.

Frank paham dengan kalimat yang Rina ucapkan. Gadis itu tentu tidak dapat mengingat nomor temannya kalau ponsel miliknya tidak dalam mode on.

"Ponsel kamu mana? Bisa pinjam sebentar?" pinta Frank membuat Rina mengangkat sebelah alisnya heran.

"Ponsel kamu mati, kan? Aku cas dulu," imbuh Frank seraya menengadahkan tangannya meminta Rina memberikan ponselnya.

"Tapi, aku tidak bawa charge-nya."

"Tidak apa-apa kita bisa pakai wireless charger."

Setelahnya Rina mengangsurkan ponsel yang dia genggam dan Frank pun mengambil benda pipih berwarna putih itu dari tangannya. Kemudian, segera beranjak ke sisi lain menuju meja di mana sudah tergeletak di atasnya sebuah wireless charger yang stand by di tempatnya. Dan dengan posisi layar yang menghadap ke atas, ponsel milik Rina di letakkan di atas benda tersebut.

"Terima kasih, Frank," ucap Rina tulus setelah laki-laki itu kembali duduk di sampingnya.

"Sama-sama," balas Frank seraya tersenyum simpul hingga cekungan di kedua pipinya terlihat sempurna. Lagi-lagi Rina kembali dibuat terpana olehnya. Daya tarik Frank semakin bertambah di mata gadis itu setelah melihat senyum mengembang di wajah laki-laki itu. Kenapa dia begitu sempurna sebagai laki-laki?

Senyum yang merekah di wajah Frank, segera surut ketika mendapati Rina yang hanya menatapnya dengan pandangan kosong. Lalu digoyang-goyangkan telapak tangannya di depan wajah Rina guna memastikannya baik-baik saja.

"Rina ... Rin ... kamu dengar aku tidak?"

Mendengar namanya disebut Rina langsung tersadar kembali dari lamunan dan terhenyak saat mengetahui wajahnya terlalu dekat dengan wajah Frank yang sedikit menunduk memandanginya. Mengetahui hal itu Rina lalu reflek memundurkan kepalanya menjauh dari wajah laki-laki itu.

"Ma-aaff ...." lirihnya dengan menundukkan kepala menghindari bertatapan langsung dengan laki-laki tersebut. Rina salah tingkah setelahnya. Entah apa yang akan dipikirkan Frank setelah memergokinya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Frank kemudian membuat Rina mendongakkan wajahnya kembali. Tepat saat itu, bibirnya beradu dengan bibir Frank dan mata indah itu membelalak seketika.

Awalnya Frank hanya sebatas menempelkan bibirnya pada bibir Rina. Menunggu reaksi gadis itu. Namun, Rina justru terdiam tidak melakukan apa pun. Akhirnya, dengan berani Frank perlahan mulai menggerakkan bibirnya di atas bibir Rina. Membelai bibir mungil nan manis itu.

Frank merasakan aroma Strowbery di bibir Rina. Sangat manis dan menggoda untuk dicecapnya. Dalam hitungan detik, Frank terbuai dengan suasana itu. Sebelum dirinya bertindak lebih jauh lagi, laki-laki itu mengakhiri pagutannya dan tersenyum kecut dengan reaksi yang diberikan Rina. Gadis tersebut sama sekali tidak membalasnya. Bahkan terlihat begitu tegang. Apakah itu ciuman pertamanya?

Menyadari hal itu, alih-alih mengucapkan maaf, Frank justru berkata, "Ciuman pertama, hhm?"

Rina pun langsung membenamkan wajahnya di kedua telapak tangannya, menyembunyikan rasa malu yang tiba-tiba datang selepas aksi yang dilakukan Frank padanya. Dia tidak menyangka jika ciuman pertamanya akan dia berikan kepada laki-laki yang baru saja di temuinya. Dan berakhir mengenaskan.

Bodoh ... bodoh ... bodoh ....

Rina terus merutuki dirinya sendiri mengabaikan pertanyaan Frank yang lebih kepada sebuah pernyataan. Laki-laki tersebut pasti langsung mengetahui kalau itu adalah ciuman pertamanya.

Apa yang Rina lakukan justru membuat Frank meloloskan tawa kecilnya. Dirinya tahu jika gadis itu malu dengan apa yang telah mereka lakukan tadi. Menggemaskan bukan mengetahui ada seorang perempuan yang terlihat malu-malu saat ada di hadapan kita?

Frank lantas meraih kedua tangan Rina dan membukanya secara perlahan. Di sana dia melihat semburat merah mewarnai kedua pipi gadis itu. "Jadi, benar itu ciuman pertama kamu?"

"Ii-ttu ..." Rina tergagap mendapati pertanyaan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.

"Kenapa? Kamu malu mengakuinya?"

"Aa-kuu ..."

"Semua orang juga memiliki pengalaman pertama, bukan? Jadi, kenapa harus malu?"

"Karena kamu pasti akan menertawakanku. Sekarang saja kamu sudah menertawakanku. Iya, kan?"

"Menertawakan apa memangnya?"

"Ya ... itu ... tadi ..."

"Itu, tadi apa? Kenapa jadi tidak jelas bicaranya?" sela Frank membuat Rina semakin tergagap dan tidak tahu harus berkata apa. Karena saat ini dirinya benar-benar malu menghadapi laki-laki itu.

Memalukan!

Ciuman pertama yang dilakukannya terasa aneh. Kenapa tidak seperti yang orang-orang katakan? Mereka bilang kalau ciuman pertama itu akan meninggalkan kesan yang mendalam dan tidak akan terlupakan.

Tapi, apa kenyatannya? Nyatanya dia tidak mendapatkan kesan mendalam tersebut. Justru yang dia rasakan adalah rasa malu yang tidak akan pernah dia lupakan. Harusnya saat ada seseorang yang menciummu bukankah akan lebih baik kalau kita juga membalasnya? Ya, seharusnya itu yang dilakukan Rina tadi. Bukan hanya mematung dan tidak melakukan apa pun.

"Hei, kenapa diam? Apa aku salah menebak?" tanya Frank penasaran.

"Bu-bukan begitu. Aku ... aku hanya malu."

"Kenapa harus malu?"

"Karena aku tidak tahu caranya berciuman," lirih Rina yang disambut dengan tawa laki-laki itu.

"Kan, benar kamu jadi menertawakanku begitu mengetahui alasannya," rengut Rina.

"Maaf... maaf... aku tertawa bukan menertawakan cara berciuman kamu. Aku tertawa karena kamu benar-benar lucu dan menggemaskan," terang Frank membuat Rina mengernyitkan kedua alisnya, heran.

"Aku suka kalau ada yang malu-malu seperti kamu. Semakin menambah semangat."

"Menambah semangat apa?" tanya Rina dengan polosnya.

"Semangat untuk mengajari kamu berciuman. Kamu mau aku ajari?"

"Apa?" Rina membelalakan matanya setelah mendengar ucapan Frank yang menurutnya terlalu terang-terangan tanpa tedeng aling-aling.

"Hei, aku bercanda. Jangan terlalu syok begitu. Nanti tanpa diajari pun kamu akan mahir dengan sendirinya. Itu naluri, Rina. Jadi, jangan terlalu dipikirkan. Yang harus kamu lakukan hanya mengikuti arusnya saja. Jangan terlalu tegang seperti tadi," ucap Frank seraya mengedipkan sebelah matanya.

"Jangan terlalu dipikirkan. Aku justru menyukainya," imbuhnya lagi. Lalu beranjak dari tempatnya menjauhi Rina. Dia harus segera bersiap untuk melakukan pertemuan dengan peserta gym. Karena siang ini adalah jadwalnya mengisi kegiatan tersebut. Sedangkan Rina masih terdiam dengan semua perasaan yang dirasakannya pasca insiden yang baru saja dialaminya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel