BAB 4
HAPPY READING
***
Leon menutup wajahnya dengan tangan, ia sesekali melihat ke arah jendela pesawat. Saat ini yang ia pikirkan hanyalah bertemu dengan Sophia. Sophia adalah wanita yang sudah ia anggap sebagai kekasihnya, karena ia menganggap bahwa mereka sudah cocok satu sama lain. Sialnya, wanita itu memiliki prinsip bahwa dia tidak mau menikah. Dia memiliki idealis tidak mau menikah sampai kapanpun, karena dia merasa bahwa memiliki pasangan tidak perlu menikah.
Padahal ia pikir kalau cinta, kasih sayang akan semakin awet jika ada ikatan yang kuat di dalamnya. Ikatan ini dibuat dan diciptakan dengan istilah pernikahan. Menurutnya pernikahan itu punya proses panjang, ada hak dan kewajiban. Sophia benar-benar terlalu idealis, menyebabkan dirinya menjauh. Dia benar-benar wanita yang sulit dikasih paham! Sulit sekali meyakinkan dia untuk menikah. Menikah itu tidak seburuk yang dia pikirkan.
Lalu sekarang ia mendengar bahwa Sophia hamil dan wanita itu memilih melarikan diri ke Amsterdam ke rumah sahabatnya bernama Mila. Kepalanya hampir pecah memikirkan Sophia yang sedang hamil, ia benar-benar ingin berteriak. Kenapa baru tahu sekarang! Kenapa dia tidak bercerita atas kehamilannya!
Leon ingat setiap pertemuan, mereka bertemu selalu diakhiri tidur bersama, sehari pasti selalu melakukannya ditempatnya atau di tempat Sofia, karena mereka memang sama-sama cocok di ranjang. Setiap melakukan memang skin to skin, tidak pernah sekalipun menggunakan pengaman. Katanya dia selau minum obat agar tidak terjadi kehamilan. Namun kenyataanya sekarang dia hamil, dan jelas itu anaknya. Mau melarikan sampai keujung duniapun akan ia kejar.
Jika sudah hamil seperti ini, solusinya tentu bertemu dan berdiskusi berdua, “i’ll drop everything, catch a flight”. Ia meninggalkan segalanya dan langsung terbang menemuinya secepatnya. Karena ini tidak bisa diomongin hanya lewat via WA. Ini jelas, karena menyangkut kehidupan lainnya. Ia merasa sangat selfish, jika alasannya karena agama, kehamilan tidak diinginkan/unwanted pregnancy, hingga sang bayi di lahirkan, ia tidak mau sang anak besar tanpa kasih sayangnya.
Ia ingin berdiskusi panjang lebar, jika memang Sophia meneruskan pregnancy sampai melahirkan, dan ada kesepakatan tentang perannya dari scenario yang dibuatnya, okay let’s do it, asal itu ada dirinya di sana, karena dia memiliki peran yang besar atas kehamilannya.
Beberapa jam kemudian akhirnya ia tiba di Bandar Udara Internasional Schiphol. Leon menarik kopernya menuju pintu kedatangan. Ia melihat jam melingkar di tangannya yang sudah ia sesuaikan dengan waktu Amsterdam.
Leon melihat langit yangs sudah menghitam, ia mendengar suara ponselnya bergetar. Ia menatap layar ponsel itu terdapat nama “Oscar Calling” Oscar adalah adiknya. Leon menggeser layar persegi itu, lalu ia letakan di telinganya.
“Iya, Oscar,” ucap Leon, ia menghentikan taxi yang berada di hadapannya.
“Kamu udah sampe di Amsterdam?” Tanya Oscar memastikan saudaranya tiba sampai tujuan dengan selamat, mau bagaimanapun keadaanya Leon butuh dukungan.
“Iya, ini baru sampe. Ini mau naik taxi ke hotel,” ucap Leon tenang.
“Okay, good luck. Semoga cepat bertemu dengan Sophia, bagaimanapun Sophia butuh kamu di sisinya.”
“I know.”
Leon mengangguk, ia tahu kalau Oscar lah satu-satunya orang yang support penuh agar ia kembali dengan Sophia, dan orang yang pertama kali ia ceritakan tentang kehamilan Sophia. Dan Oscar menyuruh dirinya mengejar Sophia ke Amsterdam.
“Thank’s,” ucap Leon.
Leon melihat driver memasukan koper ke dalam bagasi. Setelah itu ia masuk ke dalam, dan mobil bergerak meningakan bandara. Lagi-lagi dengan kehamilan Sophia, dialah salah satu wanita yang ia tiduri lalu dalam keadaan hamil.
Leon menyadari kalau Sophia itu bukan permen karet, setelah ia cicipi lalu ia buang begitu saja. Dia adalah wanitanya yang ia cintai. Dia adalah wanita yang pernah ingin ia jadikan istri sebelum wanita itu menolaknya. “Menolaknya dengan alasan trauma pada pernikahan orang tuanya, karena tidak ada kepercayaan atas pernikahan”.
Dia hamil, bayi di dalam kandungannya tidak mungkin ia terlantarkan, karena jelas itu anaknya. Jujur ia salah satu pria yang tidak mungkin meniduri orang yang tidak ia cintai dan jika ia sudah mencintainya, tentu ia akan bertanggung jawab atas semua hal yang terjadi.
Sepanjang perjalanan menuju hotel pikiran Leon hanyalah Sophia, ia harus bertemu dengan Sophia segera dan membawa wanita itu ke Jakarta. Akhirnya mobil taxi tiba di Conservatorium Hotel, karena ini adalah hotel yang jaraknya paling dekat dengan klinik milik Sophia bekerja dan tinggal.
Leon menarik napas, ia menarik kopernya menuju meja receptionis. Leon melakukan transaksi chek in, setelah itu receptionis memberikan kartu akses kamar untuknya. Leon masuk ke dalam lift dan lift membawanya menuju lantai atas. Ia melangkah menuju koridor, ia menempelkan kartu akses di dekat daun pintu. Pintu kamar terbuka, ia masuk ke dalam dan menyalakan lampu.
Leon meletakan koper di dekat lemari, ia melepaskan sepatu dan pakaiannya. Ia butuh fisik dan mental yang sehat untuk menghadapi Sophia besok. Semoga saja mereka bertemu dan permasalahan mereka segera selesai. Mereka sama-sama harus membicarakan ini dengan kepala dingin bukan dengan adegan kabur-kaburan seperti ini.
****
Keesokan harinya,
Sophia membuka matanya secara perlahan, awalnya kabur lama kelamaan ia memfokuskan penglihatannya. Ia merasakan tangannya di peluk oleh seseorang. Sophia menoleh ke samping ia menatap pria bernama Malvyn berada di sampingnya. Ia mendengar suara dengkuran halus pada pria itu.
Sophia bergerak melepaskan pelukannya, ia melihat pakaiannya berserakan di lantai. Sophia turun dari ranjang, ia lalu memungutinya. Lalu mengenakannya dengan hati-hati, duduk kembali di pinggir ranjang dengan tubuh gemetar, sambil memegang perut secara perlahan. Sophia menutup wajahnya dengan tangan, ia tidak tahu kenapa ia melakukan ini.
Sophia melihat ke samping, ia berusaha keras agar tidak membangunkan pria yang terlelap di ranjang. Ranjang yang sama di mana dirinya tertidur semalam. Sophia menekan dada dengan kuat agar dapat menekan kewarasannya.
Apa yang telah ia lakukan? Bercinta dengan pria asing, padahal anak dalam kandungannya adalah anak Leon.
Sophia tiba-tiba merasakan mual, karena gulungan rasa bersalah apa yang telah ia lakukan. Sophia bergegas menuju pintu kamar mandi, ia membersihkan tubuhnya dengan cepat dan mengenakan pakaiannya.
Di dalam pikiran Sophia kali ini adalah enyah dari ruangan tempat berdosa ini. Ini merupakan kesalahan baru saja ia ciptakan. Sophia keluar dari kamar mandi, ia melihat pria itu masih terlelap di ranjang dengan sangat nyaman bergelung dalam selimut. Pria itu lah yang berhasil menidurinya ketika ia berada di Belanda.
Sophia bergegas mengambil tas nya dan lalu keluar dari pintu. Namun di sisi lain ada sosok yang berpura-pura tertidur itu sedang membuka mata, menatap penuh tekad untuk mendapatkannya. Ia berjanji pada dirinya sendiri kalau dia akan mengejar wanita itu, dia harus bertanggung jawab apa yang telah mereka habiskan tadi malam.
***
Sophia bergegas meninggalkan hotel, ia menuju ke tempat tinggalnya. Ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 07.30 menit. Ia melihat klinik tempatnya bekerja masih tutup, ia masuk ke dalam. Langkahnya terhenti memandang Mila sahabatnya berada di tangga.
“Morning Sofie,” sapa Mila menatap sahabatnya yang baru naik ke atas.
“Morning, juga Mila,” Sophia berusaha tersenyum menyapa Mila balik, ia kemarin sudah memberitahu Sofie kalau ia terjebak badai jadi menginap di hotel.
“Aku mandi dulu ya, setelah itu ke klinik,” ucap Sophia.
“Okay, tidak usah buru-buru ini juga masih pagi, klinik belum buka,” ucap Mila ia tahu kalau Sophia dalam keadaan hamil, padahal ia tidak memaksakan Sophia untuk bekerja dengannya, namun setelah pertimbangan yang matang karena Sophia memohon kepadanya, akhirnya ia menerima Sophia bekerja di kliniknya.
Sophia tersenyum, ia masuk ke dalam kamarnya. Ia tidak habis pikir semalam ia sudah bercinta dengan hebatnya dengan pria asing bernama Malvyn. Ia benar-benar sangat bodoh, sefrustasi inikah hingga ia dengan mudahnya tidur dengan pria lain.
Sophia menyandarkan punggungnya di kursi, ia lalu membuka jendela kamarnya. Setelah itu Sophia membersihkan tubuhnya dengan air hangat. Ia harap pria itu melupakan kejadian yang telah mereka lakukan. Semoga saja mereka tidak bertemu lagi.
***
Sophia masuk ke dalam klinik, ia melihat ada beberapa staff yang bekerja di klinik ini. Kliniknya memang tidak besar ada beberapa staff yang bekerja di klinik ini sebagai kasir dan dua orang groomer. Dirinya dan Mila sebagai dokter di sini, dan ada satu namanya dokter Aleta, sekarang posisinya berada di perternakan kuda, katanya ada beberapa kuda yang sakit dan dokter Aleta sedang memeriksa kuda-kuda itu.
Pagi ini ia melihat ada beberapa pasien yang ngantri, ia ditugaskan untuk memberi vaksin pertama dan kedua pada anjing dan kucing. Sementara Mila sedang melakukan operasi pada salah satu anjing hasil rescue bersama beberapa staff lainnya.
“Thank you dokter Sophia,” ucap salah satu pemilik anjing berterima kasih kepada Sophia.
“Sama-sama, ibu. Semoga sehat selalu Blacky, kembali lagi dua bulan untuk vaksin kedua,” ucap Sophia tersenyum melihat pasiennya keluar dari kelinik.
“Iya, tentu saja. Apa kamu sedang hamil?” Tanya wanita itu memperhatikan perut Sophia.
Sophia tersenyum dan mengangguk, “Iya, saya sedang hamil. Sekarang sudah tiga bulan.”
“Selamat atas kehamilan kamu. Semoga bayi kamu sehat dokter.”
“Sama-sama.”
Sophia melihat Mila keluar dari ruang operasi, dia melepaskan maskernya. Sophia tahu Mila baru saja menyelesaikan operasinya.
“Kamu mau kopi? Kebetulan saya mau beli sandwich di Screaming Beans,” ucap Sophia menawarkan diri kepada Mila, karena ini jam istirahat dirinya dan pasien sudah tidak ada lagi, ia tahu kalau Mila akan sibuk dia akan melakukan operasi steril lagi kepada dua anjing.
“Okay, boleh. Kamu beli coffee nya jangan jauh-jauh di samping klinik banyak coffe, saya takut kamu kenapa-napa.”
Sophia tersenyum dan mengangguk, “Iya, kamu tenang saja.”
Sophia keluar dari klinik, ia melihat jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 10.39 menit. Ia menyusuri koridor. Sambil menikmati langit cerah, angin menerpa wajahnya. Ia melihat beberapa orang berlalu lalang di koridor jalan.
Langkah Sophia terhenti memandang seorang pria menatapnya dari kejauhan dengan tatapan intens. Jantung Sophia berdegup kencang, tangannya yang hangat kini berubah menjadi dingin. Ia meremas jemarinya, hingga buku-buku tangannya memutih, ia tahu betul siapa pemilik wajah tampan itu. Ia bingung akan berbuat apa selain bergeming. Oh God, kenapa bertemu dengan sosok pria yang paling ia hindari di dunia ini.
“Leon,” desis Sophia pelan.
***