Kadar keinginan
Saat tangan Sam mulai beraura panas. Bahkan baju yang ia kenakan tak lagi berupa kain. Tetapi sudah berubah menjadi kobaran api yang berbentuk layaknya sebuah baju.
“Apa maksudmu memata-matai aku Ki Sukma!” teriak Sam mulai menampakkan amarah api dalam diri.
Namun kembali padam seketika saat lengan Pak Jaka Aji menghalangi tubuh Sam untuk maju selangkah lagi. Seakan Pak Jaka Aji mengisyaratkan untuk tidak meneruskan kemarahannya.
“Anakku apa pun bentuknya, amarah adalah sifat setan. Lebih baik bersifat sabar dan pemaaf serta welas asih. Urungkan niatmu anakku, kembalilah ke alam nyata. Biarkan urusan ini Bapak ambil alih,” ucap Pak Jaka Aji menyuruh Sam untuk kembali. Sebab terlalu bahaya bila Sam sudah mulai marah.
Brak,
Tiba-tiba telapak tangan Sam memukul udara. Tetapi suara yang ditimbulkan bagaikan Sam tengah menepak dinding. Lalu dari sekitar telapak tangan Sam yang menepak udara. Seakan membuat retakan-retakan, lalu pecah menyeluruh membentuk sebuah lingkaran.
Lingkaran tersebut adalah sebuah lingkaran penghubung dimensi. Persis yang ia keluarkan saat pertama masuk pada dimensi altar putih.
“Baik Pak, tolong urus Ki Sukma ini. Jangan sampai dia mengulangi hal yang sama lagi. Kalau sampai Sam mengetahui sosok Ki Sukma di dekat Sam. Entah itu hanya ruh atau sungguhan. Akan aku buat perhitungan seketika itu juga,” celetuk Sam masih penuh dengan kemarahan.
“Sudahlah pergilah Nak, kalau kau terlalu lama di sini. Karyawanmu akan mulai bertanya. Masak Bos besarnya ke dalam toilet lama sekali,” ujar Pak Jaka Aji seorang yang sangat paham benar akan gaib-menggaib dan begitu hebat dalam hal penerawangan serta mata batin.
“Baiklah Pak Sam pergi, Assalamualaikum,” ucap Sam menghilang ke dalam lingkaran antar dimensi.
Lalu hanya dengan meniupnya Pak Jaka Aji mampu menghilangkan segel lingkaran antar dimensi yang Sam buat. Sam kembali ke dalam toilet, sebab awalnya Sam memang masuk ke dalam toilet. Sebelum pada akhirnya menemui ruh raga sukma dari Ki Sukma.
Kriek,
Suara pintu toilet terbuka oleh Sam. Ternyata sudah banyak karyawan yang berada di depan pintu. Nurman yang memang sudah tahu dengan mengaktifkan mata batinnya beberapa saat lalu. Hanya duduk-duduk di emperan belakang gedung produksi A. Hanya tersenyum-tersenyum kecil melihat Sam keluar dari dalam toilet.
“Loh he, ada apa ini, kenapa kalian berkerumun di depan toilet. Jam berapa ini, apa kalian tidak bekerja?” tanya Sam agak marah melihat para karyawannya malah berkerumun di depan toilet.
Para karyawan yang berkerumun di depan toilet tak berani menyela Sam. Walau dalam hati mereka sebenarnya sangat khawatir pada Si Bos Besarnya itu.
Tapi karena Sam sangat berwibawa dan selalu tegas pada seluruh karyawan juga adil dan bijaksana. Maka dari itu saat Sam marah tidak ada yang berani menyela. Bahkan wajah-wajah karyawan hanya tertunduk.
“Lah ngomong tadi katanya khawatir, takut Bos besar kenapa-kenapa. Tadi sempat ada yang menangis yang Ibu-Ibu takut kehilangan. Katakan sekarang itu orangnya sudah keluar. Tadi kan sudah saya bilang tidak akan kenapa-kenapa,” ucap Nurman meledek beberapa karyawan yang tadinya berkerumun dan sangat khawatir pada Sam.
“Lah memangnya kenapa Man?” tanya Sam mulai penasaran tentang apa yang terjadi.
“Lah kamu Sam masuk ke dalam toilet, apa berasa masuk kamar hotel kali ya. Masak buang air sampai berjam-jam, ya mereka takut lah. Coba lihat jam di tanganmu sekarang jam berapa?” ujar Nurman sambil menahan tawa dengan menutup mulutnya. Sebenarnya Nurman sudah tahu tentang apa yang terjadi.
“Astagfirullah Hal Adzim, hahaha, sudah pukul 16:30 sudah lima jam ternyata aku di dalam toilet. Pantas kalian khawatir, maaf ya membuat kalian khawatir,” ucap Sam sambil menggaruk kepalanya.
“Sebenarnya Pak Sam kenapa di dalam toilet lama sekali Pak?” celetuk salah satu karyawan Sam yang Ibu-Ibu mulai memberanikan diri bertanya.
“Maaf, maaf aku ketiduran. Mungkin sebab kelelahan ya jadi aku ketiduran,” jawab Sam namun sambil matanya melirik ke arah Nurman dengan agak mengedip. Maksudnya memberi kode pada Nurman agar tidak banyak bicara. Maklum Sam suka kelepasan bicara saat dia terlalu asyik bicara dengan para karyawan.
“Pak Sam jangan terlalu lelah dong bekerjanya. Pak Sam juga butuh istirahat, liburanlah Pak Sam sesekali,” sahut salah satu staf kantor yang ikut berkerumun.
“Hahaha, tidak apa-apa, sudah biasa Mas Bos besar seperti ini. Dahulu saat kita kuliah malah sering tertidur di taman kampus. Alhasil aku juga yang mencatat dan malamnya sudah pasti catatanku berpindah ke kamarnya dia, wkwkwk, sudah-sudah pulang semua. Sudah jamnya pulang ini, enggak kangen rumah kalian, apa mau menginap di pabrik?” ucap Nurman membubarkan kerumunan karyawan.
Para karyawan akhirnya mulai membubarkan diri. Mereka pulang ke rumah masing-masing dan pabrik kembali hening. Sebab perusahaan milik Sam hanya beroperasi siang hari saja. Kalau malam hanya ada beberapa satpam yang bertugas jaga.
Tapi Sam dan Nurman belum jua pulang. Seperti biasa Sam si bos besar, selalu pulang setelah magrib. Nanggung katanya tidak baik berada di jalan saat waktu menjelang magrib. Dalam bahasa lain biasa disebut juga semarai.
Karena waktu-waktu seperti itu sanggatlah riskan berada di luar rumah. Orang Jawa kuno berkata pamali, yang artinya ya tidak baik dan akan terjadi sesuatu yang ganjil nantinya. Seperti contoh misal ketempelan.
“Bagaimana Mas Bos dengan Ki Sukma?” tanya Nurman duduk di depan meja kerja Sam. Sedang Sam duduk di belakang meja kerjanya.
“Halah kamu Nurman, padahal dia lama loh di atas menara. Kamu saja yang tidak memperhatikan. Aku lihat mata batinmu malah tidak aktif. Apa enggak bisa Man, mata batinmu aktif terus. Kamu juga aku bayar untuk mengawasi secara gaib loh,” celetuk Sam memprotes kinerja Nurman yang terkadang teledor.
“Lah maaf Mas Bos, banyak pikiran aku,” jawab Nurman mencari alasan.
“Bilang saja kamu memikirkan seminggu ini tidur sendiri. Sedangkan istrimu pulang kampung dan kamu tidak dapat jatah. Jadi kerjamu tidak fokus, jangan begitu Man. Harus profesional urusan kerja jangan bawa ke rumah begitu jua sebaliknya,” kembali Sam memberi penuturan pada Nurman.
“Tahu saja ini si Bos besar, ya kamu enak Mas Bos. Dari sepuluh tahun lalu sudah sendiri. Jadi kamu enggak merasakan keinginan suami kalau jauh dari istri. Pas kita para suami sedang kuat-kuatnya ingin begitu,” sahut Nurman tapi seketika ditampik oleh Sam dan argumennya dipatahkan langsung.
“Eh, jangan salah Sam, kalau masalah nafsu. Bayangkan bila ditakar secara ukuran. Perjaka dia memang nafsu tapi belum pernah merasakan jadi nafsunya hanya sekedar. Kau mewakili para suami memang nafsu selalu ada dan kau bisa langsung ada wadah istrimu. Kalau istrimu pulang, nanti kalau balik kan bisa. Lah aku yang sudah pernah, lalu tidak ada lawan lagi. Apa tidak tersiksa batin kalau ingin, apa lagi aku sudah pernah merasakan beda loh melihatnya. Mana jaman sekarang gadis di bawah umur semua berpakaian kurang bahan,” tutur Sam.
“Iya, ya, begitu saja marah, mukamu kayak Pak Jaka Aji kalau marah, hahaha,” ucap Nurman yang selalu tak bisa marah ketika berdebat dengan sahabatnya Sam. Begitu jua dengan Sam yang tak begitu benar-benar marah apabila berdebat dengan Nurman.