Cerita Sam 9 tahun lalu
“Alhamdulillah sudah selesai akhirnya kita pulang. Salat Isya sudah dilaksanakan juga, tinggal pulang deh. Kerja memang perlu tapi lima waktu adalah wajib. Jangan sampai kerjamu melupakan lima waktumu,” gerutu Sam sambil merapikan meja kerjanya bersiap untuk pulang.
Sudah pukul sembilan malam, begitulah sekiranya yang tertera pada jam dinding di atas Sam berdiri kali ini. Sam memang selalu pulang paling akhir dari para karyawannya. Bahkan terlalu akhir. Sebab ia adalah pemilik perusahaan jadi menurutnya. Dia adalah penanggung jawab nasib dari ratusan orang di bawahnya.
Tangan Sam meraih tas kecil yang selalu ia bawa. Lalu menentengnya di pundak sambil berjalan keluar kantor. Saat Sam membuka pintu kantornya, ia tersenyum melihat sang sahabat tengah tertidur pulas di atas sofa panjang di depan pintu.
Memang sengaja sofa panjang diletakkan di sana. Hal ini permintaan Nurman memang. Sebab area depan kantor Sam memang selalu sepi dan hening. Karena tak ada yang berani mengganggu Si Bos Besar kalau sudah berada di dalam kantor. Sebenarnya di depan pintu ruangan Sam adalah lorong kecil.
Lalu di ujung depan lorong ada ruangan Adinda. Sampai pintu selanjutnya menuju ruangan para staf kantor. Setelahnya adalah pintu keluar gedung kantor itu sendiri.
“Man, Man, ada Jelita Man,” teriak Sam mulai menggoda sahabatnya yang selalu setia bersamanya suka maupun duka itu.
“Mana, mana?” Nurman bangun gelagapan.
“Hahaha, begitu katanya tidak takut sama istri kamu Man. Ayo sudah pulang kita sudah malam banget. Tadi mbok ya, motorku kamu bawa pulang dulu saja Man. Biar aku tak pinjam motornya Pak Satpam,” ujar Sam.
“Niatnya tadi begitu Sam, tiba-tiba mengantuk aku. Jadi ketiduran di sini, ya sudah ayo pulang,” jawab Nurman bangun sambil memutar-mutar pinggulnya plus menguap.
Sam dan Nurman akhirnya berjalan beriringan sambil sedikit bergurau keluar dari gedung kantor perusahaan PT. Book Lillahitaalla. Sebuah perusahaan yang mereka bangun lima tahun yang lalu dengan segenap perjuangan mereka berdua.
“Loh Pak Sam, Pak Nurman baru pulang. Tadi saya kira sudah pulang sebab Mbak Dinda katanya sudah pulang dari tadi sore,” ucap Pak Soleh berjalan menghampiri Sam dan Nurman hendak mengecek suasana sekitar kantor.
“Biasalah Pak Soleh, Si Bos besar kita satu ini. Kalau bekerja, kalau pekerjaan hari itu tidak kelar hari itu juga kurang enak katanya,” sahut Nurman berbincang sejenak dengan Pak Soleh di depan kantor. Sedangkan Sam tengah mengambil motor bebek yang di letakkan di tempat parkir.
“Pak Nurman mau tanya ini, kenapa Bos selalu memakai motor butut untuk ke kantor. Padahal beliau memiliki mobil mewah dan motor sport yang harganya mahal. Kenapa tidak memakai salah satu kendaraan mewahnya itu?” tanya Pak Soleh yang sebenarnya selalu heran dengan kelakuan Si Bos besarnya tersebut.
“Entah Pak Soleh, mungkin mobil dan motor mewahnya hanya buat pajangan kali, hahaha,” jawab Sam sambil tertawa geli.
“Hayo sedang membicarakan saya ya,” celetuk Sam datang sambil menuntun motornya.
“Enggak ini Mas Bos ada janda baru cantik di desa belakang pabrik. Kata Pak Soleh bodinya seksi, wkwkwk,” sahut Nurman mencari pembahasan lain untuk mengalihkan pembahasan dari pertanyaan Pak Soleh. Hal ini jua yang membuat Nurman sangat akrab dengan para karyawan. Terkadang hal remeh yang tak perlu dikatakan pada Sam. Karena hanya bahan bercanda para karyawan tak iya sampaikan.
“Baik kami pulang dulu Pak Soleh, jangan lupa cek kondisi setiap sejam sekali ya Pak. Jangan lupa juga salat tahajud masjid uda dibuat besar begitu sayang kalau enggak ada yang salat. Oh iya berhubung Pak Soleh salah satu karyawan dari warga sekitar desa sini. Jadi saya berniat kalau selepas Ashar undanglah beberapa anak pesantren di desa Bapak untuk mengaji di masjid kita itu. Masalah biaya dan segala keperluannya. Nanti Bapak buat catatannya lalu kasih sama Mbak Dinda ya,” ucap Sam yang memang selalu sangat memperhatikan desa di sekitar perusahaannya berdiri.
“Wah baik, baik Pak Bos, akan saya laksanakan niat baik Pak Bos nanti pada istri saya. Karena istri saya juga salah satu pengajar di Pondok Pesantren Al Amin di desa,” jawab Pak Soleh sangat senang akan rencana Sam.
“Masalah itu Bapak aturlah, jangan lupa ajak Pak Mus juga. Pak Mus juga kan tetangga Bapak toh. Baiklah Pak Soleh kami pulang dahulu Assalamualaikum,” ucap Sam kembali mengendarai motor bebek butut miliknya dan mulai melaju meninggalkan area pabrik.
Udara malam mulai menyapa mereka berdua. Wajah Sam tampak begitu tegar dan Nurman tahu benar akan sahabatnya tersebut. Bahkan Nurman mengerti dan sangat paham jikalau dalam hati sahabatnya tersebut sebenarnya sudah terlalu sepi.
Bagai jalanan malam tanpa pengendara. Hati Sam tak berpenghuni sudah hampir sepuluh tahun. Semenjak perceraiannya dengan seorang gadis bernama Aini.
***
Sembilan tahun yang lalu,
Sore yang hangat di antara para pekerja sebuah pabrik di pinggiran kota Gresik Jawa Timur. Tepatnya di daerah kawasan industri kecamatan Cerme agak ke dalam dari pertigaan kecamatan. Kira-kira 5 kilo meter dari pertigaan pusat keramaian kecamatan ke barat. Yakni di sebuah desa bernama Kandangan.
Di sebuah Pabrik mebel bernama PT VITELLI milik dari orang cina yang bertempat tinggal di Surabaya utara bernama Pak Deny Yuono. Pabrik terbagi dua bagian gedung.
Gedung pertama atau gedung utama terdiri dari lantai dua paling depan. Berfungsi sebagai kantor tempat di mana sang wakil pimpinan Pak Deny Yuono yaitu Pak Singhaji selalu duduk di balik meja panjang kebesarannya di sana semua kegiatan terpusat. Oh ya Pak Singhaji ini seorang berasal dari Kota Jombang dan Jawa tulen yang sudah bertahun-tahun ikut dengan Pak Deny.
Pada area bawah lagi, pas di bawah lantai dua kantor utama ada ruangan luas penuh dengan mesin pemotongan tripleks . Bahan utama dari mebel dan beberapa orang sebagai perakitan serta ada pula dua karyawan sebelah belakang. Masih di dalam gedung utama dua orang sebagai operator pres serta di depan mesin pres ada pula mesin ejing.
Gedung ini di bawahi oleh seorang kepala tukang bernama Pak Doly yang bertempat tinggal di Sidoarjo dimanah beliau harus menempuh berpuluh kilometer untuk sampai ke pabrik.
Pada belakang gedung utama ada gedung kedua. Sebuah gedung pendukung difungsikan sebagai tahap finising pengecatan Pak Siaman dan beberapa pekerja tukang gosok ada di sana di dalam gedung ini pula Sam bekerja.
Sore ini tepat pukul 16.00 WIB semua pekerjaan telah rampung dan terselesaikan. Para pekerja sedang asyik mengobrol melepas lelah setelah seharian penuh berkutat dengan kayu dan tripleks. Ada pula yang langsung pulang ada pula yang masih duduk-duduk mengobrol ada pula yang sengaja mandi dahulu sebelum pulang ke rumah.
Pada area depan gedung utama yang menghadap selatan. Memang terdapat satu bangunan rumah dari bata putih yang didatangkan dari kota Lamongan.
Berfungsi sebagai mes pabrik atau tempat tinggal sementara dari beberapa pekerja yang memilih menginap. Karena kemalaman atau sengaja tinggal di sana. Sebab rumah mereka beda kota terlalu lelah untuk pulang sehingga memutuskan untuk pulang seminggu sekali.
Kebetulan hari ini Sabtu sore Pak Singhaji masih sibuk di kantor atas dimanah Devi seorang gadis yang bertempat tinggal desa sekitar pabrik sedang membantunya. Merekap tabel kehadiran para pekerja seminggu penuh. Memang Pabrik VITELLI termasuk sebuah pabrik yang menggaji karyawannya secara harian dan gaji diberikan setiap seminggu sekali yakni Sabtu sore.
“Kau tak pulang Sam (Sebuah panggilan yang sudah melekat untuk Sam Arham dari kebiasaan lidah orang Jawa selalu mengucap yang mudah untuk dilafalkan),” ucap Yanu putra dari pak Siaman sang kepala bagian gedung kedua yang ikut bekerja di PT VITELLI.
“Enggak Yanu aku ingin menabung dari sisa gajianku yang aku gunakan seminggu penuh. Kalau aku sering pulang tentu uangku habis di perjalanan. Lebih baik sedikit demi sedikit aku sisihkan untuk nanti kalau ada wanita yang mau aku nikahi jadi sudah ada tabungan untuk membina rumah tangga,” jawab Sam penuh kemalasan.
“Oh begiti baik bagus itu kalau aku sih masih jauh dan Devi pacarku itu yang jadi Admin jua masih belum mau untuk menjalani keseriusan katanya masih ingin mengejar karier,” timpal Yanu agak bermuka serius.
“Yan ayo cepat mandi enggak ikut pulang kau?” celetuk Pak Siaman menyuruh Yanu.
“Ia Pak, Sam aku tinggal mandi dulu ya,” ucap Yanu seraya berdiri meninggalkan Sam yang tengah duduk sendiri bersandar pada pagar pembatas pabrik. Samping belakang mes yang dibuat dari cor persegi panjang dan di tumpuk tinggi.
“Sam tidak pulang kau?” tanya Pak Siaman sekedar bosa-basi.
“Tidak Pak mungkin minggu depan aku baru pulang,” jawab Pendik dengan mengembangkan senyum tipisnya.
“Baik aku mandi dahulu ya jangan serius begitu merencanakan hidup sekali-sekali kita butuh rekreasi loh anak muda, hehe,” kelakar Pak Siaman lalu berlalu pergi menyusul Yanu pergi mandi masuk ke kamar mandi satunya lagi.
Kembali meninggalkan Sam sendiri dengan ponsel yang baru ia beli sebulan yang lalu ya tak bagus sih tapi cukup untuk bermain internet dan membuka aplikasi Facebook yang sedang viral akhir-akhir ini.
Kebetulan ponsel yang ia beli sudahlah berlayar sentuh dan sudah memiliki sinyal 3g (Saat itu enam tahun yang lalu 3g baru muncul dan termasuk paling kuat). Sam tak menghiraukan beberapa teman yang lewat, karena terlalu asyiknya menggeser-geser layar hanpone ke atas.
Dalam layar beberapa akun Facebook dari gadis-gadis cantik terus ia jelajahi. Karena hanya media ini dari jejaring sosial ini yang mampu membuat suasana hati Sam menjadi hidup.
Maklumlah dengan tampang pas-pasan dan keadaan ekonomi dengan gaji di bawah UMR membuat Sam harus memutar otak cukup keras saat disuruh Bapak dan Ibunya menabung sebagai bekal hidup berumah tangga kelak.
Apa lagi untuk mendapatkan gadis cantik dan seksi yang segala kebutuhan perawatannya terlalu mahal mana mungkin terjangkau. Mungkin gaji Sam seminggu hanya mampu untuk membeli seperangkat alat make up untuk seminggu saja.
Sedang asyik-asyiknya melihat-lihat beberapa akun Facebook. Ada satu akun Facebook yang menarik perhatiannya. Terpampang di depan Foto profil seorang gadis cantik berambut panjang dengan nama Aini Melati Putri tertera di bawahnya. Hem cewek ini boleh juga, ucap Sam dalam hati.
Sejenak iya berpikir tentu di dalam profil selalu ada nomor hanpone yang di tulis tampaknya akun Aini ini masih baru jua. Benar juga ada sebuah nomor 12 digit tertera di dalam salah satu sudut profil yang tersedia di dalam lembar biodata diri lekas Sam Menyimpan segera dengan cara copy dan paste ke dalam kontak Hp untuk di hubungi di kemudian hari atau sekedar cat Wa dan mulai berkenalan.
“Astagfirullah sudah hampir magrib aku belum mandi. Loh teman-teman jua sudah pada pulang ya. Allahuakbar aku belum ambil gaji ini,” gerutu Sam bergegas berdiri hendak berlari menuju kantor atas.
“Semoga Pak Singhaji masih ada di kantor dan belum pulang,” ujar Sam sembari berlari.
Namun belum sampai beberapa langkah Sam di kejutkan oleh sosok Devi Si Admin yang tiba-tiba menghadangnya.
“Mau ke mana Sam?” tanya Devi dengan nada ketus.
“Eh anu Mbak Devi mau ke atas gajiku belum aku ambil loh. Oh ya apa Pak Singhaji sudah balik?” tanya Sam agak khawatir.
“Ya sudahlah kamu sih asyik main Hp melulu lupa ya kalau hari ini gajian,” kata Devi agak marah sambil memegang amplop kecil warna coklat agak panjang. Bertulis nama Sam tentu berisi sejumlah uang gaji dengan gaya amplop di tepuk-tepukkan ke pinggang niatnya menggoda Sam.
“Loh itu gajiku ya Mbak, tolonglah Mbak kasihkan ke aku. Mau aku buat bayar hutang di warung depan nah,” jelas Sam merengek meminta amplop berisi gajinya yang di pegang Devi.
“Ini makanya jangan main Hp terus!” ucap Devi melempar amplop gaji ke arah Sam sembari mengambil motor bebek butut warna hitam yang terparkir di samping utara pas mes di antara sekat gedung utama dan mes.
“Sudah senang dapat gaji kamu jangan lupa di tabung ya, coba saja aku jadi kakak perempuanmu tak pites kamu dari tadi Sam,” kata Devi sambil menstater motor lalu pergi.
“Alhamdulillah sudah dapat gaji minggu ini. Mandi dulu terus pergi ke warung depan bayar hutang makan seminggu ini,” gerutu Sam jua berlalu pergi menuju ke dalam mes pabrik.