5. Permainan Dimulai
Melihat kekakuan Kara, sudut bibir Frank terangkat tipis. "Tapi, kalau kau ingin memanfaatkan situasi ini sebagai kesempatan, aku tidak apa-apa. Savior Group memiliki visi untuk menyelamatkan masa depan orang-orang. Barangkali, tiga bulan bekerja di sini, pola pikirmu bisa berubah. Percayalah, masa depanmu akan tetap suram kalau kepribadianmu masih seperti ini."
Kara menggertakkan rahang. Ia mulai kesulitan menahan kepulan emosi dari darahnya yang mendidih.
"Kaulah yang membuat hidupku suram!"
Kara ingin berteriak begitu. Namun, ia masih harus hidup. Sekarang, jalan terbaik adalah bersabar.
"Anda tidak keberatan bertatap muka dengan saya selama tiga bulan?"
Frank tersenyum kecil dan menaikkan alis. Responnya membuat Vivian memijat pelipis. Perempuan itu tahu kalau sang CEO pasti merencanakan sesuatu.
"Baiklah. Saya akan menjadi sekretaris Anda untuk tiga bulan ke depan," sahut Kara mantap.
Gadis itu mengerti bahwa pekerjaannya tidak akan mudah. Setan Cabul itu tidak mungkin membiarkannya damai. Namun, bukan Kara namanya jika tidak punya solusi dalam kesulitan.
"Lihat saja, Frank Harper! Sebelum tiga bulan, aku pasti sudah meninggalkan perusahaan ini. Kau tidak akan betah memiliki sekretaris sepertiku."
“Tunggu saja, Nona Tak Tahu Diri! Tiga bulan ke depan akan menjadi momen tak terlupakan dalam hidupmu. Kau akan mengemis-ngemis memohon maaf dariku, dan mengakui bahwa kesombongan bukanlah alat untuk meninggikan derajatmu.”
***
"Tuan, kenapa Anda mengungkit kejadian empat tahun yang lalu? Bukankah Anda sendiri yang meminta saya untuk berhenti mengusutnya?"
Mendengar pertanyaan tersebut, pria yang baru saja duduk di kursi bergeming. Aroma citrus yang terekam oleh hidungnya kembali terkenang, begitu pula dengan wajah lugu Kara yang tak asing.
Akan tetapi, ia tidak mungkin menjawab yang sejujurnya. Harkat dan martabatnya bisa jatuh.
"Apa kau lupa? Ben menghubungiku lagi. Dia seperti belum puas aku menolak permohonan kerja samanya empat tahun lalu. Atau bisa jadi, dia diam-diam menyiapkan sebuah rencana jangka panjang terkait insiden itu. Kalau itu benar, kita sudah kecolongan. Aku tidak seharusnya menyuruhmu menghentikan investigasi hanya karena gadis itu lenyap dari peradaban."
Frank bersandar pada kursi empuknya. Wajahnya tampak kesal. Padahal, hatinya gelisah. Ia takut jika keangkuhannya berbalik menjadi bumerang yang mematikan.
“Kenapa aku tidak mengantisipasi hal itu sejak awal? Aku tidak seharusnya membebaskan gadis itu begitu saja. Dia bisa saja kembali bersama seorang anak. Kehadirannya bisa menjadi bom atom yang menghancurkan reputasiku dan perusahaan.”
"Ada baiknya, Anda berhenti mencurigai Ben Wilson, Tuan. Bukti yang saya kumpulkan dulu belum cukup untuk membuat kesimpulan."
Frank menaikkan alis. Sebelum Jeremy menceramahinya panjang lebar, ia mengangkat tangan. Ia tidak peduli jika orang kepercayaannya itu dua tahun lebih tua darinya. Kedudukan Jeremy tidak lebih tinggi darinya.
"Kuharap kau tidak lupa. Aku mendadak kacau setelah bertemu dengannya di bar itu. Kalau bukan dia yang memasukkan obat ke dalam minumanku, siapa lagi? Dengan sembilan orang pengawal ditambah dirimu, satu-satunya orang yang berkesempatan melakukan itu hanya Ben. Kecuali, kau bisa memastikan bahwa seorang bartender yang melakukannya."
Memahami perintah tersirat dalam omongan itu, Jeremy pun mengangguk. Sudah lima tahun lebih ia menjadi orang terdekat Frank. Ia sudah sangat hafal dengan gerak-gerik dan siasat bosnya itu.
"Baiklah, saya akan melanjutkan investigasi. Lalu, bagaimana dengan Kara Martin? Haruskah saya menelusuri informasi tentangnya?"
Tawa kecil tiba-tiba tersembur dari mulut Frank. Telinganya gatal mendengar nama itu. "Kita tidak perlu menghabiskan waktu dan energi untuk gadis rendahan itu."
"Tapi Anda menahannya untuk tetap di sini. Bukankah itu malah dapat mengganggu performa Anda dan perusahaan? Atau jangan-jangan, Anda tertarik padanya? Anda tidak biasanya mempertahankan karyawan yang suka berbuat onar, Tuan."
Lengkung bibir Frank sontak berbalik arah. Tebakan Jeremy telah membekukan hatinya.
"Jaga mulutmu! Kau lupa kalau aku sudah memiliki tunangan yang nyaris sempurna? Aku tidak mungkin tertarik pada gadis culun seperti itu."
Frank melirik ke arah Kara dengan ekspresi jijik. Gadis di balik kaca itu sedang sibuk membaca buku panduan.
"Tapi Anda tidak pernah menyimpan rasa terhadap Isabela, Tuan. Hubungan kalian bahkan masih jalan di tempat. Saya rasa, bukan sesuatu yang mustahil jika Anda tertarik pada Kara Martin. Dia cantik, cerdas, dan berani. Sangat cocok untuk menaklukkan hati Anda."
"Kau sudah tidak sayang dengan lidahmu lagi, hmm?" ucap Frank sinis. "Jika masih, hentikan omong kosongmu. Sekarang, cepat panggil Gadis Tak Tahu Diri itu kemari.”
“Permainan harus segera dimulai.”
Sementara itu, Jeremy diam-diam mengulum senyum. Ia sudah sering mengamati gelagat Frank Harper saat menghadapi wanita. Pria itu selalu menjaga jarak, sekalipun dengan Isabela.
Namun, dengan Kara Martin tadi, jarak mereka terlalu dekat. Jeremy bahkan sempat mengira bahwa Frank akan mencium Kara.
"Nona Martin, Tuan Harper memanggil Anda," ujar Jeremy dengan senyum lebar. Ia agak kesulitan menahan tawa karena imajinasi singkatnya itu.
Melihat keramahan Jeremy, mata Kara melebar. Pria itu terlihat lebih sangar dari si Setan Cabul. Ia sempat mengira bahwa Jeremy adalah kepala pengawal. Namun ternyata, pria itu jauh lebih hangat.
Dengan permintaan sesopan itu, Kara tidak perlu banyak waktu untuk mewujudkannya. Ia melangkah ringan menuju ruangan CEO.
Namun, begitu melihat tampang dingin Frank, hatinya kembali berat. Sulit dipercaya bahwa dirinya akan sering bertemu mata abu-abu itu.
"Kau pikir aku membayarmu hanya untuk bersantai?" Nada bicara pria itu sama mengganggu dengan tatapan sinisnya.
"Saya membaca buku panduan, bukan bersantai. Nyonya Bell memberi saya waktu sehari untuk mempelajari kebiasaan Anda."
"Bosmu itu aku, bukan dia. Perkataankulah yang harus kau dengar. Sekarang mulailah bekerja!"
Kara ternganga tanpa kata. Mata bulatnya berkedip-kedip seperti boneka. Ia belum membaca panduan. Bagaimana mungkin ia bisa bekerja?
"Apa yang harus saya kerjakan?" tanyanya tanpa berpikir panjang.
Frank menghela napas tak percaya. "Kau orang pilihan Nyonya Bell, tapi tidak mengerti tugas sekretaris?"
Bibir Kara langsung manyun. Ia masih belum terbiasa dengan sindiran tanpa jeda dari bosnya itu.
"Anda seorang pemimpin, tapi enggan memberikan instruksi yang jelas kepada karyawan? Penghargaan CEO terbaik itu Anda beli atau bagaimana?"
Senyum miring di wajah Frank sontak berubah kaku. Tangannya gatal, ingin menarik kerah baju. Kara Martin ternyata bukan hanya pandai, tetapi mahir membuatnya gerah.
"Kau menginginkan instruksi?" Nada suaranya mencurigakan.
Dengan mata menyipit, Frank beranjak dari kursi. Kemudian, sambil menyempal tangan ke dalam saku, ia memperhatikan Kara dari jarak tiga kaki.
“Baiklah, tapi sebelum itu, kau harus mencatat aturan dasar 3J baik-baik.” Sambil mengacungkan telunjuk, Frank mulai mengitari Kara.
"Pertama, jaga profesionalitas. Kau harus bisa memisahkan kehidupan pribadi dengan pekerjaan. Aku tidak peduli jika kau memelihara puluhan kucing atau ratusan ayam. Saat di kantor, seluruh pikiranmu harus fokus pada pekerjaan."
Belum sempat Kara menimpali, sang CEO sudah bicara lagi.
"Kedua, jaga jarak. Kau tidak boleh terlalu dekat denganku. Dua kaki adalah batasmu. Jangan sampai tunanganku cemburu pada gadis yang tak selevel dengannya. Itu sebuah penghinaan."
Kara memutar mata. Ia muak dengan sikap Frank yang selalu merendahkan dirinya.
"Ketiga, jaga penampilan. Kau termasuk salah satu representasi dari Savior Group, jadi kau harus tampil rapi dan smart. Jangan sampai klien memandang kita remeh karena ulahmu."
"Apa yang salah dengan penampilanku?" Kara tidak bisa menahan unek-uneknya lebih lama.
Frank sontak menghentikan langkah tepat di depan Kara. Mata abu-abunya mulai mengamati gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepala.