Pustaka
Bahasa Indonesia

Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan

110.0K · Ongoing
Pixie
123
Bab
5.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Kara Martin dijuluki sebagai Miss Perfect. Ia cantik, berkepribadian baik, dan kariernya gemilang. Namun, karena malam itu, kehidupannya berubah total. Ia dituduh berzina, dipecat dari perusahaan, dan ditinggalkan oleh calon suaminya. Laki-laki sombong yang meniduri Kara tidak mau bertanggung jawab. Pria itu bahkan mengancam akan menghabisinya kalau sampai mereka bertemu lagi. Malangnya, Kara malah mengandung bayi kembar dan ia memilih untuk melahirkannya. Empat tahun kemudian, Kara kembali bekerja di sebuah perusahaan besar. Sebagai sekretaris, ia akan sering berhadapan dengan CEO mereka yang terkenal kejam. Kara mengira hal itu bukan masalah, tapi ternyata ... si bos adalah ayah si kembar!

RomansaBillionaireAnak KecilMengandung Diluar NikahSweetBaper

1. Gadis Tak Dikenal

“Astaga!”

Frank Harper terkesiap saat mendapati pundak ramping yang dipenuhi jejak bibir. Cap kemerahan itu ada di mana-mana, bahkan di dekat tahi lalat yang memang berada pada posisi menggairahkan.

Masih dengan mulut ternganga lebar, Frank menatap wajah korbannya. Lipstik dan maskara gadis itu keluar jauh dari batas. Menyadari kebrutalannya, Frank bergegas mengambil ponsel.

“Sia-sia aku membayar kalian mahal! Kau dan sembilan pengawal itu sungguh tidak berguna!” umpat Frank begitu panggilannya diterima.

“Ada apa, Tuan? Bukankah Anda sendiri yang meminta kami pulang? Anda bilang ingin merayakan anniversary bersama tunangan Anda.”

“Tunangan dari mana? Aku tidak mengenal gadis ini!”

Frank menyoroti Kara Martin dengan mata merah membara. Kebencian telah membakar jiwanya.

Beberapa kali Isabela berusaha merayunya, ia tidak pernah goyah. Namun, semalam, ia sudah lengah. Bagaimana mungkin ia merusak citra sempurnanya bersama seorang gadis yang tidak dikenal?

“Cepat selidiki bar semalam! Seseorang telah memasukkan obat ke dalam minumanku. Dan cari tahu di mana Isabela sekarang! Tidak biasanya dia membatalkan janji tanpa memberi kabar.”

“Bagaimana dengan gadis yang sedang bersama Anda? Apakah saya perlu menelusuri informasi tentangnya?”

Frank menggertakkan rahang. Bagaimana mungkin gadis itu masih terlelap di saat kemarahannya telah meledak-ledak?

“Aku akan menanganinya.”

Setelah meletakkan ponsel di atas meja, Frank bergegas mengenakan pakaian. Kemudian, tanpa sedikit pun keraguan, ia menampar sang gadis dengan segelas air.

“Hmmph!”

Kara spontan meraup wajah dan menegakkan badan. Begitu melihat seorang pria tampan berambut acak-acakan, ia terperangah. “Siapa kau?”

“Akulah yang seharusnya bertanya. Kau siapa?”

Frank meninggikan sebelah alis. Wajahnya sama sekali tidak ramah. Mata abu-abunya memancarkan aura dingin yang mematikan.

“Tunggu dulu! Ini kamarku. Kenapa kau bersikap seolah-olah ini kamarmu?” balas Kara dengan nada bicara yang lebih tinggi. Ia belum sadar bahwa pakaiannya tidak melekat di tubuh lagi.

“Kau tidak tahu siapa aku?” gumam Frank dengan sebelah alis mendesak dahi. Sedetik kemudian, ia mendengus. “Ini hotelku, dan kamar ini sudah kusiapkan khusus untuk tunanganku. Jadi, berhentilah mengada-ada!”

“Kaulah yang mengada-ada! Tim kami menyewa tiga kamar di Hotel Harper ini sejak kemarin siang. Lihatlah, koperku ....”

Kara tersentak melihat pakaiannya berserakan di dekat kaki sang pria. Begitu ingatan tentang mimpi semalam terputar, matanya terbelalak.

“Kau ...!” Kara menarik selimut dengan tampang horor. “Apa yang sudah kau lakukan kepadaku?”

Dengan tangan disempal dalam saku, Frank melangkah maju. “Akulah yang seharusnya histeris. Bagaimana mungkin aku bisa menyentuh perempuan rendahan yang sejelek dan sebodoh dirimu?”

Sambil mencondongkan tubuh ke depan, ia mengamati raut korbannya yang dirasa berlebihan. Mata yang berwarna tembaga keemasan itu bergetar terlalu hebat.

“Ck, bahkan anjing Samoyed jauh lebih berkelas dibandingkan dirimu.”

Pria itu menatapnya seperti makhluk paling menjijikkan dari seluruh dunia. Kara kehabisan kata-kata.

“Hentikan sandiwaramu! Kau pasti senang sudah tidur denganku. Jutaan wanita mendambakan kesempatan itu. Kau seharusnya bersyukur, sedangkan aku ....” Frank mendengus dan mengedikkan bahu. “Semalam adalah mimpi terburuk dalam hidupku.”

“Munafik! Jelas-jelas kau sudah mengambil keuntungan dariku. Sekarang, kau menganggapku sampah?”

Air mata Kara mulai mengalir. Kekesalannya sudah mencapai puncak.

“Kau memang sampah. Kau itu ibarat setitik noda dalam lukisan mahal yang tanpa cela. Kau tidak layak memasuki kanvasku. Karena itu, lupakan apa yang telah terjadi dan jangan pernah menemuiku! Jika di luar kamar ini kau masih menampakkan batang hidungmu, jangan salahkan aku jika kau lenyap dari muka bumi.”

“Kau pikir aku sudi disentuh olehmu? Kaulah sampah yang sesungguhnya! Kau telah merampas hak tunanganku! Sekarang, kau harus bertanggung jawab!” hardik Kara dengan suara bergetar. Tenaganya memang telah terkuras, tetapi kemarahan memaksanya menolak untuk diam.

Sementara itu, Frank menyipitkan mata. “Gadis ini masih ingin bertingkah seperti korban? Dia bahkan berani menekanku dengan tuntutan?” Ia mendengus sinis.

“Aku bukan memintamu untuk menikahiku,” jelas Kara sigap. “Kau hanya perlu menjelaskan kejahatanmu kepada tunanganku.”

“Apakah peringatanku kurang jelas?” tanya Frank dengan nada tak senang. Masih dengan tangan yang disempal dalam saku celana, ia menempatkan wajah beberapa senti di depan Kara. “Aku ... tidak mau ... berurusan lagi ... denganmu.”

Nada bicara pria itu tidak main-main. Kara nyaris bergidik ngeri, tetapi ia tetap mengangkat dagu.

Sayangnya, belum sempat keberaniannya terucap, pria itu sudah mendorong keningnya dengan telunjuk. Sedetik kemudian, ia melengos pergi sambil membersihkan tangan dengan kain sutra yang berukiran emas.

“Hei!”

Kara bergegas mengejar. Namun, begitu ia berhasil meraih lengan sang pria, ia langsung merapat dengan dinding.

“Kau pikir aku bercanda?” Frank mengeratkan cengkeraman tangannya pada leher Kara, tak peduli jika gadis itu megap-megap mencari udara.

“Aku tidak sudi melihat wajahmu yang menjijikkan ini, apalagi disentuh oleh tangan kotormu. Sekali lagi kau mengusikku, hidupmu akan berakhir detik itu juga.”

Begitu Frank melepas cengkeraman, Kara langsung ambruk dan terbatuk-batuk. Ia tidak punya tenaga lagi untuk mengejar. Sambil mencengkeram selimut, ia hanya bisa memandangi pintu dan menangis sejadi-jadinya.

Tiba-tiba, sepasang sepatu pantofel kembali terlihat. Kara mendongak. Saat mendapati seorang pria dengan mata yang memerah, ia terkesiap.

“Finnic?”

Pria itu mendesah tak percaya. “Jadi ini kelakuanmu di belakangku?”

Kara berkedip-kedip dengan lidah kaku. “Tidak .... Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Fin.”

Sambil menggertakkan geraham, Finnic melemparkan ponsel yang berisi sebuah rekaman. Saat menyaksikannya, tubuh Kara langsung gemetar.

“Kenapa kau melakukan ini, Kara? Aku sangat mencintaimu. Kau memintaku menunggu sampai kita menikah. Aku terima. Tapi kau malah melakukannya dengan Rolland, sebulan sebelum pernikahan kita? Apakah kau sengaja menyakitiku? Atau kau besar kepala karena semua orang menjulukimu Nona Yang Paling Sempurna, hmm?”

Kerongkongan Kara tersekat. Hatinya hancur melihat air mata Finnic.

“Tolong ... percayalah padaku, Fin. Aku tidak tidur dengan Tuan Rolland. Aku—”

“Cukup Kara! Setiap kata dari mulutmu terasa seperti jarum yang menusuk hati. Aku tidak mau mendengar apa pun lagi darimu. Kau sudah merusak kepercayaanku, harapanku, impianku. Mulai detik ini, aku tidak ingin melihatmu di kota ini.”

“Tapi—”

“Kau akan menyesal telah menyia-nyiakan aku! Lihat saja! Ke mana pun kau pergi, akan kupastikan kau menderita. Tidak akan ada satu pun tempat yang mau menerima gadis menjijikkan sepertimu.”

Finnic menggebrak pintu lalu melangkah pergi.

“Tunggu ..., Finnic!”

Kara berusaha mengejar, tetapi lututnya masih lemah. Ia kembali membentur lantai. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanyalah meratapi nasib.

Dalam sekejap, email pemecatan datang. Media sosialnya dibanjiri oleh hujatan. Semua orang di kantor menghina dirinya. Secepat itu, dunia Kara berubah kelam.