Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Si Itik Buruk Rupa

***

"Kerjaanmu kenapa nggak ada yang benar? Kamu tidak pernah mendengar apa yang aku katakan, Ha?!" Sean menatap asistennya dengan geram. Lelaki itu melempar semua berkas ke lantai.

"Maaf, Pak. Saya akan revisi lagi," jawab Esme pelan, ia tidak berani mengangkat wajahnya.

"Ini sudah ketiga kali! Kamu itu bodoh?" kesal Sean.

"Maaf, saya akan perbaiki." Esme mengatakannya sambil menunduk.

"Cih! Kenapa saya punya asisten sebodoh kamu! Dan kenapa dady saya malah menyuruh kamu jadi asisten saya. Kantor ini jadi rusak karena adanya kamu!" Sean terus saja meracau.

Esme hanya diam saja, ia langsung memungut berkas-berkas yang berceceran dan membawanya tanpa banyak bicara. Dia tahu kalau Sean memang tak menyukai keberadaannya di perusahaan karena pria itu berpikir mungkin dirinya itu seperti seekor lalat.

Sumpah serapah, hinaan dan makian sudah terlalu sering ia dengar dari mulut Sean. Lelaki itu selalu menatapnya dengan penuh kebencian. Sean pernah menolak saat Esme ditunjuk sebagai asisten lelaki itu, tapi ayah dari Kenzie, Tuan Steve menolak tegas dan membuat Sean mau tidak mau harus menerima keputusan itu.

"Si itik buruk rupa bikin Tuan Sean marah lagi," sindir Selena.

"Satu-satunya mimpi buruk boss kita memang dia. Kenapa bisa Tuan Steve menyuruh si jelek itu jadi PA-nya Tuan Sean, ya?" tanya Hana penasaran.

"Mungkin kasihan. Kamu juga tahu kalau Tuan Steve itu jiwa sosialnya tinggi. Melihat anak pembantu yang melarat, hati Tuan Steve pasti iba," balas Selena.

Semua karyawan yang mendengarnya langsung tertawa. Mereka memang menjadikan Esme sebagai bahan olokan sehari-hari untuk mengusir rasa jenuh. Esme diibaratkan sebagai bahan lawakan bagi mereka. Tidak ada satu pun karyawan yang ingin mengenal atau berteman dengan Esme yang disebut itik buruk rupa itu. Bahkan rekan kerja Esme menganggap nama Esme Jasmine tidak cocok dengan wajah perempuan itu.

Penampilan Esme memang tidak menarik, ketinggalan zaman dan kuno. Esme hanya menggulung rambutnya dan memakai kacamata tebal ditambah perempuan itu tak pernah memakai riasan apapun dan membuat orang yang melihat kearahnya tidak menarik sama sekali.

Untuk itu Sean selalu malu jika membawa Esme pergi meeting atau sekedar bertemu klien. Bahkan Sean dengan teganya selalu menyuruh Esme untuk naik kendaraan umum, lelaki itu seperti tidak sudi berada satu mobil dengan perempuan itu.

Esme merenung di dapur kantor. Perempuan itu sedang membuat kopi untuk teman-temannya. Teman-teman dikantornya memang selalu menyuruh Esme sesuka hati. Diibaratkan kalau Esme seperti orang suruhan dan pembantu bagi rekan-rekan kerjanya.

" Esme kenapa ada di dapur?" tanya Mirae.

"Lagi buat kopi untuk teman-teman, Mirae," jawab Esme pelan.

"Kamu kenapa sih nurut saja? Tolak saja, mereka itu seenaknya menyuruh kamu! Mereka punya tangan dan kaki, kenapa nggak membuatnya saja!” kesal Mirae.

"Nggak apa-apa, ini saya juga lagi nggak ada kerjaan, kasihan teman-teman juga,” balas Esme.

Mirae menghela napas, ia kerap merasa iba karena Esme selalu jadi bahan bully-an. "Kamu jangan terlalu nurut, Esme. Jika kamu keberatan, maka tolak saja. Mereka juga nggak akan marah. Kamu kenapa selalu saja nurut.”

Esme menggelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa, Mirae. Saya juga melakukannya dengan senang hati, jadi ini memang kemauan saya, bukan karena paksaan,” balasnya tersenyum.

Mirae menghela napasnya, ia merasa kasihan melihat Esme selama ini selalu bertahan dan sabar dengan perlakuan semua orang di kantor ini. Jika ia di posisi Esme mungkin ia tidak kuat dan akan segera resign. Kenapa banyak sampah yang menjijikan di perusahaan?

Esme membawa nampan yang berisi empat gelas kopi. Namun, ia terpeleset karena ada seseorang yang merengkas kakinya dengan sengaja. Beruntung tumpahan kopi panas itu tidak kena pada orang lain ataupun dirinya.

"Aduh, Esme! Kamu kenapa sih selalu ceroboh begini? Kenapa kerjaanmu selalu saja tak becus!" teriak Selena.

"Selena, kamu nggak apa-apa?" tanya Ben.

"Nggak apa-apa, Ben. Beruntung kopi panas itu nggak kena ke aku. Kalau kena, nanti kulitku bisa melepuh," balas Selena dengan segala dramanya.

"Esme! Kamu kenapa jadi manusia tidak berguna begini! Apapun yang kamu lakukan selalu membuat orang emosi! Kamu sengaja pura-pura jatuh karena ada niatan untuk mencelakai Selena?" hardik Ben. Pria itu kesal karena muak melihat si itik buruk rupa itu di perusahaan.

"T-tidak. Saya tidak sengaja, Ben. Saya memang jatuh karena ada seseorang yang merengkas kaki saya," balas Esme dengan suara gemetar.

"Alasan yang konyol! Kamu memang iri padaku karena Tuan Sen selalu membawaku untuk bertemu dengan klien ataupun ikut meeting di luar. Kamu cemburu, ya?" sindir Selena.

"Nggak, Selena. saya nggak iri, memang tadi ada yang sengaja merengkas kaki saya," balas Esme.

"Jangan banyak alasan deh kamu! Kalau iri ya bilang, nanti aku sampaikan pada Tuan Sean kalau kamu cemburu karena dia lebih perhatian padaku!" hardik Selena.

"Ada apa ini ribut-ribut?"

Suara itu membuat semuanya beralih menatap ke arah sumber suara.

"Tuan Steve!" seru Selena kaget.

"Kenapa lantai basah begini? Dan cangkir berserakan?" tanya Steve.

"Oh, itu karena Esme, Tuan Steve. Dia sengaja menjatuhkan beberapa cangkir kopi panas agar mengenai kaki saya," balas Selena menjelaskan.

"Kamu kenapa bisa yakin kalau Esme sengaja melakukannya?" tanya Steve.

"Itu... Itu karena saya melihat dia hati-hati membawanya," jawab Selena gelagapan.

"Jangan asal menuduh lain kali! Jika saya melihat ada keributan lagi, saya pasti akan menindak tegas!" tegas Steve.

"B-baik, Tuan Steve," jawab Selena, dia agak ngeri jika boss-nya itu sedang marah.

"Nanti Kris bersihkan ini semua!" perintah Steve. "Dan kamu, Esme! Ikut saya ke ruangan. Saya ingin bicara," ucapnya pada perempuan itu.

Esme mengangguk, ia mengikuti langkah kaki Steve menuju ruang direktur utama.

Sedangkan Selena masih kesal karena Esme begitu beruntung karena Steve selalu membela perempuan itu. "Kenapa sih si itik buruk rupa itu selalu mendapat perlindungan dari Tuan Steve! Dia itu hanya sampah yang menempel pada perusahaan kita! Tapi kenapa Tuan Steve mempertahankan dia!" geramnya agak kesal.

"Karena dulu konon neneknya si Esme berjasa karena mengabdi pada Kelarga besar Tuan Steve, jadi semacam hutang budi," timpal Hana.

"Jika bukan karena kedatangan Tuan Steve, aku suruh dia tadi membersihkan lantai ini! Perempuan itu membuat mood-ku rusak!" kesal Selena.

"Tenang, jangan habiskan tenagamu untuk wanita jelek itu! Dia hanya didukung oleh Tuan Steve, bukankah yang paling penting Tuan Sean tidak menganggapnya sama sekali dan membencinya juga," balas Hana.

"Kamu benar! Saat ini lebih baik kita menarik perhatian Tuan Sean karena kelak jika dia menjadi direktur utama, si itik buruk rupa itu akan tersingkir," balas Selena dengan senang. ‘Dan aku akan jadi wanitanya Tuan Sean,’ batinnya dalam hati.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel