Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 5

Francine mengangkat kepalanya dan hampir tersedak karena kaget.

"Kamu? Sedang apa disini?" tanya Francine dengan ketus.

"Makan," jawab pria itu sambil menunjukkan nasi daging yang baru dipanaskan di microwave minimarket.

"CEO Dantex makan siang di minimarket?" sindir Francine lalu melanjutkan makannya.

"Penasehat Hukum Showtime juga makan siang di minimarket, jadi apa masalahnya?" goda Jonathan sambil tertawa. Francine menatap Jonathan dengan heran. Sejak kemarin malam hingga pertemuan tadi dia hanya melihat pria tinggi semampai, dengan rambut lurus hitam, berkulit putih dan bermata sedikit sipit itu bereaksi sedingin es. Siapa yang menyangka kalau dia bisa bercanda dan tertawa?

Francine segera menghabiskan makanannya lalu membuang bungkusnya ke tempat sampah dan segera keluar dari minimarket itu tanpa mengatakan apapun kepada Jonathan.

Dia tidak suka pria sombong dan secara fisik pun Jonathan bukan tipenya. Jadi sebisa mungkin dia menjauhkan diri dari orang-orang seperti itu.

"Hei!" panggil Jonathan yang kaget melihat Francine meninggalkannya tanpa sepatah katapun.

Francine membalikkan badannya dengan enggan.

"Sekolah hukum tidak mengajari sopan santun ya?" tanya Jonathan dengan wajah kesal. Francine tidak mengerti apa maksud pertanyaan Jonathan.

"Kenapa?"

"Bagaimana bisa kamu pergi tanpa mengucapkan apa-apa?" Nada suara Jonathan menjadi lebih tinggi.

"Memangnya harus?" balas Francine dengan wajah serius. Dia tidak suka Jonathan jadi kenapa dia harus berbasa-basi dengannya.

"Kamu ...!" Jonathan kehabisan kata-kata.

Francine segera meninggalkan Jonathan yang masih kesal dengan sikap Francine.

Satu hal yang membuat Francine bingung, dia sama sekali tidak mendengar Jonathan mengatakan apapun di kepalanya. Francine tidak menyangka ada orang sama sekali tidak mengomentari orang lain di dalam kepalanya.

Setelah kejadian tadi Francine semakin malas melakukan kegiatan apapun, dia hanya berbaring di atas tempat tidurnya sambil menonton berita hingga tertidur.

Francine terbangun karena bunyi telepon genggamnya. Francine memeriksa teleponnya, ternyata Isabel yang meneleponnya.

"Ada apa meneleponku selarut ini?" tanya Francine kesal sambil memandang jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

"Kita akan melanjutkan kesepakatan kita dengan Dantex Group," seru Isabel dengan bersemangat.

"Tadi CEO yang baru menghubungiku, katanya dia setuju bekerja sama tanpa mengubah kontrak. Tapi dia memberikan satu syarat," lanjut Isabel ragu-ragu.

"Apa?" tanya Francine tidak sabar.

"Dia ingin kamu menghadiri semua event yang berhubungan dengan Dantex. Kamu diminta untuk mendampingi wartawan kita atau mewakili perusahaan kita."

"Gila! Batalkan saja kontraknya!" pekik Francine marah.

"Francine aku mohon, hanya sampai komtrak berakhir. Lagi pula tidak banyak event yang harus kita hadiri, jadi jangan khawatir." Francine mengepalkan tangannya.

"Kamu tahu, perjanjian ini sangat berpengaruh kepada keuangan perusahaan kita. Kamu tahu betapa sulitnya bagi kita untuk bertahan sekarang ini. Kalau bukan demi perusahaan aku pasti tidak akan memintamu melakukan ini," mohon Isabel dengan suara memelas. Francine segera mematikan teleponnya. Dia tidak suka suara orang memohon.

***

Pagi ini Francine berangkat ke kantor dengan kemarahan di dadanya. Dia tahu Jonathan sengaja mengerjainya karena kejadian kemarin. Tapi Francine tidak menyangka Jonathan akan bertindak sejauh itu.

"Ada apa ini?' tanya Francine kaget karena melihat Isabel yang sudah duduk dengan manis ketika dia masuk ke dalam ruangannya.

"Francine, aku mohon. Aku bersedia melakukan apapun, asal kamu setuju dengan syarat Dantex." mohon Isabel dengan tangan terlipat didepan dada dan wajah hampir menangis.

"Keluar dari ruanganku," usir Francine dengan tenang, lalu meletakkan tasnya di atas meja dan duduk di kursinya.

"Francine, kalau kita tidak mengambil kontrak ini, maka dalam beberapa bulan kita harus melepaskan setengah pegawai Showtime. Mungkin dalam setahun atau dua tahun, kita juga harus menutup Showtime. Karena itu, aku membuang jauh-jauh harga diriku dan memohon kepadamu," ucap Isabel lalu berlutut.

Francine tetap duduk di kursinya dan menatap Isabel sambil menggelengkan kepalanya. Dia yakin Isabel mengatakan yang sebenarnya, tapi dia tidak suka dipaksa.

"Kembali saja ke ruanganmu, aku akan memikirkannya," ucap Francine sambil menyalakan komputernya. Isabel tersenyum lalu segera berdiri.

'Aku tahu, aku selalu bisa mengandalkanmu untuk mempertahankan Showtime,' Francine melirik Isabel, ternyata dia sedang berbicara dalam hatinya.

Hari ini Francine memiliki banyak pekerjaan yang tertunda karena kemarin dia tidak bekerja. Dia terus bekerja di dalam ruangannya tanpa berhenti. Dia bahkan tidak makan siang atau sekedar beristirahat makan camilan yang tersedia dia pantri kantor.

Sekitar jam tiga sore. Isabel muncul lagi di ruangan Francine.

"Francine, boleh aku mengganggu?"

"Ada apa?" tanya Francine yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya.

"CEO Dantex akan datang untuk penandatanganan kontrak," bisik Isabel dari balik pintu.

"Kesini?" tanya Francine heran. Isabel menganggukkan kepalanya.

"Jadi kamu setuju kan dengan syaratnya? Please." Francine menghembuskan napasnya dengan keras.

"Iya," jawabnya ketus.

"Yes!" teriak Isabel sambil melompat membuat para pegawai heran.

Francine tidak tahu apa maksud dibalik kedatangan Jonathan ke kantornya. Selama ini, belum ada satu perusahaan pun yang melakukan penandatangan kontrak di kantor Showtime. Mereka selalu melakukannya di kantor perusahaan yang bekerjasama dengan mereka.

Francine yang mulai merasa lapar, pergi ke restoran Thailand yang ada di lantai atas gedung yang sama dengan Showtime. Dia tidak sanggup lagi pergi terlalu jauh untuk mengisi perutnya. Francine memesan cukup banyak makanan dan menikmati setiap suapannya. Dia memang selalu menyukai makanan Asia Tenggara karena rasa bumbunya yang berani.

Francine baru selesai makan ketika Isabel meneleponnya.

"Kamu dimana? CEO Dantex sudah datang!" ucap Isabel dengan panik.

"Aku baru selesai makan. Sekarang aku akan kesana," jawab Francine dengan tenang. Dia benar-benar tidak habis pikir mengapa Isabel harus bersikap berlebihan terhadap CEO Dantex.

Francine kembali ke kantor dengan santai. Tidak ada yang perlu diburu-buru. Jonathan tidak sepenting itu hingga membuatnya harus secepatnya tiba di kantor.

"Akhirnya kamu sampai juga. Ayo cepat, dia ada di ruang rapat. Aku sudah meminta bantuan Imelda untuk menemaninya," seru Isabel yang langsung menarik tangan Francine ke ruang rapat.

"Maaf terlambat, tapi Ibu Francine baru saja selesai makan siang. Tadi dia banyak pekerjaan sehingga makan siangnya tertunda cukup lama," ucap Isabel sambil menarik Francine masuk ke ruang rapat.

"Kenapa Ibu Isabel yang meminta maaf untuk keterlambatan orang lain. Apa dia tidak bisa bicara?" tanya Jonathan sinis. Francine mendengar Imelda tertawa sangat keras dalam hatinya meski wajahnya hanya tersenyum. Sementara Isabel tampak panik.

"Saya tidak harus meminta maaf, karena kita tidak pernah membuat janji bertemu hari ini. Anda tiba-tiba datang dan tidak bisa menuntut orang untuk menyesuaikan kegiatannya dengan anda," jawab Francine lalu segera duduk di hadapan Jonathan. Dia bisa mendengar banyak suara-suara yang mengomentari betapa kasar dan tidak sopannya dia di dalam kepala orang-orang yang hadir. Tapi sekali lagi, dia tidak bisa mendengar suara di dalam kepala Jonathan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel