Pertengkaran dengan kekasih
Di taman kota.
Beberapa menit Ara melakukan perjalanannya, dan kini ia sampai di sebuah taman kota yang ramai dengan pengunjung. Ara turun dari mobilnya, menatap sebentar kearah taman kota itu, dan beberapa detik kemudian pandangan Ara kembali fokus dengan ponselnya untuk menghubungi seseorang.
Setelah itu, Ara berjalan memasuki area taman yang sangat ramai, karena kebetulan malam ini adalah malam minggu. Malam yang sangat dinantikan oleh para pasangan muda maupun tua untuk berkencan.
Ting!
Beberapa detik kemudian ponsel Ara berbunyi, dengan segera ia pun melihat notif masuk di ponselnya. Setelah itu Ara berjalan lagi masuk lebih dalam kearea taman. Hingga Ara sampai disebuah danau buatan dengan di kelilingi bunga-bunga yang bermekaran disana. Pandangan Ara tertuju pada seorang pria muda dengan memakai jaket jeans, tengah melambaikan tangan kearahnya.
Seketika senyuman terbit dari bibir Ara, dengan segera Ara berlari kearah pria itu, kemudian menubruk tubuhnya menelusup masuk kedalam pelukan pria itu.
"Ara sayang..!!"
"Aku rindu denganmu," ujar Ara didalam pelukan pria itu.
Kemudian pria itu melepas pelukannya dengan Ara.
"Kamu kenapa mengajakku bertemu malam-malam begini? Bukannya tadi siang kamu sendiri yang bilang kalau kamu ada acara dengan mami kamu?"
Ara tersenyum ketir. "Jangan dibahas,"
Pria itu adalah Edward, kekasih Ara. Melihat kekasihnya yang tengah memasang wajah tidak enak itu, Edward pun mengajak Ara untuk duduk di atas rerumputan hijau di taman itu.
"Kalau kamu tidak keberatan bisa bercerita denganku," Ujar Edward sambil menatap Ara dari samping.
Ara menghela nafasnya pelan. Setelah itu ia memandang lurus kedepan. menatap pasangan yang tengah duduk berdua seakan dunia milik mereka berdua.
"Aku sangat kecewa dengan mami,"
"Kenapa?"
"Ada sebuah keinginan dari mami yang tidak bisa di toleransi, dan menurut aku keinginan ini sangat membuatku tertekan dan terbebani." Jelasnya.
Edward mengernyitkan dahinya. Masih tidak faham dengan semua yang dikatakan Ara.
"Maksutnya apa sih Ra? Aku beneran nggak faham loh ini."
Dengan satu tarikan nafas Ara berkata jujur kepada kekasihnya. "Aku di jodohkan Ward,"
Deg.
Edward sangat terkejut dengan ucapan Ara. "T-terus kamu terima?"
Ara menggelengkan kepalanya. "Entahlah, aku sendiri bingung dengan keputusanku. Disisi lain aku sangat menyayangimu, tetapi disisi lain aku juga tidak mau membuat mami kecewa denganku." Ujarnya sambil menahan air matanya.
Edward menarik dagu Ara memintanya untuk menatapnya. Ara pun mengikuti permintaan Edward itu, terlihat sangat jelas bahwa Edward menatap sendu kearah Ara.
"Kamu lebih memilih aku kan Ra?" Tanyanya dengan serius.
Kali ini Ara sudah tidak bisa menahan air matanya lagi. Ara memejamkan matanya sejenak membiarkan air matanya keluar membasahi pipi mulusnya. Ia tidak bisa menahan rasa sakit yang ia pendam sendiri, kali ini Ara akan membiarkan air matanya keluar tanpa ia tahan.
"JAWAB ARA, AKU TIDAK BUTUH AIR MATA KAMU, YANG AKU BUTUHKAN ADALAH JAWABAN!" Ujar Edward membentak. Sembari mengangkat tangannya dari dagu Ara.
Hal itu membuat Ara sedikit terperanjat kaget. Selama ini Edward tidak pernah membentaknya, sekali pun sedang marah dengannya. Namun malam ini semuanya seakan telah berubah, tidah ada lagi kelembutan dari Edward. "Sekarang aku tanya sama kamu, apakah kamu mau pindah agama dan masuk agamaku?"
Edward tersenyum sinis. "Aku sudah menduga bahwa kamu akan bertanya itu lagi. Aku bosan mendengar pertanyaan itu, bisakah kamu ubah pertanyaannya untuk diri kamu sendiri, apakah kamu mau pindah agama dengan mengikuti kepercayaanku?"
Ara menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Sama Ra, Aku juga tidak bisa pindah begitu saja hanya karena menikah dengan kamu, tidak bisa!" Jawabnya tegas.
Ara menggelengkan kepalanya, ia tidak faham maksut Edward selama ini berpacaran dengannya. Sungguh sangat membingungkan hubungan percintaan ini. Dan kata-kata Edward barusan, menggambarkan bahwa dirinya tidak lagi berguna di mata Edward.
"Terus kalau kamu tidak mau hubungan kita selama ini apa Ward? Berarti kamu selama ini tidak ada niatan serius denganku?" Tanya Ara sambil meneteskan air matanya.
Edward diam sambil mengalihkan pandangannya kearah langit malam.
"Selama ini memang aku berniat serius denganmu, tetapi mungkin itu untuk suatu saat, bukan sekarang. Aku belum cukup siap untuk menjalakan komitmen yang bukan hanya untuk kita berdua, tetapi kedua orang tua. Dan tuhan kita Ara!"
"Terus aku harus menunggu kamu sampai kapan? kita sudah pacaran lima tahun, bahkan sampai sekarang kamu tidak pernah membawaku bertemu dengan orang tua kamu."
"Karena kamu sendiri sudah tahu jawabannya, mamah aku tidak akan setuju dengan kamu,"
Ara meggelengkan kepalanya, hubungan yang selama ini ia bina dengan baik ternyata akan sia-sia hanya karena ketidak pastian Edward.
"Aku ini perempuan, punya hati, aku juga butuh kepastian. Mau sampai kapan kita pacaran terus? Aku tidak bisa jika kamu gantung seperti ini," Ujar Ara sambil sesegukan.
Edward tidak mau menatap Ara, pandangannya kosong kedepan sambil menatap keindahan langit yang biasa mereka pandang dengan penuh kebahagiaan, namun malam ini Edward menatap langit dengan kesedihan. Hatinya tak kalah sakit mendengar pengakuan oleh Ara tentang perjodohannya.
"Edward berjuanglah demi hubungan kita," Pinta Ara sambil memegang lengan Edward sangat erat.
Namun dengan segera Edward menepis tangan Ara dengan kasar. "Maaf Ara, aku tidak bisa berjuang karena ini semua bersangkutan dengan tuhan kita. Keyakinan kita berbeda, lagian orang tua kamu tidak merestui hubungan kita." Ujar Edward kemudian beranjak dari duduknya.
Ara terkejut dengan ucapan Edward, jawaban ini sangat di luar ekspetasinya. Ia tidak mengira bahwa Edward akan berkata demikian. Kali ini Ara sudah yakin bahwa hubungan yang telah ia lalui bersama akan kandas di tengah jalan, dapat di lihat dari cara berbicara Edward juga terlihat bahwa dia sudah tidak peduli lagi dengan hubungan mereka.
Suasana malam ini semakin panas, semilir angin malam seakan kalah dengan suasana panas yang tengah tercipta antara Edward dan Ara.
Ara menarik kaki Edward sambil menangis memohon disana. "Edward, aku mohon jangan tinggalkan aku, jangan akhiri hubungan ini. Aku sangat menyayangimu Edward," Ujarnya sambil menangis.
"Aku mohon kita berusaha untuk meluluhkan hati kedua orang tua kita Edward, aku mohon!"
"Bangun dan lepaskan tangan kamu dari kaki aku Ara! Hubungan kita sudah tidak bisa di perbaiki, semuanya akan sia-sia." Jawabnya dingin.
Ara masih bersikukuh untuk berlutut di kaki Edward layaknya wanita murahan. Banyak pengunjung yang menatap mereka berdua, karena memang suara mereka berdua sangat kencang sehingga mengalihkan fokus pengunjung kepada Ara dan Edward. Tetapi Ara sama sekali tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan tentangnya. Yang paling penting Edward mau meresponnya dengan baik, Ara sudah di butakan oleh cinta.
"Kumohon jangan seperti ini Edward, aku tidak ingin pisah dengan kamu."
Edward menendang Ara kasar, hingga Ara tersungkur ke tanah. Sementara Edward menatap Ara tanpa rasa iba sedikit pun. Matanya mendelik tajam menatap Ara, kemudian tangan kekarnya meraih dagu Ara mencengkeramnya secara kasar.
"Kamu turuti permintaan mami kesayangan kamu, dan hubungan kita berakhir malam ini! Lupakan kenangan indah kita, aku sangat menyayangi tuhanku! Dan kedua orang tuaku," Ujar Edward sambil menghempas dagu Ara secara kasar, setelah itu pergi meninggalkan Ara.
Detik itu juga Air mata Ara mengalir sangat deras. Ara berjalan tertatih mengejar sambil memanggil nama Edward, namun tidak ada respon sama sekali oleh Edward. Langkahnya tidak mampu menyamai langkah Edward yang sangat cepat itu.
"Edward..!!"
"Aku mohon jangan pergi, aku sangat menyayangimu Edward..!!" Teriak Ara yang kini sudah menjadi pusat perhatian pengunjung yang ada disana. Tetapi sekali lagi, Ara tidak peduli dengan pandangan ataupun pendapat mereka, yang ia fokuskan hanyalah kekasihnya yang semakin menjauh darinya.
Gleder!
Suara petir mengglegar di langit bersamaan dengan suara tangisan Ara yang semakin menjadi. Tak lama kemudian hujan pun turun sangat deras, semua orang yang ada disana berlarian mencari tempat untuk berteduh, terkecuali Ara yang sedang tertunduk di tanah sambil menangis. Bahkan baju yang awalnya ia kenakan kering, sekarang sudah basah karena guyuran air hujan. Keadaan malam ini semakin dingin dan mencekam, langit yang awalnya terlihat sangat indah kini menjadi gelap, seakan mewakili perasaan Ara yang tengah patah hati ini.
"AAARRGGTTTTT....!!! EDWARD, KENAPA KAMU JAHAT SAMA AKU? KENAPA EDWARD?" Teriak Ara sambil menatap langit.
Hujan semakin deras namun Ara tak kunjung bangkit dari duduknya, hingga beberapa detik kemudian ada dua orang wanita tengah membawa payung berjalan kearahnya.
"Bangun mbak, jangan disini nanti mbak bisa masuk angin." ujar wanita yang kini memayunginya.
Ara menggelengkan kepalanya. "Terima kasih karena anda sudah peduli dengan saya, tetapi saya tidak butuh dikasihani." Jawab Ara ketus.
Wanita itu terkejut mendengar ucapan Ara yang sedikit menusuknya itu.
"Istighfar mbak, jangan menyakiti diri mbak sendiri, saya memang orang lain yang tidak tahu masalah mbak, tetapi saya mohon mbak bangun ya! Kita berteduh, nanti mbah bisa sakit," Ujar wanita berhijab hitam itu.
"SAYA TIDAK BUTUH NASEHAT DARI KAMU! LEBIH BAIK KALIAN PERGI SEKARANG..!!"
"Tapi-"
"PERGI..!!" Bentaknya sekali lagi.
kedua wanita menggelengkan kepalanya pelan, niat baik menolong di tolak mentah-mentah oleh Ara. Hingga pada akhirnya kedua wanita itu menuruti permintaan Ara untuk pergi meninggalkanya, dan membiarkan Ara tertunduk dibawah air hujan yang mengguyurnya.
Malam semakin larut, hujan juga semakin deras. Beberapa detik kemudian, Ara bangkit dari duduknya kemudian berjalan gontai keluar dari Area taman untuk mengambil mobilnya.
Hembusan angin semakin menusuk kebadan Ara yang sedang basah kuyup karena air hujan. Keadaan Ara semakin memnuruk, di sepanjang perjalanan, Ara tak hentinya menangis kecewa dengan kelakuan Edward.
"Jahat banget Edward."
"Kenapa harus beda keyakinan sih? Kenapa juga mami harus menjodohkan aku?"
"Kenapa seolah semuanya sudah di rencakan bahwa aku dan Edward dipaksa berpisah, aku yakin kalau Edward sangat menyayangiku." Ujar Ara sepanjang perjalannya.
Hingga beberapa saat kemudian kepala Ara terasa sangat pusing, suasana menjadi sangat dingin, badan Ara gemetar sekaligus menggigil kedinginan. Langkah Ara semakin melambat, Ara semakin mempercepat langkahnya, namun pada saat dirinya mendongakkan kepalanya menatap kearah depan, tiba-tiba pandangannya menjadi gelap hingga akhirnya tubuh Ara limbung jatuh ke tanah. Sebelum Ara benar-benar tidak sadarkan diri, Samar-samar Ara mendengar seseorang memanggil namanya dari kejauhan. Tetapi beberapa detik kemudian ia sudah tidak mendengar apa pun, Kepalanya semakin berat, suara pun semakin jauh.
"Ara..!!"
Bersambung..