Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Mempelai kabur

Tiga hari yang lalu Ara sudah pulang dari rumah sakit tempatnya dirawat, saat ini kondisinya pun sudah sangat membaik. Namun pikiran Ara masih terombang-ambing oleh perjodohan yang kini tinggal beberapa langkah lagi menuju halal. Perasaan ragu selalu ada, tetapi keraguan yang saat ini sedang Ara rasakan teramat dalam. Tidak ada kebahagiaan dihatinya, tidak ada semangat untuk ikut serta mempersiapkan keperluan pernikahannya. Sehingga semua perlengkapan pernikahannya orang tua yang menyiapkan semuanya.

Lagi-lagi Ara termenung di kamarnya sambil memeluk lututnya, menyendiri mencari ketenangan ditengah ramainya orang sibuk mempersiapkan acara pernikahannya, yang akan di adakan besok. Hari ini Ara sedang melangsungkan acara di pingit.

"Arrgghhhttt..!! Aku bingung, disatu sisi aku takut jika aku akan mengecewakan semuanya. Ini pernikahan, bukan main-main." Ujar Ara sambil menunduk.

"Aku harus bagaimana ini? Aku takut jika terjadi sesuatu yang tidak aku inginkan."

"Nanti kalau dia kecewa bagaimana?"

Seketika Ara mendongakkan kepalanya. "Kalau dia kecewa bagus dong, artinya dia bisa ceraikan aku." Jawabnya bersemangat.

Namun Beberapa detik kemudian senyuman itu pudar. "Tapi aku jadi janda muda dong? Ih tapi nggak enak jadi janda." Rengek Ara sendiri.

Ara menatap ponselnya sekilas, kemudian dengan segera beranjak dari atas ranjangnya sambil menyambar ponselnya. Setelah itu Ara keluar dari kamar dan berjalan kebawah. Mata Ara membulat sempurna melihat banyak kerabatnya tengah duduk bersantai di ruang keluarga, belum lagi yang berada di luar rumah. Nyali Ara mendadak ciut untuk melewati mereka.

"Buset, banyak buanget ini manusia hidup." Gumam Ara sambil menggelengkan kepalanya.

"Mami mana ya? Nggak ada kelihatan, terus aku ijinnya gimana?" Ujarnya lagi sambil celingukan mencari keberadaan maminya.

Ara kembali melanjutkan berjalannya, hingga ia sampai di depan rumah yang tidak kalah banyak orang itu. Tetapi yang membuat Ara lega adalah mereka semua tidak bertanya kepada Ara, bahkan mereka tidak melihat Ara karena saking sibuknya kegiatan mereka. Hal itu Ara manfaatkan untuk kabur dari rumahnya. Seperti biasa, yang menemaninya disaat ia ingin kabur dari rumah adalah mobil merah kesayangannya. Ara masuk kedalam mobil dengan cepat, kemudian ia pun mulai melajukan mobilnya hingga keluar dari pekarangan rumah.

"Gini kan enak ya nggak suntup, orang kok dikurung di kamar." Gumamnya sambil menolehkan kepalanya kebelakang melihat rumahnya yang sudah mulai jauh.

Setelah itu Ara melajukan mobilnya dengan kecepatan stabil di jalan raya, beberapa detik kemudian ia ingat bahwa belum menghubungi maminya, Dengan segera Ara meraih ponselnya di dasbor, kemudian mengirimkan pesan singkat kepada maminya sambil menyetir. Setelah selesai, Ara meletakkan kembali ponselnya di dasbor, dan ia pun fokus dengan menyetirnya.

**

Di Mall.

Sementara di tempat lain, Diandra sedang berbelanja keperluan Ara dan keperluan besok untuk acara pernikahan Ara. Pada saat Diandra tengah fokus memilih bahan makanan, tiba-tiba ponselnya bergetar, menandakan ada pesan masuk.

Ting!

Dengan segera Diandra mengambil ponselnya kemudian melihat notif siapa yang tengah masuk.

"Siapa Di?"

"Enggak tahu, sebentar saya lihat dulu." Jawabnya sambil membuka aplikasi chatingnya itu.

Diandra mengernyitkan dahinya ketika melihat pesan dari Ara tiba-tiba berada di urutan paling atas. Dengan segera Diandra melihat chat itu, lagi-lagi ia dibuat Syok dengan tingkah Ara.

"Keterlaluan anak ini," Ujarnya sambil memencet tombol telfon.

Diana kakak sepupu Diandra pensaran dengan Diandra. "Siapa Di?"

"Ini lo mbak Ara chat aku, katanya dia keluar."

"Loh kemana?"

"Entahlah, aku telfon nggak di angkat juga ini." ujarnya sambil menatap ponselnya yang menunjukkan tulisan berdering, tetapi tidak di angkat.

"Haduh, anak kamu itu ada-ada saja. Orang lagi di pingit malah nyuri keluar, kakaknya dimana sih?"

"Kakaknya ya masih kerja sama papahnya." Jawab Diandra sambil menutup kembali panggilan itu.

Papah Ara sudah pulang dari luar kota beberapa hari yang lalu, pada saat Ara di khitbah oleh Reyhan. Dan sekarang mereka sedang di kantor bersama dengan anak lelakinya, yaitu Zikri.

"Yasudah lah Di, semoga aja tidak terjadi sesuatu. Sekarang kita lebih baik segera balik kerumah ," Ajak kakak sepupunya itu.

Diandra mengangguk lemas, merasakan kelakuan anak perempuannya yang sangat menguras tenaga itu.

**

Dirumah Selena.

Tok Tok Tok..

Ceklek..

"Ara?"

"Hai Selena," Sapa Ara sambil melambaikan tangannya.

Selena tersenyum exited, kemudian memeluk Ara sangat erat. Selena dan Ara adalah sepasang sahabat yang sudah menjalin hubungan baik sejak mereka pertama masuk kuliah hingga sekarang mereka sama-sama sudah kerja.

"Kamu apa kabar? Lama sekali tidak berjumpa," Ujar Selena sambil melepaskan pelukan mereka.

"Sedang tidak baik-baik saja." Jawabnya sendu.

Selena menatap Ara sedih. "Kenapa gitu?"

"Huaaa ceritanya sangat panjang kali lebar kali tinggi." Ujarnya dengan gerakan tangan yang di buat-buat.

Selena terkikik pelan melihat tingkah sahabatnya yang humoris ini. Kemudian Selena menarik lengan Ara untuk masuk kedalam rumahnya.

"Masuk dulu," Ujarnya.

Ara pun masuk kedalam rumah, kemudian merebahkan tubuhnya di kasur empuk milik Selena. Ara menatap sekeliling ruangan kamar Selena yang tidak terlihat seperti kamar wanita, lebih terlihat seperti kamar pria. karena dominan warna hitam gelap semua, bahkan seprainya berwarna hitam. Kalau Ara juga gelap, hanya saja seprai ia sengaja desain warna pink.

"Kamu tunggu disini aku mau ambil camilan sama minuman buat kamu," Ujarnya sambil melenggang keluar.

Sementara Ara sibuk menikmati suasana kamar Selena yang menenangkan itu. Gelap, adem, nyaman pokonya. Banyak buku, karena memang itulah hobi Selena, tidak heran jika dirinya pandai. Sekilas mengingat kenangan manis Ara dan Selena pada saat mereka masih kuliah, hampir setiap hari Ara main kerumah Selena, begitu juga dengan Selena yang selalu menginap di rumah Ara. Mereka layaknya saudara kandung yang kemana-mana berdua.

Beberapa detik kemudian Selena datang dengan membawa satu nampan minuman dan camilan ringan untuk menemani ngobrol mereka berdua.

"Tara aku bawa minuman,"

"Yaampun merepotkan dirimu saja."

"Tidak masalah, minum gih."

Ara menganggukkan kepalanya kemudian meneguk jus jeruk manis yang Selena buat. Jus ini sangat cocok dengan suasana hari Ara yang membutuhkan kesegaran, ditambah lagi suasana panas dari luar membuat Ara haus.

"Segar," Gumam Ara sambil meletakkan kembali gelas itu di atas nampan.

"Jadi gimana Ra? Sebenarnya kamu kenapa?"

"Kamu ingat Edward kan?"

"Ingat, dia pacar kamu. Btw sudah lima tahun lebih kayaknya ya?"

Ara mengangguk. "Iya, sayang banget sudah lama hubungan aku dengannya, tetapi kamu tahu sendiri kalau aku sama dia beda keyakinan."

"Iya aku tahu bahkan aku juga pernah marah sama kamu gara-gara kamu pacaran sama dia," ujar Selena sambil cekikikan.

Sementara Ara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dulu pada saat Ara baru menjalani hubungannya dengan Edward, hampir setiap hari Selena menasehatinya dan dia adalah orang pertama yang tidak merestui hubungannya sebelum Zikri mengetahui. Kemudian ia kembali memasang wajah sedihnya lagi. "Jadi aku putus dengannya."

"What..??"

"Really?" tanya Selena masih tidak percaya dengan ucapan Ara.

Ara menganggukkan kepalanya sambil menahan air matanya. "Iya beneran. Tetapi bukan hanya itu yang membuatku tidak baik-baik saja Selena."

"Terus apa beib? Coba cerita." Ujarnya sambil menggenggam tangan Ara.

"Aku dijodohin."

"What? Jangan becanda deh kamu, sumpah ini semua nggak lucu ya Ra!" ujar Selena sambil menggelengkan kepalanya.

Ara ikut menggelengkan kepalanya sambil menitihkan air matanya. "Ini beneran Sel, aku nggak bohong. Aku putus dengan Edward gara-gara mau nikah,"

"Aku di jodohkan mami," jawabnya sendu.

Selena memeluk Ara dari samping, menenangkan Ara yang tengah menangis. Ia sangat paham bahwa menjadi Ara tidaklah mudah, menerima dua kenyataan sekaligus.

"Cup! Jangan nangis lagi, anggap aja semua ini memang sudah jalan takdir kamu." Ujarnya menenangkan.

Ara mengusap air matanya. "Tapi aku masih tidak terima, seakan ini tidak adil bagiku."

Selena mengusap punggung Ara setelah ia tak lagi berpelukan.

"Kalau boleh tahu kapan kamu nikah?"

"Besok,"

"Mendadak banget? Tapi gapapa deh aku usahakan datang, btw sekarang bukannya kamu sedang di pingit ya?"

Ara mengangguk. "Aku kabur, suntup di kamar."

"Gilak! Berani sekali anak ini, nanti aku antar kamu pulang, nggak baik calon pengantin perjalanan sendiri."

"Tapi aku sekarang masih boleh disini kan? Aku bosan dirumah,"

"Boleh dong, apa si yang nggak buat bestie kuh?"

Ara terkikik sambil mengusap air matanya. Setelah itu mereka berdua memilih untuk menghabiskan waktu berdua dengan bercerita bersama, sambil menonton acara televisi sebagai penghibur, karena sudah lama tidak berjumpa pasti merindukan ghibah bersama juga.

Selama ini Ara satu perusahaan dengan Selena, tetapi merek profesional di tempat kerja fokus bekerja, walaupun satu tempat tetapi mereka berbeda sehingga jarang bertemu ketika kerja.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel